Mereka akhirnya mandi berdua. Untung saja, sudah sangat sore, sehingga adegan baru saja tidak akan terulang di kamar mandi. Mereka mandi dengan tenang, saling menggosok punggung dan saling memandikan. Merupakan kegiatan yang sangat mengasyikan bagi sepasang suami istri. Terlihat sederhana, tapi mengeratkan hubungan.
“Mas, kita menjemput papa dan mama di bandara ahri ini. Mereka akan mengunjungi kita dan hotel. Katanya, akan bertemu dengan partner bisnis baru.” Eliana berjinjit mengambilkan baju untuk suaminya. Karena melihat istrinya kesusahan, maka Bayu mengangkat tubuh istrinya untuk mengambilnya. Akan tetapi, rupanya dia melilitkan handuk kurang kencang, sehingga handuk tersebut melorot dan memperlihatkan barang antik milik Bayu.
“Weh, sangkarnya terbuka,” pekik Bayu. Mereka tertawa bersama dengan kejadian itu. Untung hanya mereka berdua, tidak ada orang lain di dalam ruangan itu.
“Ih, kamu ....” Eliana menepuk dada telanjang suaminya. Lelaki itu langsung mengambil handuknya dan menutupi seluruh asetnya. Setelah itu berganti pakaian. Setelah selesai dengan pakaiannya, dia turun dan memanasi mobil. Mereka akan menggunakan mobil mahal yang sangat nyaman karena mau menjemput orang tuanya.
Setelah beberapa menit dan istrinya belum juga turun, lelaki itu menyusul istrinya ke kamar. Ternyata dugaannya benar. Istrinya baru selesai menebali alisnya, kemudian membubuhkan lipstik ke bibir merahnya, sehingga keranuman bibirnya lebih terekspose.
“Nggak usah canti-cantik. Nanti dilirik orang.” Bayu menggandeng istrinya yang nyengir karena merasa bersalah kelamaan berdandan.
“Hehehe, ayo kita pergi!” Mereka kemudian berjalan menuju ke garasi. Mobil sudah menyala mesinnya, karena memang Bayu sudah menyalakan mesinnya tadi. Dia membukakan pintu untuk istrinya, kemudian dengan tersenyum Eliana memasuki mobil tersebut. Mereka membelah kota Jakarta. Kota impian dimana mereka dapat membuat hati mereka saling bersatu.
“Mas, selalu saja macet begini, ya? Kalau ada mobil yang sekaligus bisa terbang, mungkin akan lebih baik.” Eliana tersenyum dalam keluhannya.
“Kita harus sering-sering bersyukur, Sayang. Dahulu kita tidak dapat menaiki mobil seperti ini. Akan adanya pembangunan, kita dapat menaikinya. Harus sering bersyukur,ya?” Bayu memperingatkan istrinya. kemacetan ini memang yang menyebabkan adalah orang-orang yang memiliki mobil seperti mereka. Jika mereka tidak egosis dan mau memilih angkutan umum, tentu saja kemacetan dapat dihindari.
Mereka terus menerobos kemacetan Jakarta yang makin hari makin parah saja. Setelah keluar dari Jakarta, Praktis mereka akan menuju ke Tanggerang untuk menjemput orang tua dari Eliana. Mereka sudah sampai di bandara. Pasangan itu sudah sampai di lobi ruang tunggu kedatangan. Mereka duduk bersantai di kursi itu. Kemudian, mereka menemukan sepasang suami istri paruh baya yang melambaikan tangan kepadanya. Mereka tersenyum sangat bahagia.
“Ma. Makin cantik saja,” puji Bayu pada mertuanya.
“Kamu bisa saja. Entar mama jadi ge-er lagi. Papamu akan menerima kemarahan dari papamu kalau menggoda mama seperti itu,” tukas mama mertuanya. Mereka tertawa bersama, kemudian Bayu meminta kopor yang di bawa kedua paruh baya itu. Bayu mendahului mereka yang sedang bercengkarama sambil terus melenggang. Setelah sampai di mobil, maka Bayu mengangkat kopor itu untuk di masukkan ke bagasi. Dengan dua cicitan bagasi itu terbuka.
“Kalian sudah isi atau belum?” tanya sang mama.
“Ma, belum-belum sudah tanya seperti itu. Kalau sudah waktunya pasti akan ada. Sekarang itu sangat mudah. Bayi tabung juga sangat mungkin dapat dilakukan. Tidak perlu risau. Biar mereka bersenang-senang dulu. Ingat ‘kan? Kita juga lima tahun baru dapat.” Lelaki paruh baya itu membela suami istri baru itu.
Mereka kembali berkutat dengan jalanan ibu kota yang begitu padat dan merayap. Sesekali, bunyi klakson terdengar sangat pengang di telinga.
