Irwan mendorong tubuh Risa dengan sangat kuat sehingga dia terhempas ke lantai sangat kasar. Irwan tidak peduli. Yang artinya dia sendiri akan dapat masalah rumit. Seminggu lagi akan menikah sedang sang calon istri melihatnya berciuman dengan wanita lain. Bukan berciuman ralat. Tapi dicium. Dia ah ... Irwan berlari ke arah di mana Nilam pergi dan mengejarnya. Dokter tampan itu bahkan tidak peduli orang-orang melihatnya.
“Sayang, Sayang. Please! Kita bicara! Aku janji setelah ini terserah kamu aku pasrah.” Untung saja Irwan cedas. Di ruangannya ada CCTV dan kebetulan langsung tersambung dengan ponselnya.“Lepaskan aku, Mas. Aku sadar tidak secantik Dokter Risa. Tapi kenapa kamu harus memberiku harapan itu sih? Kalau kamu mencintainya mengapa bukan dia yang menjadi calon istrimu?” Nilam menghapus air matanya yang sudah banjir. Irwan menarik tangannya kemudian memeluknya erat. Tidak peduli berada di tempat umum.Akhirnya mereka akur lagi. Irwan sudah menemukan trik untuk menjinakkan beruang betinanya. Sedangakn di rumah Bayu sudah mulai ikut sibuk memberi tahu keluarganya yang jauh-jauh. Kendatipun hanya dengan sambungan telepon, tetap saja memerlukan banyak waktu. Dia sudah selesai menghubungi keluarganya yang ada di Sumatra. Bayu memijit pelipisnya. Masih ada beberapa keluarga yang menyebar di bagian Jawa. Yang masih bisa dijangkau dengan datang, maka sebisa mungkin Bayu akan datangi. Dia anak sulung dan satu-satunya pria yang tersisa dalam keluarganya. Maka dari itu dia harus bertanggung jawab mengurusi semuanya. “Kopimu, Sayang. Suntuk amat?! Kita ketemu klien beberapa menit lagi. Mereka siap mau ke mari. Pak Han sudah aku intruksikan untuk menyiapkan berkas yang dibutuhkan. Kau bisa? Jika tidak, biar aku saja yang mengurus.” Bayu mengangguk. Dia sudah siap untuk melanjutkan pekerjaannya. Tidak berapa lama klien sudah datang dan menempati ruangan rapat yang sudah
Tidak berapa lama dokter keluar. Dokter mengulum senyum setelah melihat tiga orang itu maju semua. “Bagaimana, Dok?” tanya Bayu dengan penuh pengharapan.“Selamat, Pak Bayu. Usaha kita berhasil. Nyonya Eliana sudah mengandung.” Ya, beberapa waktu lalu memang Eliana dan Bayu melakukan inseminasi buatan. Mereka menanam benih Bayu di rahim Eliana karena ada indikasi bahwa indung telur berada agak tersembunyi sehingga sulit bagi benih untuk bisa sampai di indung telur tersebut. Sehingga membutuhkan bantuan medis.“Ya Allah, terima kasih, Dokter.” Tidak berapa lama, Nilam dan Irwan datang.“Ada apa, Bay? Sepertinya Nilam terdengar panik saat sampai di rumah sakit.” Irwan masih dengan stelan jas dan stetoskop di lehernya.“Eliana pingsan di kantor. Tapi Alhamdulilah ternyata dia hanya kecapean karena sekarang dia hamil.” Irwan terlihat kaget
Eliana sudah sampai di ruang rawat. Wanita itu masih juga memejamkan mata. Bayu tidak tega meninggalkannya barang sebentar. Padahal dia sangat lelah. Nilam dan Irwan memilih keluar. Irwan harus melanjutkan tugasnya sampai beberapa jam, sedang Nilam akan mencari minuman dan makanan. “Temani aku sebentar, kamu pesen saja pake online,” pinta Bayu.“Kita lagi dipingit! Malah minta ketemuan?” Nilam memutar bola matanya. Dasar Irwan tidak akan peduli. Dia menarik tangan kekasihnya itu masuk ke ruangannya. Dengan lembut menyesap bibir manis sang kekasih.“Aku sudah tidak sabar, singaku sudah mengaum terus.” Irwan melepaskan ciumannya.“Main sosor aja tanpa permisi.” Nilam membelalakan mayanya.“Tapi seneng ‘kan?” Irwan mengusap bibir Nilam dengan jempol bagian dalam. Bibir itu setengah bengkak karena dia sangat rakus menyesapnya. 
Bayu dan Nilam keluar dari kamar mandi melihat mata Eliana mulai mengerut, itu artinya dia mulai merasakan respon cahaya. Wanita itu memegang dahinya kemudian tidak berapa lama mmebuka matanya. Bayu yang menyadari itu berlari menuju ke ranjang Eliana kemudian menggenggam tangannya dan menciumnya berkali-kali.“Sayang, terima kasih sudah membuka mata. Apa yang kau rasakan? Kepalanya pusing? Apakah itu sangat sakit?” Bayu terlihat sangat khawatir. Dia memegang dahi snag istri.“Satu-satu kalau tanya. Ini sakit banget.” Eliana memijit ringan pelipisnya. Bayu menarik kursi yang dia duduki sehingga lebih dekat ke arah kepala. Dia memijit kepala itu.“Eliana, kamu pingsan tadi di kantor.” Agung datang mendekat di susul oleh istrinya.“Selamat, Sayang. Kamu akan menjadi seorang ibu.” Eliana masih belum ngeh dengan yang dikatakan oleh mamanya.
