Aneh rasanya bercerita pada papanya sendiri perihal pengakuan perasaannya pada Juan. Tuan Edgar saja sampai melebarkan mata dan memutuskan untuk tidak memberi komentar apa pun dalam waktu yang cukup lama. Mengetahui anak perempuan satu-satunya dengan berani menyatakan perasaan pada seorang dosen, selain bisa disebut berani, juga bisa disebut terlalu nekat.
“Papa ngga perlu susah-susah rangkai kalimat buat balas ucapan aku,” ujar Chloe menebak apa yang tengah Tuan Edgar pikirkan. Papanya itu memang sedang sibuk mengubrak-abrik isi kepalanya untuk menemukan kata-kata yang pantas untuk bisa dilontarkan. Jangan sampai komentarnya justru semakin membuat Chloe terjatuh dan kehilangan rasa percaya diri.
Tuan Edgar memutar kemudinya ke arah kanan jalan.
“Chloe, menurut Papa ngga masalah kok kalau kam
“Chloe, Papa tunggu di mobil, ya!”“Iya, Pa, sebentar lagi!” Chloe membalas teriakan papanya dengan tak kalah kencang.Hari ini seperti hari baru. Pergi dari rumah sendiri dan menetap dalam waktu yang cukup lama di asrama Seirios—tempat dimana semua permasalahan berawal. Tidak rela rasanya tiga hari berlalu begitu cepat, tapi kerinduan Grace sudah memanggil-manggil Chloe untuk segera kembali.Semalam Grace menelepon. Secara tersirat mengatakan kalau dia merindukan Chloe. Bercerita juga soal dia yang sedang berjalan-jalan sendirian menuju lapangan basket di siang hari hanya untuk melepas penat. Namun, malah tidak sengaja melihat Juan keluar dari asrama dosen dan pergi dengan mobilnya. Chloe tidak aneh dengan itu. Setiap orang punya agendanya masing-masing. Yah, paling t
Oh, please. Tidak lagi, Pak Juan. Batin Chloe memohon.“Ide bagus itu,” cetus Tuan Edgar. Membangkitkan rasa ketidakpercayaan Chloe.“Pa ….”“Biar dia ngga perlu bermalam di luar lagi, karena katanya besok ada kuliah pagi.”“Papa!”Sontak keduanya, baik itu Juan maupun Tuan Edgar, menoleh kilat. Dua orang security di dalam pos jaga pun juga sampai mendelik saking kagetnya dengan pekikan Chloe.“Ah …, Chloe, ngga apa-apa, kan? Kelihatannya Pak Juan juga ngga keberatan. Biar ka
“Woy! Bengong aja,” seru Grace membuyarkan lamunan Chloe. “Ayo, udah mau sampe.”Grace perlahan berdiri dari kursi bus. Dahi Chloe yang tadinya menempel lekat pada kaca jendela bus pun terlepas. Menimbulkan tanda bundar kemerahan di dahinya seperti habis tertimpa oleh sebuah bola tenis. Chloe ikut berdiri. Bersama dengan beberapa mahasiswa lainnya yang juga akan turun di halte yang berada di depan gedung jurusan. Kuliah jam delapan pagi di hari Senin, percayalah, itu adalah waktu yang paling sibuk di Seirios. Jika tidak bersiap-siap dari pagi, lebih dulu menunggu di halte depan asrama, dijamin sampai beberapa menit berlalu pun tidak akan kebagian bus.“Jadi, masih belum mau cerita gimana caranya tadi malam lo bisa sampai di asrama?” tanya Grace masih berupaya mengorek informasi.
