Bayu membereskan jaketnya untuk di pakai kembali. Setelah itu, dia berpamitan dengan teman-temannya untuk pulang. Dia akan mencari tahu siapa saja pelanggan Toni yang beralih kepadanya. Apa sebabnya, dan mengapa?
“Mau kemana?” tanya teman-temannya.
“Pulang. Aku sudah lapar. Dari pada makan makanan di warung, mending makan masakan rumah yang lebih nikmat.” Mereka saling menatap. Selain baik hati, ternyata dia juga sayang kelauarga. Dia bahkan sempat-sempatnya makan siang dirumah, walau sebenarnya berada jauh dari rumah.
Bayu menyusuri jalanan ibu kota yang ramai dan penuh sesak. Padahal anjuran untuk aktivitas di dalam rumah sedang di galakkan oleh pemerintah. Akan tetapi, tetap saja, mereka beraktivitas di luar rumah. Setelah sekitar setengah jam, Bayu sudah sampai di rumah.
Dia meletakkan sepatunya di rak sepatu yang ada di depan rumah, kemudian berganti dengan sandal dalam. Mobil istrinya sudah berada di dalam garasi. Itu berarti istrinya sudah pulang. Dia membuka pintu, kemudian menutupnya kembali. Seorang asisten rumah tangga paruh baya menyambutnya, kemudian menawari minuman.
“istriku sudah pulang, Bi?” tanya Bayu.
“Sudah, Mas. Mbak Eliana sudah pulang. Dia berada di dalam kamar. Jadinya di buatkan minum apa?” tanya bibi
“Nanti saja, Bi. Aku nyusul Eliana masuk ke kamar dulu.” Bayu berlari menuju kamarnya dengan menaiki tangga. Dia membuka pintu kamarnya, dengan mengucapkan salam.
“Sudah pulang, Sayang? Kamu siang-siang pakai dalaman saja, mau menggodaku?” Bayu mendekati istrinya yang baru melepaskan bajunya, tinggal dalamannya saja.
Bukannya memakai baju, Eliana malah mendekat ke arah suaminya, kemudian tanpa kata bergelayut manja di leher sang suami. Bayu menangkap pinggang sang istri, kemudian dengan penuh cinta memandang matanya yang bening. Pupil yang berwarna hitam legam menambah cantik aura Eliana. Bulu mata yang panjang dan lentik tanpa sambungan, pipi mulus dan bibir ranum membuat Bayu tidak dapat menahan hasrat dan gejolak jiwanya saat berada di sampingnya.
“Apa kau menginginkannya, Suamiku?” Eliana menggoda suaminya sangat intens.
Bayu yang baru saja pulang, menjadi bersemangat untuk malahap bibir mungil dari istrinya. Wajahnya kian dekat sehingga aroma nafas istrinya tercium sangat menggoda naluri lelakinya. Mereka beradu pandang dengan hidung mereka yang mancung masih sama-sama menempel tanpa penghalang.
“Aku mencintaimu,” tutur lembut Bayu. Eliana yang tergoda dengan kalimat bayu, memejamkan mata seakan memasrahkan semua yang dilakukan suaminya itu. Kakinya mulai menjinjit untuk menyamakan tinggi badannya. Keduanya kini mempertemukan kulit tipis mereka yang ada di mulut. Dengan penuh hasrat saling mencucup tanpa henti, sehingga bunyi suara decakan terdengar memukau. Bayu melepaskannya, ketika nafas dari istrinya hampir terputus.
Keduanya kini larut dalam gelombang asmara yang diciptakan. Kedua kaki Eliana mengait ke pinggang Bayu, sehingga kedua tangan kekar Bayu menyangga paha Eliana, agar tidak melorot lagi. Masih saling mengaitkan bibir, Bayu membawa istrinya untuk berbaring di tempat tidur, kemudian lebih memperdalam kaitannya, sehingga lenguhan mesra dari mulut Eliana semakin terdengar lembut.
“Kau menyukainya, Sayang?” Bayu meneruskan tidak lagi bagian mulut sekarang. Dia mulai piknik dengan ujung lidahnya menyambangi leher jenjang sang istri, dan mencucupnya, sehingga rasa sakit bagai tercubit membuat Eliana memekik dan menjambak rambut Bayu. Pekikan Eliana menambah kobaran semangat Bayu untuk lebih membuat basah permukaan dada Eliana. Dia terhenti di puncak dada, kemudian memainkan benda bulat seperti bakpao itu dengan ujung lidahnya. Sesekali memilin dan menghisap, sehingga Eliana larut dalam kenikmatan.
“Ah, kau memang paling pandai mengajakku ke puncak asmara, Cinta. Aku semakin menyayangimu.” Eliana menggeliat karena rasa gairah yang di tularkan oleh Bayu. Bayu melanjutkan tamasyanya ke bagian perut, hingga terlihat sawah yang menghijau milik Eliana. Dia memutar-mutar pepohonan, sehingga Eliana semakin menggelinjang dan menukikkan unggungnya.