Hari ini Eliana sudah boleh pulang. Tapi Bayu makin over protektif. Yang semula pernikahan Nilam akan ada turut campur keluarga menjadi hanya Wo saja. Semua dipasrahkan oleh WO. Eliana harus bed rest walau dia tetap mau kerja, sebab makin dekat dengan Bayu. Dia menjadi lebih manja sekarang. Seeprti saat ini, Bayu tidak boleh ke mana-mana. Bahkan mau mandi saja tidak boleh. Sungguh aneh memang. Tapi Eliana tidak minta apa pun. Malah Bayu yang pingin rujak mangga muda.“Kok kayaknya malah kamu yang nyidam, Bay. Ya sudah biar mama pesenin sekarang.” Hari ini memang sudah agak sore saat Eliana pulang dari rumah sakit. Maka Bayu juga seharusnya mandi dan baru mesra-mesraan. Tapi ini tidak. Sesampainya di rumah langsung saja Eliana nggak mau lepas dari pelukanya.“Eliana, biarin Bayu mandi dulu. Kamu nanti bisa peluk sepuasnya.” Maka Eliana malah kesal mendengar perkataan sang mama.“Biarkan, Ma.
Hari pernikahan Nilam dan Irwan semakin dekat. Kata orang semakin dekat pernikahan semakin stres melanda. Seperti hari ini, mereka berdebat hanya karena masalah sepele. Nilam nggak terima ketika Irwan bercanda di depannya. Nilam menjadi over sensitif.“Dengar, ya, Mas? Aku memang tidak secantik Dokter Risa. Tapi aku punya harga diri. Kalau kamu nggak suka gaya aku, kenapa memilihku. Aku benci sama kamu! Aku benci!” Nilam Memukul dada bidang Irwan. Mereka memang dilarang ketemu. Tapi kali ini perlu sebab ada beberapa kendala tentang gaun yang harus Nilam pakai. Yang semula di pilih, ternyata cacat karena kesalahan pekerja. Irwan salah ngomong. Gaun itu memang ukurannya satu senti lebih kecil dari seharusnya, alhasil baju itu sempit berada di tubuh Nilam. Karena itu Nilam tersinggung karena salah paham dengan ucapan Irwan. Padahal Irwan hanya bilang jika bajunya kesempitan di tubuhnya.“Sayang, bukan begitu maksudku. Kamu sal
Ini malam sebelum besok ijab-kabul. Mau dengar genderang hati kedua mempelai? Begitu tadi sore suara lantunan ayat suci Al-Qur’an terdeengar, tangan Nilam gemetaran. Aura dingin dan keringatnya saling berebut keluar. Meskipun acara resepsi di gedung, acara ijab di masjid, rumah harus berisi selamatan. Setidaknya itu naluri budaya sebagai orang Jawa. Bayu tetap memakai adat tersebut.“Kak, aku gemeteran dengernya.” Eliana memeluk sang adik ipar untuk menenagkannya.“Tenanglah! Kakak bantu di depan, ya? Kamu santai saja di sini. Bentar lagi temen-temenmu datang.” Eliana keluar dari kamar Nilam. Belum juga dia sampai di depan, suara rentetan klakson terdengar. Terlihat di sana para ojol sudah berbaris dengan jaket kebanggan mereka.“Kawan-kawan, kita berburu gratisan di rumah Bos Bayu!” teriak salahs satu sehingga di jawab setuju oleh kawan-kawan mereka. Elana menutup wajahnya. Untu
Lihatlah wajah calon pengantin di cermin. Nilam melihat kagum wajah dirinya. Wanita itu kini akan menyandang sebagai Nyonya Irwan setelahnya. Ijab-qabul rencana akan dilakukan di masjid sekitar hotel, agar nanti malam mudah berkoordinasi. Sebab memang rencana sekalian resepsi di hall sebuah hotel berbintang.“Sudah? Mari kita berangkat!” Nilam mengapitkan tangannya di sebelah kiri Bayu. Sedangkan sebelah kanan tentu saja Eliana. “Sayang, jangan jauh-jauh dariku, ya? Kamu kalau bau-bau yang dedek bayi nggak suka pasti mual.” Eliana mengangguk. Bayu memang jadi over protektif sebab kehamilan Eliana sedikit bermasalah. Eliana tidak suka bau parfum, bau bawang goreng dan wangi-wangi lainnya. Mereka menaiki mobil mewah yang sudah disulap sedemikian rupa sehingga sangat indah di pandang mata.Mereka sudah sampai di masjid tempat akad nikah. Tidak ada pasang mata yang tidak takjub melihatnya. Jika Irwan melihat, mungkin seke