Masuk06
"Om, nikah, yuk!" ajak Dilara, yang berhasil menegangkan badan Yasuo.
"Kita nggak bisa nikah, Ra," sahut Yasuo.
"Kenapa?"
"Pertama dan paling krusial, kita beda keyakinan. Kedua, perbedaan usia kita juga sangat jauh."
"Masalah agama, kita bisa nikah di Singapura, yang bisa nikah beda agama. Yang kedua, aku nggak keberatan punya suami yang umurnya jauh lebih tua."
"Enggak segampang itu. Keluarga kita pasti menentang masalah pertama dan kedua."
"Kita yang menjalani, Om. Bukan mereka."
"Tapi ...."
"Aku cinta sama Om."
"Ra, ini bukan soal cinta. Tapi komitmen hidup."
Dilara menjauhkan diri dan menatap Yasuo lekat-lekat. "Om itu cinta pertamaku. Dari dulu rasa ini nggak pernah berubah."
Yasuo tertegun sesaat, lalu dia menjawab, "Sekali lagi kutegaskan. Ini bukan tentang cinta. Tapi, menikah itu adalah komitmen hidup, Ra. Aku sudah gagal sekali, dan nggak mau terulang lagi. Makanya, aku sangat berhati-hati dalam mencari istri kedua."
"Kenapa Om jadi pesimis? Yang kutahu, Om itu orangnya optimis banget."
"Itu karena perjalanan hidup tidak semudah teori."
Dilara menggeleng. "Menurutku bukan itu, tapi karena Om takut jatuh cinta, lalu terluka untuk kesekian kalinya."
"Ehm, ya, kamu benar. Aku takut salah pilih orang untuk dicintai, karena yang dulu sudah membuat luka di hatiku, dan sampai sekarang belum sembuh total."
"Aku beda sama mantan istri Om."
"Aku tahu itu. Kalian dua orang yang bertolak belakang. Tapi, seperti yang tadi kubilang, ini bukan hal gampang untuk diputuskan."
"Kenapa nggak kita coba dulu? Setelah 5 tahun, kalau memang nggak berhasil, kita pisah baik-baik."
"Kamu dengar nggak tadi aku bilang apa? Aku nggak mau gagal lagi. Kalau pun nanti aku menikah, itu akan jadi yang terakhir dalam hidupku."
"Kalau begitu, lakukan. Nikahi aku."
"Ra, dengar dulu."
"Aku cinta sama Om. Aku nggak peduli kalau harus dibuang keluarga, karena menikah sama Om. Aku cuma pengen kita terus bersama, dan membina kehidupan yang lebih baik!"
Dilara bangkit berdiri dan jalan keluar kamar sambil menghentakkan kaki. Dia membuka pintu dan keluar, lalu membanting pintu itu hingga menimbulkan suara kencang.
Yasuo masih terpaku. Selama beberapa saat dia menggerutu sambil menyugar rambut, karena kesal menghadapi kelakuan Dilara yang keras kepala.
Puluhan menit berlalu. Yasuo keluar dari kamar Dilara. Dia celingukan mencari perempuan itu yang ternyata tengah duduk di kursi balkon.
Yasuo memasuki kamarnya untuk bertukar pakaian. Kemudian dia keluar menuju dapur, guna membuat makanan yang gampang dan cepat dihidangkan.
Aroma harum masakan yang menguar dari dapur, menyebabkan perut Dilara keroncongan. Namun, karena masih marah pada Yasuo, Dilara bertahan di kursi balkon dan terus mengunyah biskuit gandum, yang tadi diambilnya dari meja pantry.
"Ra, makan, yuk!" ajak Yasuo sembari memindahkan beberapa burger mini buatannya, dari talenan ke dua piring. "Ra, sini," panggilnya, sembari melepaskan celemek dan mengaitkannya ke gantungan dekat kulkas.
Yasuo memandangi perempuan yang masih bergeming. Pria berkaus hijau botol itu mendengkus pelan, sebelum mengangkat kedua piring dan membawanya ke balkon.
Yasuo meletakkan piring bagian Dilara ke meja. Lalu dia berputar dan kembali ke pantry guna mengambil botol saus. Yasuo berpikir sesaat, sebelum duduk di sofa ruang tengah dan bersantap sambil menonton televisi.
Sekali-sekali Yasuo akan melirik Dilara melalui pintu balkon yang terbuka lebar. Yasuo mengulum senyuman, ketika Dilara akhirnya mengambil piring dari meja dan menikmati hidangan dengan cepat.
Matahari bergerak naik melewati kepala. Yasuo mendorong laptop di meja, sebelum memijat matanya yang terasa lelah. Setelah beberapa jam membaca laporan.
Suasana sunyi itu terpecahkan dengan bunyi pesawat telepon di dinding ruang tengah. Yasuo hendak bangkit untuk meraih benda itu, tetapi Dilara telah lebih dulu menyambar gagang telepon.
Tidak berselang lama, kedua ajudan Yasuo muncul dari pintu depan yang dibukakan Dilara. Dakhdaar dan Emryn sempat terkejut melihat perempuan itu masih berada di mansion Yasuo, tetapi keduanya tidak mengatakan apa pun dan mendatangi sang bos untuk menyalami Yasuo dengan takzim.
