Mendengar lontaran Panji, mereka sampai membentuk huruf O di mulutnya."Iya, dia itu sepupunya Raffa. Sama kok punya perusahaan," seru Kayla.Semua mengangguk dengan riak tak percaya saat mendengar seruan Kayla. Salah satu dari mereka bersidekap dengan menatap mengejek ke arah wanita itu."Benarkan?"Kayla mendengkus kesal mendengar pertanyaan mengejek itu. Panji yang merasakan sang gadis emosi langsung menggenggam jemarinya dan mengulas senyum entah kenapa membuat hati wanita tersebut merasa tenang."Kalau kalian gak percayapun, kami gak masalah. Lagian mau kalian percaya atau enggak memang kami rugi? Enggak kan," ujar Panji.Kayla mendengkus kesal mendengar pertanyaan mengejek itu. Panji yang merasakan sang gadis emosi langsung menggenggam n di wajah Panji. Kayla yang melihat itu sedikit terkejut, karena ia baru pertama kali memandang ekspresi lelaki tersebut saat marah."Kami percaya, jangan lupa undangannya," lerai pemilik acara tersebut. Panji hanya menampilkan ekspresi datar, i
Gemercik hujan membasahi bumi, awan di langit sangat mendung. Membuat manusia sangat malas dan kebanyakan memilih terbaring di atas ranjang yang empu. Suara dengkuran halus seseorang membuat pasangannya itu hanya mengulum senyum geli."Sayang, aku pergi kerja dulu ya," bisik Raffa. Lelaki itu mengecup kening Amel membuat wanita itu terusik. Kini kedua manusia tersebut bertatapan."Mas ...."Amel memanggil dengan suara serak, Raffa langsung membantu agar wanita itu duduk. "Kamu udah rapih? Ahh ... padahal aku mau ikut, tapi badanku pegel semua," tutur Amel.Tangan lelaki itu terulur untuk mengelus pipi sang istri. Ia mengulas senyuman kecil lalu mendaratkan kecupan di bibir wanita tersebut. "Maaf deh, sekarang kamu istirahat aja. Pulihin stamina kamu buat malam ini," ucap Raffa.Netra wanita itu membulat, terlihat bola mata yang berwarna cokelat tersebut menatap kesal sang suami. Menatap reaksi Amel, Raffa langsung tertawa dan bangkit."Udah jangan melotot gitu, mendingan bangun gih
Amel langsung bangkit dari duduknya lalu menatap dengan tatapan tak terbaca oleh semua orang. Sekar yang sudah memahami sikap anaknya dengan gerakan cepat memegang lengan wanita itu. "Udahlah, jangan dibesar-besarin. Lagian Ibu juga udah gak papa, kan," pinta Sekar.Mendengar perkataan Ibunya, Amel langsung menoleh menatap wanita itu. "Tapi dia keterlaluan, Bu. Mana bisa maafin begitu aja, dia mau nyelakain Ibu," sahut Amel. Wanita itu sedikit berteriak, karena amarah tengah menguasain. Melihat hal tersebut, Wulan bergegas mendekati sang menantu dan mendekapnya. "Tenangkan dirimu, Nak. Tarik napas dan buang perlahan," tuntun Wulan. Amel menuruti perintah mertuanya, setelah sedikit merasa tenang ia langsung melirik Wulan dan menatap tajam Kayla. "Mendingan kalian pergi dari sini deh, aku gak mau keluargaku celaka gara-gara ulah kalian," seru Amel.Mila, Kayla dan Erika membulatkan mata saat mendengar seruan Amel. Bahkan Kayla langsung berdiri dan menunjuk wanita yang mengusirnya
Mila memilih merapikan barang milik sang anak, melihat hal tersebut Kayla berusaha menahannya. "Mah! Apaan sih, aku masih pengen disini," teriak Kayla. Mendengar teriakan Kayla, Erika langsung masuk ke sana karena khawatir. Mila tidak menghiraukan seruan sang anak, ia melirik Erika yang mematung. "Cepat kemasi pakaianmu! Kita akan pulang," lontar Mila. Erika tidak bisa berkata-kata, ia memilih melaksanakan perintah Mila. Bergegas mengemasi pakaian dan tidak menghiraukan omelan Kayla. Bahkan mereka berusaha tak peduli dengan ocehan wanita itu. "Ayo pulang! Apa kamu ingin mempermalukan diri sendiri, lagian ... kenapa bertindak ceroboh, malah nyelakain orang lain," tutur Mila.Kayla menghentakan kakinya mendengar penuturan sang Mama. "Lagian, kalau kamu tetap di sini. Wulan pasti masih menyimpan kekesalan, jadi mendingan kamu menjauh beberapa hari bukan? Menunggu amarahnya reda," celetuk Mila. Hanya itu yang bisa membujuk agar Kayla menurut untuk pulang. Mendengar hal tersebut, wa