“Kita mau jalan-jalan sekalian, atau langsung pulang, Pa?” tanya Bayu.
“Makan dulu, lah. Ini mbokmu sudah ribut dari tadi. Pingin gudeg yang di Matraman itu.” Mertuanya Bayu meminta mereka untuk mampir ke retoran. Bayu mengangguk saja. Mereka menuju daerah yang diminta oleh mertuanya tersebut. Dalam perjalanan, macet membuat sang mertua wanita menjadi sedikit gusar.
“Ini, nih yang tidak kusuka dari Jakarta. Dari dulu selalu saja macet. Nggak ada enak-enaknya tinggal di sini. Kalian masih kerasankah?” kesal mamanya Eliana.
“Mama, ih. Dari tadi ngeluh mulu. Tapi tiap tiga bulan sekali mesti kesini.” Eliana menoleh ke belakang kearah mamanya.
“Itulah mamamu. Hahaha” Mereka sudah sampai di depan restoran yang ingin mereka tuju. Setelah parkir, mereka langsung masuk ke dalam restoran tersebut. Memilih lokasi VVIP untuk mereka makan siang hari ini.
“Pak Agung? Weh, sudah sukses ternyata sekarang?” tanya pemilik restoran. Pemilik restoran yang ternyata adalah sahabat pak Agung mertuanya Bayu.
“Walah, Samosir. Kamu juga jadi pengusaha kuliner. Mantuku sering merekomendasikan restoran kamu ini. Katanya, paling enak di seantero Jakarta ini.” Pak Agung mertua dari bayu itu menepuk punggungnya. Kemudian, mereka saling merangkul. Rupanya, mereka adalah teman kuliah waktu dulu.
“Silakan, silakan. Mana mantumu?” tanya Samosir pada pak Agung.
“Mana, ya. Kemana suamimu Eliana?” tanya Agung ayahnya Eliana. Agung melihat ke sana-ke mari, namun Bayu tidak si temukan.
“Mas Bayu lagi ke toilet, Pa. Tadi bilangnya mau cuci muka sama sekalian pipis. Dari bandara sudah nahan pipis.” Eliana duduk di seberang pak Agung dengan di sebelah kursi kosong yang diduga untuk duduk Bayu.
“Oh, baiklah. Tidak apa-apa. Nanti saya balik kemari untuk berkenalan dengan menantumu itu. Hmmm, saya mau ke dalam dulu, ya? Kau baik-baiklah di sini. Pesan yang kau ingin, ha.” Mereka saling tertawa untuk melepaskan kangen yang sudah lama tidak saling bersua. Lelaki itu sakhirnya masuk ke sebiah bilik, berganti dengan seorang pelayan wanita yang memakai baju seragam batik dan kain ulos.
“Silakan, mau pesan apa, Pak?” Pelayan wanita itu memberikan beberapa buku daftar menu. Mereka mengambil satu-satu buku menu tersebut.
“Mama mau gudeg sama rendang.” Restoran ini memang menyajikan masakan nusantara. Meskipun yang memiliki orang Batak, akan tetapi masakan yang di usung seluruh nusantara.
“Saya mau ayam goreng kalasan mas Bayu samain saja. Dia pasti mau kalau aku yang pilih.” Eliana memilih menu.
“Papa pingin soto betawi. Kayaknya seger. Sama nasi putih mbak.” Pak Agung memilih menu.
“Baik, satu rendnag padang, satu gudeg Jogja, dua ayam kalasan dan soto betawi satu. Ada lagi? Minumnya?”
“Samakan saja, jus buah dan air mineral, Mbak.” Pelayan itu pamit untuk membawakan pesanan mereka. Tidak berapalama Bayu datang setelah dari toilet. Dia terlihat lebih segar, karena selesai cuci muka.
“Lama amat, Mas. Sudah kupesenin ayam goreng kalasan. Mau ganti atau itu saja?” tanya Eliana.
“Itu saja, sudah cukup.” Kedua paruh baya yang ada di depan mereka merasa sangat bahagia, anak dan mantunya sepertinya harmonis. Tidak berapa lama, pesanan mereka datang. Semuanya terhidang di meja. Nafsu makan mereka kembali bangkit.ternyata, porsi yang di tawarkan teramat besar, bisa untuk dua orang bahkan lebih. Mereka memandanginya dengan sedikit menganga, karena siapa yang akan menghabiskan.
“Kenapa? Kok bengong?” tanya seorang paruh baya dari dalam bilik yang mendekati mereka.
“Gila, ini ngasih makan orang apa beruang? Porsinya ajib gile. Tapi bikin puas sih?” Agung mengacungkan jempolnya.
“Eh, ini yang mau kau kenalkan padaku? Ini mantumu?” Mereka saling menatap. Begitu juga dengan bayu yang terszenyum kepada lelaki paruh baya itu.
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata