Bayu dan Eliana mempersilakan lelaki berparas tampan dan wanita seksi itu duduk. Irwan dan Jenny duduk di sofa warna maroon itu. Eliana tampil memperkenalkan Irwan sebagai penyelamat suaminya. Eliana menghatakan bahwa Irwanlah yang mendonorkan darahnya saat mencari darah AB sangat susah. Bayu berterima kasih karena hal itu. Lelaki berkulit sawo matang itu menanyakan hal ihwal kedatangan Irwan.
“Begini, saya menunggu Nilam datang ke rumah sakit. Tapi sampai pukul enam tadi dia tidak juga datang dan tidak bisa dihubungi. Apa dia baik-baik saja?” Eliana dan Bayu saling melihat. Sore tadi Nilam antusias untuk menengok Bayu di rumah sakit. Apakah terjadi sesuatu?
“Sebentar, aku tengok di kamarnya, ya?” Eliana bangkit melepaskan genggaman tangannya pada sang suami. Sementara Eliana pergi, Bayu mengobrol dengan Irwan. Tujuannya tentu saja untuk mengetahui sejauh mana lelaki itu serius dengan adiknya. Irwan maklum dengan tinmgkah Bayu. Semua kakak pasti
Irwan mendekat ke arah Nilam yang beringsut menjauh dari tempat Irwan duduk. Wanita muda itu juga tidak mau memandang wajah Irwan. Wanita dengan baju yang lusuh karena gelelengan di kasur itu tetap membuang muka.“Nilam, boleh aku memanggilmu sayang?” ijin Irwan.Diam,Nilam tetap diam membatu tidak bicara. Irwan mengembuskan napas sangat lelah melihat sang kekasih merajuk. Dia belum mengerti mengapa sang kekasih marah padanya. Dengan sedikit kesusahan Irwan berdiri. Irwan dengan berani membalikkan tubuh Nilam agar berhadapan dengannya.“Sayang, katakan sesuatu. Jika kau diam seperti ini, bagaimana aku tahu kesalahanku. Please! Jangan buat aku bingung.” Irwan memohon kepada Nilam untuk jujur tentang perasaannya. Air mata Nilam menerobos tanpa permisi. Hatinya terkoyak memutar kembali memori beberapa jam lalu.“Mas, aku rasa semakin mencoba layak untuk bersanding denganmu, semakin aku tidak sepadan. Wanita cantik itu mung
“Sayang, kawin yuk? Aku pingin kamu jadi istriku.” Irwan mengulang lagi pertanyaannya. Nilam berbalik badan. Dalam hati, dia sangat ingin. Tapi kata mama dan kakaknya, jadi wanita harus mau dan jaga harga diri. Maka Nilam tidak langsung setuju. Dia memandnag Irwan sangat intens.“Kok gitu mandangnya? Mas serius. Sudah nggak tahan pingin itu.” Irwan membisikkan kata-kata itu sekali lagi. Nilam merasa geli dengan tingkah Irwan tersebut.“ Mas kira aku ayam main kawin-kawin saja?” Irwan tertawa.Ini sungguh ajaib. Semula dia hanya ingin memanfaatkan Nilam saja. Namun kali ini dirinya semakin dalam jatuh ke lembah cinta Nilam. Bahkan wanita itu mampu membangunkan syaraf-syaraf nafsu yang sudah lama membeku karena putus ada mencari Eliana.“Ya habis gimana, dong? Mau ya? Kalau kamu sudah setuju, aku tinggal bilang ke kakak dan mama.” Irwan memegang kedua pinggang Nilam dengan kedua tangannya.“Ada ujian untu
Pagi hari, Bayu sudah ganteng dengan seluruh asesorisnya. Dari tukang ojol yang berpakaian sederhana berubah menjadi pakaian formal yang sangat memikat. Eliana mengalungkan dasi ke leher suaminya itu. Satu kecupan mendarat di kening Eliana tanda terima kasih. Mereka bergandengan menuju ke ruang makan.“Ih, kalian ini ngiming-ngiming aku aja.” Nilam manyun melihat kemesraan Bayu dan Eliana.“Cie, cie yang baru ditembak.” Eliana menggoda Nilam.“Ih, siapa juga.” Wajah Nilam sudah seperti udang rebus.“Hmmm, benarkah? Apakah mama melewatkan sesuatu?” tanya ibu Eliana.“Oh, gadisku sudah besar sekarang. Suruh lelaki itu menghadap papa.” Tuh ‘kan jadi horor. Nilam menelan salivanya sangat susah. Ini tidak seperti yang dibayangkan. Tak semudah mengatakannya. Sepertinya para orang tua itu punya tanduk.“Nilam, dengan kata papa nggak? Kok nggak jawab?” Bayu memperingatkan
Bayu dengan gagah membukakan pintu untuk sang Sitri. Mereka melaju menuju ke perusahaan. Sudah beberapa minggu ini Eli ssapaan akrab Eliana tidak bertandang ke kantor. Wanita cantik itu memilih mengurus suaminya.sedangkan urusankantor diserahkan kepada Pak Han. Lelaki paruh baya yang loyal terhadapperusahaannya semenjak ayahnya yang berkuasa.Mereka sudah sampai di pelataran gedung perkantoran. Bayu membukakan pintu untuk Eliana. Seluruh pasang mata melihatnya. Apalagi langganan ojek Bayu. Mereka terlihat frustrasi karena driver ojol favoritnya memilih untuk menjadi sopir pribadi direktur cantik.“Pagi, Bu.” Sapa sang satpam. Satpam tersebut dalam hati mengumpat. Ah, mendapatkan pulung apa ojol itu? Kok bisa menggandeng tangan Ibu Eliana yang cantik dan seksi. Jangan lupa bokong besarnya terasa aduhai jika bisa memegangnya. Demikian pikir sang satpam. Dia belum tahu rupanya jika Bayu adalah suaminya. Sama seperti orang-orang itu.Eliana dan Bayu masu