"Kamar kalian dipakai. Nanti kalian tidur di kamar Mirai," tutur Yasuo, sesaat setelah kedua pengawalnya duduk di sofa seberang.
"Enggak usah, Pak. Kami bisa tidur di sini," tolak Emryn.
"Ya, sofa bed-nya dibuka," sahut Dakhdaar.
"Muat, nggak?" tanya Yasuo.
"Muat, Pak. Kami langsing," balas Emryn.
Yasuo berpikir sesaat, lalu dia berkata, "Gini aja. Nanti kita belanja. Beli kasur lipat. Biar tidurnya lebih leluasa."
"Enggak usah, Pak. Cuma dua malam ini. Lusa, aku dinas ngawal Bang Hisyam ke Kalimantan," ungkap Emryn.
"Berapa lama kamu dinas?"
"Tiga hari. Aku pulang, gantian Dakhdaar yang ngawal Bang Yusuf ke Sumatera."
"Apa sudah mulai mentoring?"
"Kayaknya. Kami nunggu perintah 3 robot aja, terserah mereka mau nempatin kami di mentor mana."
"Jangan bilang terserah. Tahunya kalian dapat mentor Yanuar, atau Yono."
"Tidak!" pekik Dakhdaar. "Horor itu. Ngeri aku," sambungnya sembari menggeleng.
"Aku pasti jadi zombie kalau jadi asisten mereka," keluh Emryn.
"Makanya itu. Doa serius. Minta ke Tuhan supaya dapat mentor bagus," papar Yasuo.
"Aku pengen sama Bang W, itu yang senior. Bawahan dikit, mau masuk grup Bang Ari," cetus Dakhdaar.
"Kalau aku, antara Bang Zulfi atau Bang Yoga. Bawahnya, ke Bang Lazuardi. Tujuan akhirku, manajer PB atau PBK," pungkas Emryn.
"Kenapa nggak jadi direktur?" desak Yasuo.
"Otakku nggak sanggup, Pak," jelas Dakhdaar.
"Itu khusus buat robot, Pak. Aku masih manusia," cakap Emryn.
Halo, ketemu lagi dengan Emak OY. Kali ini, Yasuo yang naik panggung. Yang baca Tergoda Suami Sewaan dan Jodoh Wasiat Istri, pasti sudah kenal Yasuo.Dia juga muncul di MyLovely Bodyguard, Jaring Cinta Sang Bodyguard, Terserah Daun Muda, dan Cutie Bodyguard. Follow akun penulis dan baca semua cerita Emak di Goodnovel ^^
50Vasant berulang kali mengubah posisi kaki. Dia kesulitan menenangkan diri, dalam pemeriksaan tim penyidik pada dirinya, dengan kapasitas sebagai saksi. Nama Vasant disebut Miko sebagai perantara, yang mempromosikan jasa preman sewaan, pada kedua saksi lainnya. Naomi dan Clive juga sudah dipanggil pihak berwajib, tetapi keduanya belum muncul, dengan alasan masih berada di luar negeri. Selain ketiga orang tersebut, polisi juga memanggil Darko, Indy, Fincent, dan Claudia. Darko dan Indy telah datang tadi pagi guna memberikan kesaksian, tentang pengetahuan mereka dalam penyerangan dua hari silam, di perumahan elite 8 cluster milik BHANDHIT Company, yaitu perusahaan properti milik Tio dan teman-temannya. Kesepuluh petinggi PB dan PBK juga turut diperiksa sebagai saksi. Begitu pula dengan Nawang, Kelvan, Nirwan, dan puluhan anggota tim ajudan lapis 10 sampai 15, yang turut terlibat dalam pertempuran dua malam lalu. Setelah diinterogasi selama hampir 6 jam nyaris tanpa jeda, akhirnya
49Herjuno bangun sembari meringis. Dia merintih, karena sekujur badannya sakit. Laki-laki muda berusia 22 tahun itu memerhatikan sekitar, sebelum menyadari jika dirinya telah berada di rumah Aditya. Pintu terbuka dan seorang perempuan bermata besar memasuki ruangan. Alodita mendekati tempat tidur, lalu duduk dan meletakkan meja kecil berkaki, di ujung kasur. "Bangun, Dek. Makan, lalu, mandi, habis itu keluar. Para Abang lagi rapat di ruang tamu," tutur Alodita sembari mengamati Adik iparnya dengan saksama. "Mukamu, make up-nya lucu," selorohnya. "Ini kerjaan suami Teteh. Nggak ada dia ngerem tenaga. Ninju dan nendang aku dengan semangat membara," keluh Herjuno. "Abangmu memang, gitu. Nggak peduli itu Adik atau sahabat, berantemnya penuh dendam kesumat." "Pundakku sakit, Teh. Habis dibanting Abang." "Minta periksa sama Padre. Beliau ada di depan." "Hu um." "Ayo, buruan makan. Sebelum kesabaran mereka habis dan menyerbu ke sini." Hampir 40 menit berselang, Herjuno keluar dari