Hampir satu bulan lamanya bolak-balik gedung jurusan, baru pertama kali ini Chloe datang ke ruang himpunan yang terletak di taman belakang gedung, dan rupanya pemandangan taman belakang menarik juga. Mengingatkan Chloe dengan toko bunga milik orang tuanya, meskipun sebenarnya di taman belakang tidak ada bunga-bunga.Jika Chloe berniat untuk mendeskripsikan, kurang lebih seperti ini: areanya lumayan luas, berbentuk persegi panjang yang memanjang sepanjang gedung jurusan, di bagian tengahnya terdapat kolam bundar berisikan beberapa ikan koi juga air mancur kecil, terdapat pula jalan setapak di antara rerumputan hijau di sekitar kolam, dua buah pohon rindang—dimana sudah terdapat beberapa orang yang merebahkan diri di bawahnya ataupun sekadar duduk berselonjor kaki sambil bersenda gurau—sementara di pinggirannya terdapat dua buah gazebo berukuran sedang, lalu bangunan koperasi, kantin kecil,
“Aku ingat sekarang. Benar, kan?” tanya Chloe memajukan badannya ke arah Alex. Mata bulatnya makin mengembang setelah berhasil mengingat siapakah Alex.Alex memberengut. “Ya, tapi yang diingat jangan bagian itunya dong. Kan masih banyak peran lainnya yang gue mainin,” gerutunya bersandar pada sandaran kursi kayu. Pura-pura membenarkan posisi kacamata saat salah seorang pelayan coffee shop datang membawa minuman Chloe.“Makasih,” ujar Chloe tersenyum seraya menerima cup plastik berisikan minuman iced caramel macchiato yang sebelumnya dia pesan. “Soalnya emang cuma
Cih! Ingin meminta maaf katanya? Sekaligus meminta Chloe untuk tidak marah lagi pada Juan? Enak saja, batin Chloe menggerutu. Tidak semudah itu.Bisa-bisanya dengan mudah Alex mengucapkan kata maaf setelah membuat Chloe menanggung malu seumur hidup. Memang laki-laki itu tidak bisa mengerti bagaimana perasaan perempuan. Terutama Juan. Keduanya sama saja. Suka mengobral kata maaf. Menganggap kejadian malam itu seperti tidak ada apa-apanya.Lantas, lihat sekarang. Enak, kan, dibuat panik? Biar Alex itu merasakan bagaimana rasanya ketika rahasia yang telah ditutup rapat-rapat olehnya diketahui oleh orang lain di tempat umum. Yah, meski itu belum sebanding dengan apa yang Chloe rasakan, tapi Chloe cukup puas mengerjainya.
“Tadi itu siapa?” tanya Sam pada Chloe sambil membenarkan posisi tali ransel yang terpasang di kedua bahunya. “Kelihatannya Pak Juan juga kenal.”Chloe menggigit bibir. Memandang Juan yang juga tengah memandangnya. Disampirkannya sekumpulan helai rambut ke belakang telinga. Wajahnya yang tadinya mengarah pada Juan, berpaling menghadap Sam.“Kak Sam ngga tau itu siapa?” tanya Chloe hati-hati.“Gue ngga sempat liat mukanya, sih.”“Bukan siapa-siapa,” cetus Juan menarik perhatian Chloe.Seakan tahu apa yang ingin disampaikan Juan melalui sorot matanya, Chloe pun akhirnya berujar, “Iya, cuma mau tanya gedung jurusan lain kok.”
Jika diminta untuk memilih antara mengerjakan sebanyak berapa puluh soal Kalkulus atau membuat esai dengan tema kepemimpinan, sepertinya Chloe akan lebih memilih untuk mengerjakan soal Kalkulus saja, karena tampaknya otaknya itu tidak dirancang untuk bisa merangkai beberapa kalimat menarik yang bisa dituangkan dalam esai. Dan, apa juga tadi yang mesti ditulis dalam esai selain tema yang sudah ditentukan? Menuliskan apa alasan Chloe memilih himpunan sebagai kegiatan non akademiknya? Apa Chloe harus menulis karena terpaksa akibat tidak tahu harus mendaftar kegiatan apa selama berkuliah di Seirios? Sudah pasti Juan—sang pembina kemahasiswaan—dan Sam—sang ketua himpunan—akan memasukkan namanya ke dalam blacklist.Chloe melepas kacamata yang memang biasa dia gunakan selagi harus bertatapan dengan laptop dalam waktu lama. Memejamkan mata sek