Shilla sama sekali tidak menampilkan riak tak bersalah. Ia langsung menatap Amel dan memegang bahu wanita itu."Jangan marah-marah mulu, nanti cepet tua. Lagian gue kan yang bakal nganterin lo ke kantor Ka Raffa, harusnya lo baek-baek dong sama gue," balas Shilla.Amel mencebik mendengar balasan Shilla. "Ayia, sana pergi! Siap-siap sana, masa pakai lo ke kantor Mas Raffa begini," usir Amel.Shilla mengeryitkan alis lalu bersidekap. "Emang kenapa dengan baju ini? Perasaan gak ada yang aneh deh," ujar Shilla.Amel menggerakan tangannya dan memegang lengan Shilla membawa telapak gadis itu ke pantatnya. "Coba liat tangan lo sekarang!" perintah Amel.Shilla langsung melihat telapak tangannya, karena disana terasa lengket. Matanya membulat lalu mencium cairan kental dan hitam tersebut. "Aish ... kena kecap." Perempuan itu langsung berbalik dan ternyata tempat tadi dia bersandar ada lelehan kecap. "Kamu tuh gimana sih, kok bisa sampe belepotan dimana-mana gini," gerundel Shilla. "Ya n
Tetapi perkataan wanita tersebut bernada sedikit tinggi. Amel yang melihat pertengkaran antara Mama dan anak itu hanya tertawa. Melihat sang Kakak ipar mentertawakannya, ia mencebik lalu melangkah pergi."Aishh ... dia malah marah, ya udah Mah. Kami pamit ke kantor Mas Raffa dulu ya, aku mau bawain bekel nih," ujar Amel.Wulan mengangguk dan Amel tidak lupa memintar agar sang mertua memberitahu Ibunya. Wanita itu bergegas mengejar Shilla, terlihat gadis tersebut kini tengah memanaskan kendaraan roda empat dan sedang berbincang dengan Mama Panji."Eh, Amel. Semangat ya, moga diperut kamu itu ada buah hati kalian, duh rasanya pengen banget gendong bayi." Mama Panji berujar kala Amel sudah di dekat mereka. Ia berkata sambil memegang perut istri Raffa. Mendengar hal itu Amel hanya mengulas senyum kecil lalu berpamitan. Shilla bergegas melajukan kendaraan roda empat tersebut."Kapan lo mau hamil keponakan gue, Mel? Banyak yang pengen gendong bayi tuh," celetuk Shilla.Amel menoleh menatap
Amel memutarkan bola matanya malas, wanita itu menghentikan langkah lalu bersidekap. Tatapan sinis terpancar di netra Shilla, ia menatap kesal sepupu Kayla ini. "Kenapa kalian ngeliatin sampe segitunya, perkataan gue bener kan," lontar Erika. Baru saja wanita itu hendak menyahuti, seseorang memanggilnya membuat dia menoleh. "Eh, Bu Bos dateng," sambut Siska.Siska langsung melirik sinis Erika. Ia bersidekap, menatap wanita yang kini berprofesi official girl. "Ngapain disini, sana pergi kerjain kerjaanmu!" perintah Siska. "Dan ... dandanmu gak sesuai sama pakaianmu, tolong make-up jangan ke tante-tante gitu."Cibir Siska, Erika yang mendengar itu langsung melotot. Ia menghentakan kakinya lalu memilih pergi. Karena dia melihat Raffa tengah berjalan ke arah sini."Kamu datang ke sini, Sayang. Kenapa gak langsung ke ruanganku," seru Raffa.Amel mendengar suara suaminya langsung menoleh. Ia sedikit berlari lalu berhamburan memeluk pinggang lelaki itu. "Suprise, oh iya. Sekarang kan
Raffa bergegas memberikan uang, takut dirinya makin di salahkan. Tetapi, wanita tersebut malah semakin kusut, ia menghentakan kaki lalu melangkah keluar ruangan. Melihat kepergian sang istri, Raffa menghela napas dan memilih tidak mengejar."Sebenernya apa sih salahku," gumam Raffa. Lelaki itu memijit keningnya yang terasa pusing, ia sudah letih memikirkan pekerjaan. Kini ditambah lagi Amel yang marah. Dengan frustasi, pria tersebut mengacak-acak rambut lalu berteriak."Cewek emang bikin pusing," dumel Raffa.Sedangkan di tempat lain, Shilla tengah menunggu makanan di antar. Kini perempuan tersebut berada di kantin kantor, ia mengeryitkan alis karena baru tau jika ada menu baru di sana. Kegemaran pada wanita, bahkan kini kebanyakan mereka memesan hidangan tersebut. "Wah, baru tau sekarang ada menu baru. Seblaknya enak lagi," lontar Shilla. Perempuan itu mencicipi hidangan tersebut saat pelayan yang mengantar belum pergi. "Eh, sejak kapan kalian nambahin beberapa menu ini?" tanya