48Sekelompok orang bermasker hitam menyembunyikan puluhan motor di belakang pos satpam terbesar, yang berada beberapa meter sebelum bundaran air mancur, yang memisahkan banyak cluster perumahan elite. Setelahnya, kelompok bersetalan serba biru tua dan menggunakan selempang hijau, berpencar ke taman di sisi kanan dan kiri jalan besar itu.Keempat petugas keamanan mengawasi sekeliling, sambil menahan kecemasan dalam hati masing-masing. Meskipun mereka satpam PB dan sudah beberapa kali membantu tim PBK saat perang, tetap saja mereka khawatir dengan penyerangan kali itu.Detik berganti dengan lambat. Kala terlihat banyak sinar lampu dari kejauhan, keempat satpam segera pindah ke dekat portal besi, yang menjadi perisai pertama ke banyak cluster perumahan mewah itu. Kelompok ajudan yang tengah bersembunyi, mulai melemaskan tangan dan kaki masing-masing. Mereka bergantian mengintai ke depan, untuk memastikan kedatangan banyak sinar, yang diyakini sebagai lampu mobil.Keempat satpam berter
47 Sudut bibir Wirya berkedut, sebelum akhirnya dia tertawa. Akibat celotehan Dilara, yang ingin mengabadikan namanya sebagai nama putra dan putri Dilara kelak. Yasuo yang turut membaca pesan dari kekasihnya itu, ikut terkekeh. Demikian pula dengan kedua asisten Wirya, yang tengah bertamu. Yasuo menghentikan tawa, ketika mendengar suara Marwa, yang menyampaikan pesan dari mamanya. Keempat pria itu berdiri dan jalan ke teras belakang rumah Bayazid, yang terhubung langsung dengan teras panjang kediaman Wirya. Lengkingan tangisan Shahzain menyebabkan Wirya bergegas memasuki rumah, dan mendatangi sang bayi yang baru selesai diganti popoknya, oleh Bayazid. Wirya merunduk untuk mengambil putra bungsunya yang berusia 4 bulan. Tangisan Shahzain langsung berhenti, ketika diayun ayahnya dan dinyanyikan Jariz dengan suara cukup merdu. "Om suaranya makin bagus," puji Marwa, sembari memandangi Adik Jauhari tersebut. "Abang, Wa. Bukan Om," sahut Jariz. "Masa ke calon suami, manggilnya Om?" go
46Jalinan waktu terus bergulir. Yasuo telah pindah ke rumah anak pertama Wirya. Yasuo memilih tempat itu, supaya tidak mengganggu para sahabatnya yang telah berkeluarga. Setiap pulang kerja, Yasuo akan mampir ke rumahnya untuk mandi dan makan malam. Sekaligus mengecek keadaan Dilara dan Mirai. Meskipun cemas, tetapi Yasuo tetap berusaha bersikap tenang, agar Dilara dan Mirai tidak bertambah panik.Wirya mengerahkan Sabqi, Fitra, dan Rakhsan, untuk menjadi pengawal cadangan. Supaya Emryn, Dakhdaar, Nisfura, dan Yarissa, bisa bergantian libur. Wirya tidak mau keempat ajudan muda itu tegang berlebihan, yang bisa membuat kondisi bertambah kacau. Awal malam itu, Yasuo bersantap sambil menahan kegundahan hati. Dia telah dihubungi Deswin, yang mendapatkan informasi terbaru dari Kashif, jika Miko dan anak buahnya tengah berkemas. Yasuo melirik Emryn, Dakhdaar, Yarissa, dan Fitra, yang balas memandanginya sesaat, sebelum kembali meneruskan bersantap. Setelahnya, Fitra berdiri dan mengajak
45*Grup Rahasia*Herjuno : Ladies and gentleman, kumpul dulu di sini.Kashif : Ada kabar baru, tentang vas bunga.Kenji : Kenapa lagi dia? Herjuno : Dia nyewa kelompok Miko, buat melaksanakan serangan ke Pak Yasuo dan Kak Dilara.Kashif : Dia punya partner baru. Naomi, mantan istri Pak Yasuo, dan kakaknya Naomi, aku lupa namanya.Wirya : Kakaknya, Clive. Adiknya, Fincent dan Claudia.Fikri : Aku boleh maki Naomi, nggak, sih? Zulfi : Mangga, @Fikri.Fikri : Wanita gila! Mukti : Jahat banget dia. Yoga : Astaghfirullah! Aku jadi emosi!Zikria : Aku pengen gampar Vasant pakai nampan stainless steel! Alvaro : Ajudannya mana, nih? Lazuardi : Tensiku langsung naik.Andri : Ya, Allah. Orang-orang brengsek itu, nggak kapok-kapok! Kimora : Aku mau ngelus Naomi pake bakiak berpaku!Haryono : Aku kesel, eee!Nisfura : Astaga! Langsung deg-degan aku.Yanuar : Mereka, setan!Yarissa : Aku gemetaran!Dimas : Menjauh dari Dilara, @Rissa. Jangan sampai dia lihat kamu panik.Yarissa : Ya, @Bang