Eliana dan Bayu masih ada di ruang rapat ketika Miranda, Stefan dan beberapa orang sudah membubarkan diri. Lelaki tinggi tegap itu mendapatkan ucapan selamat dari mana saja. Handoyo sebagai sekretaris senior bahkan memuji kepintaran lelaki itu. Bukan rahasia lagi, jika Bayu memang menjadi kandidat menantunya Agung karena kecerdasannya. Sebenarnya ada banyak, termasuk Stefan. Namun Bayu yang memenangkan hati Eliana karena kesantunannya dan kesederhanaannya.“terima kasih, Pak Han. Semua juga karena Anda yang selalu membimbingku. Masih ingat waktu pertama saya datang ke Jakarta?” tanya Bayu sambil menggandeng istrinya. Mereka keluar dari ruangan itu.“Hahaha, mana mungkin saya lupa, Pak Bayu. Anda membetulkan mobil Pak Agung hingga seluruh baju kena oli. Anda hampir diusir dari ruang wawancara oleh penguji.” Pak Handoyo tertawa renyah karena hal itu.
Eliana dan Bayu menciptakan gairah mereka sangat panas hari ini. mereka melalui perjalanan hati yang begitu mendebarkan. Bisikan-bisikan kepuasan terdengar hanya oleh telinga mereka. Deru napas indah bersahut-sahutan membuat melodi dalam seni bercinta. Mereka saling mencengkram dan menggigit ketika puncak asmara menjadi milik mereka. Kini mereka sudah pindah ke ruang tidur. Ruangan kerja CEO memang selalu difasilitasi dengan kamar tidur.“Sayang, kalau kita punya anak, maukah kau mengalah sedikit?” tanya Bayu sambil meraih kepala Eliana yang lunglai menengadah ke atas.“Maksud, Mas?” Eliana meringsek ke atas dada Bayu.“Aku tidak mau anak kita merasa kehilangan ibunya.” Eliana cukup mengerti yang dikatakan Bayu. Wanita dengan tubuh padat berisi namun seksi itu mengangkat kepalanya untuk melihat iris mata suaminya.“Aku akan membantumu dari rumah. Kita menunggunya cukup lama, Sayang. Aku juga tidak mau menyia-nyiak
Stefan mengendurkan dasinya. Lelaki itu melihat ke arah jendela. Dia sangat marah sekarang. Berkali-kali Bayu yang hanya orang udik itu mengalahkannya. Stefan memiliki rencana untuk mencuri dan menjual materi iklan pada rival. Dia tersenyum mengingatnya. Ini akan menjadi boom yang menarik.Stefan menelpon seseorang. Yang ditelepon tersebut adalah temannya di club malam. Dia musuh dedengkot dari perusahaan Agung Corp ini. Sedangkan Miranda menggelayutkan tubuhnya di pundak Stefan. Wanita itu ketagihan berbuat mesum dengan Stefan. Miranda menilai, bahwa Stefan mampu membuatnya menjerit dengan nikmat di atas ranjang. Setiap kali merasa kesal, Miranda akan menyodorkan bulatan di dadanya untuk menenangkan lelaki berkulit putih itu.Stefan tanpa ragu membelah baju Miranda. Dia menghisapnya seperti bayi. Ah, mungkin benar bahwa wanita itu ajaib. Seketika amarah Stefan berubah menjadi gairah. Singa jantannya sudah mengaum menantang untuk dilepaskan dari kandangnya. Miranda men
Stefan dan Miranda sudah mencapai puncak kenikmatannya. Miranda bangkit dan mandi. Sedangkan Stefan mengangkat ponselnya yang etrus berdering. Lelaki tiga puhan itu girang karena yang menelpon adalah partnernya untuk menghancurkan Agung Corp. Lelaki itu masih telanjang bulat ketika mengangkat telepon.“Halo,” sapa Stefan.“Hai, Bro. Lo lagi ngapain sih? Pasti lagi nggarap cewek ya?” tanya orang di seberang.“Tau aja, Lo. Itu obat yang paling mujarab untuk menetralkan stres. Gue baru selesai. Ada apa?” Tanya Stefan. Sedangkan Miranda baru keluar dari kamar mandi. Melihat tubuh telanjang Stefan dia kepingin lagi. Stefan sudah hafal gerak-gerik lawan mainnya. Dia mengulurkan tangannya, kemudian sambil berdiri menyuruh Miranda mengulum kepala sianganya. Miranda yang sudah diambang nafsu menurut saja. Tiba-tiba ada ketukan pintu. Mereka berhenti. Miranda mengenakan baju seadanya bahkan tanpa dalaman. Dia membuka pintu.&ldqu