Share

Chapter 2: Pertemuan Ke-2

Disya merenggangkan tangannya, rasanya duduk beberapa jam dengan soal quiz di depannya membuat gadis itu sangat lelah.

"Langsung pulang, atau kantin dulu?" tanya Yumna.

"Caffe E-go," tutur Disya cemberut.

"Ah elah, kesana mulu tiap hari, udah berjam-jam kita di sana cuman nunguin om-om itu doang, mana gak datang-datang pula!" cibir Fani.

"Namanya juga usaha, kalian tuh jahat banget sih sama aku," rengek Disya.

Fani memutar bola matanya jengah, namun dia akhirnya menuruti ucapan Disya.

Mereka keluar dari kelas berjalan menyusuri lorong-lorong kampus, sesekali mereka membicarakan beberepa hal, lebih tepatnya Disya membicarakan soal kejadian saat di caffe E-go beberapa hari yang lalu. Ya... kejadian di mana Disya di panggil 'Mommy' oleh Kai. Bukan Kai, namun Devan yang menjadi topik pembicaraan. Saking ingin bertemu lagi dengan Devan. Disya selalu datang lagi ke caffe E-go berharap dia akan bertemu lagi dengan Devan ataupun Kai. Namun nihil, mereka hanya membuang-buang waktu di sana.

"Stop! Itu Pak Devan 'kan?" ujar Alya yang membuat ketiga sahabatnya menghentikan langkahnya.

"Mana?" tanya Disya semangat.

"Itu!"

Disya langsung tersenyum sumringah, dengan cepat dia berlari menghampiri lelaki itu yang sedang berjalan di tengah-tengah bangunan kampus, dengan beberapa orang lainnya. Mereka terlihat sedang berbincang sambil melihat-lihat sekitar.

"Pak Devan," panggil Disya menarik bibirnya tersenyum.

Dengan refleks keempat orang di depan Disya menengok ke belakang.

Disya langsung berlari dan memeluk tubuh jangkung Devan, lelaki itu yang belum siap dengan pelukan Disya bahkan sedikit terhuyung kebelakang, tetapi dia kembali bisa menegakkan tubuhnya. Kejadian itu dilihat oleh semua mahasiswa yang kebetulan sedang ada di sana, bahkan ada yang sampai membelalakkan matanya, termasuk ketiga sahabat Disya.

Masalahnya kenapa Disya memeluk Devan, di hadapan Rektor Universitas Ganendra? Benar-benar tidak tahu malu!

"Daddy," ucap Disya mendongak menatap wajah tampan Devan. Namun tangannya masih memeluk tubuh lelaki itu. Devan sampai membelalakkan matanya saat Disya memanggilnya dengan sebutan itu.

"Pasti mau cari aku 'kan kesini," tutur Disya dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi.

"Mana Kai? Pak Devan gak bawa Kai kesini?" tanya Disya lagi.

"Ekhem!"

Karena deheman itu, Disya langsung menatap ke arah laki-laki paruh baya yang ada di samping Devan. Matanya langsung membelalak terkejut, rupanya itu salah satu dekan kampus. Disya buru-buru melepaskan tangannya yang sedang memeluk Devan, saat dia menoleh ke kiri betapa terkejutnya dia saat mendapati ada Rektor Universitas Ganendra juga wakilnya yang sedang memperhatikan Disya.

"M—maaf Pak, sa—saya salah orang!" Disya sedikit membungkukkan tubuhnya lalu dia berbalik dan berlari menghampiri sahabatnya yang juga sudah menutupi wajahnya dengan tas milik masing-masing dari mereka, tentu saja mereka malu!

"Disya! Kamu ya malu-maluin banget sih, astaga!" pekik Yumna saat mereka sudah berada di parkiran.

"Sorry," lirih Disya dengan wajah yang memerah.

"Sekali aja gak bikin malu bisa?" tanya Yumna yang sudah mulai mengomel.

"Iya maaf, mana aku liat di sana ada Pak rek—“

"Ya makannya liat-liat dulu dong, otaknya Pak Devan terus ya!" dumel Alya.

"Fani," rengek Disya mencoba meminta pembelaan, karena kedua sahabatnya sudah mulai memarahinya.

"Udah-udah, mending pulang deh ayo!" ajak Fani.

~✧✧✧~

"Siapa?" tanya Husein.

"Siapa apanya Pah?" tanya Devan balik bertanya kepada lelaki paruh baya yang sedang duduk di kursi kebesarannya. Matanya masih fokus menatap selembaran kertas yang berisi tulisan-tulisan bertinta hitam itu, walaupun sedang mengobrol dengan putra sulungnya.

"Perempuan tadi," ujar Husein.

Devan menatap Papahnya lalu dia mengangguk mengerti siapa yang di maksud olehnya. "Perempuan aneh," jawab Devan mengangkat bahunya acuh.

Husein mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas di depannya, lalu menatap Devan penuh selidik. "Dia bisa tahu nama kamu lho," tutur Husein.

"Dia perempuan yang di panggil mommy sama Kai, Pah."

"Oh, yang waktu itu Mamah ceritain? Kirain Papah, kamu main gitu sama dia."

"Hah? Main apa?"

"Gak banyak para pengusaha, pejabat yang punya simpenan perempuan-perempuan di belakang istrinya."

"Aku gak punya istri."

"Jadi dia—"

"Aku gak main-main sama perempuan, kalaupun iya aku main-main sama perempuan, tidak akan mungkin aku mau sama dia!"

Husein terkekeh mendengar penuturan anak pertamanya. "Kenapa gak mau? Dia cantik menurut Papah," ujar Husein.

"Cantik sih lumayan, gak jelek-jelek banget."

"Trus masalahnya?"

"Kecil!"

~✧✧✧~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status