“Kau sudah lembab, Sayang. Masih kuat menerima sensasi?” Bayu mengedipkan mata, melihat sang istri sudah sangat memuncak.
“Teruskan saja, Cinta. Aku, ah, rasanya sampai di surga. Bawa aku sampai ke puncak ....” Suara Eliana makin memburu. Bayu makin liar menarikan lidahnya di sekujur tubuh Eliana. Eliana membuka mulutnya, sambil memejamkan mata. Dia memutar tubuhnya, agar Bayu juga bisa membasahi punggungnya dengan lidahnya yang dingin dan menggelikan.
Bayu seperti memeahami keinginan istrinya. Dia membasahi seluruh punggung istrinya, sehingga tangan Eliana sudah tidak kuat menyangga dan dia mencengkaram sprei karena merasa kenikmatan menjadi miliknya. Suara Eliana kian mempesona, ketika Bayu memberikan tanda cinta di punggung kirinya. Rasa nyeri bercampur nikmat, membuat jeritannya terasa bagai melodi yang cantik menyapa telinga Bayu.
“A-ku, akan masuk se-karang.” Bayu mulai gagap, karena debar jantungnya kian berintensitas sangat tinggi. Dia tidak mampu lagi menahan gejolaknya. Dia akan menyudahinya, sehingga puncak cinta mereka rasakan bersama.
“Ba-ik. Aku siap, Cinta.” Mereka menyatukan hasrat sore itu dengan sama-sama menjerit dan berdoa, semoga kali ini menjadi keturunan yang mereka dambakan.
Deru nafas tak juga terhenti. Mereka saling memeluk setelah penyatuan berakhir. Deru dingin sang pendingin ruangan tidak bermakna. Keringat mereka tetap berjatuhan membasahi sprei yang terbentang berwarna merah. Cairan putih lengket keluar dari dalam sarangnya, menggenangi sprei yang berbunga mawar itu.
Bayu membalikkan tubunya, agar dapat di gunakan sebagai bantal sang istri. Dalam keadaan tubuh yang terbuka, mereka saling menempel antar kulit tanpa penghalang apapun. Keringat mereka saling bercampur. Eliana tertidur di dada suaminya dengan pipi yang menempel di kulit dadanya.
“Bagaimana? Kau lebih suka diatas, atau di bawah?” tanya Bayu. Walau dia seorang suami, harus berdiskusi untuk menjadi partner yang mengasyikkan.
“Mau yang jujur, apa peres?” tanya Eliana. Dia sudah mulai bisa menggoda suaminya. Rupanya, Eliana mulai ketularan untuk selalu menggoda suaminya itu.
“Jujur, dong. Aku belajar psikologi, mereka bilang terkadang hal itu akan membuat pasangan rentan berpisah. Maka dari itu, mas ingin kamu jujur.” Bayu mencium puncak kepala istrinya. Gerakan singkat dan sederhana, tapi sangat membuat istrinya itu nyaman.
“Kira-kira, ekspresiku puas yang mana? Kau bisa menebak dong?” Eliana malah mengajak suaminya tebak-tebakan. Bayu meladeni istrinya, tapi malah Eliana yang kesal sendiri karena suaminya itu menggodanya.
“Kalau aku, mah posisi apa saja hajar. Makanya aku tanya sama kamu, sehingga bisa dikondisikan. Hal seeprti ini untuk suami istri tidak tabu, Sayang. Kita butuh bicara.” Bayu mengatakannya dengan seksama, agar istrinya itu tidak mau mengakui.
“Hmmm, jangan ngetawain. Jujur aku paling suka di atas. Rasanya, kepunyaanmu begitu sampai diujung. Nikmatnya sampai di ubun-ubun. Tapi bagaimana sama kamu? Posisi itu apakah kegemaranmu?” tanya Eliana.
“Selama si bakal anak itu keluar dari kantongnya, berarti aku sangat puas.” Eliana menepuk dada bidang suaminya. Dia memberikan satu cubitan dengan giginya, sehingga terlihat tanda merah kebiruan di dadanya.
“Kau mulai nakal, ya? Mandi sekarang, jika keringat mulai surut.” Bayu menekan area sensitif istrinya,sehingga wanita itu menggelinjang karena merasa sangat sensitif. Sejujurnya, sayaraf birahinya mulai memanjat kembali. Namun,tidak untuk saat ini. Hari sudah sore dan mereka harus melanjutkan aktivitas yang lain.
Mereka akhirnya mandi berdua. Untung saja, sudah sangat sore, sehingga adegan baru saja tidak akan terulang di kamar mandi. Mereka mandi dengan tenang, saling menggosok punggung dan saling memandikan. Merupakan kegiatan yang sangat mengasyikan bagi sepasang suami istri. Terlihat sederhana, tapi mengeratkan hubungan.
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata