แชร์

Bab 05

ผู้เขียน: Olivia Yoyet
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-14 21:37:23

05

Dilara mengaduk-aduk mi ayam di mangkuk, tanpa berniat menyantapnya. Gadis bermata cukup besar itu masih memikirkan ucapan sang mama tadi siang, yang membuat mood-nya berantakan. 

Dilara dan Yasuo sudah berdiskusi. Pria berhidung bangir itu menyarankan agar Dilara mengungkapkan semuanya pada Hamzah dan Mega. Terutama karena Dilara tidak berniat untuk meneruskan hubungannya dengan Vasant. 

"Dimakan, Ra. Jangan cuma diaduk dan dipandangin," cetus Yasuo yang mengejutkan perempuan di seberang meja. 

"Aku ... nggak mood buat makan," kilah Dilara. 

"Enggak enak?" 

"Enak. Cuma hatiku yang kacau."

"Karena balon hijau meletus?" 

"Ha?" 

Yasuo mengulum senyuman. "Bercanda. Supaya kamu senyum." 

"Ehm, ya." 

"Ke siniin mi-nya. Kuhabiskan." 

"Jangan. Ini, kan, bekasku." 

"No problem."

"Om nggak jijik?" 

"Kenapa harus jijik? Kamu, kan, nggak menderita penyakit menular." 

"Bukan itu, tapi ini beneran bekasku." 

"Om masih lapar. Daripada mesan lagi, mending itu aja yang dihabiskan."

"Tapi ...."

Yasuo mengulurkan kedua tangan dan menarik mangkuk yang masih penuh itu ke dekatnya. Tanpa memedulikan protes Dilara, Yasuo menikmati makanan itu dengan cepat.

Dilara tertegun sesaat. Dia tidak menduga jika Yasuo tetap santai menikmati makanan bekasnya. Tanpa sadar Dilara terus mengamati pria itu, hingga Yasuo menuntaskan bersantap. 

Dilara mengangkat alis kala Yasuo memesan bakso tambahan pada pegawai kedai itu. Dilara meringis ketika pria tersebut juga menambah pesanan es campur, untuk dibawa pulang.

Hampir 30 menit berikutnya, Yasuo dan Dilara telah berada di mansion. Keduanya duduk berdampingan sambil menonton drama China di televisi.

Yasuo terkesiap saat Dilara menyandar ke bahu kirinya. Dengkuran halus yang terdengar dari bibir gadis itu, menjadikan Yasuo menyadari jika Dilara telah tertidur. 

Yasuo memegangi badan Dilara dan membaringkan gadis tersebut ke pangkuannya. Yasuo merapikan anak rambut yang menutupi wajah Dilara, dan menyelipkannya ke telinga perempuan tersebut. 

Yasuo mengamati paras ayu perempuan muda, yang sejak dulu memang manja padanya. Yasuo tersenyum saat teringat ucapan Hamzah, jika putri sulungnya merupakan anak bungsunya. Sebab Dilara memang lebih manja dari Dhyani dan kedua saudaranya. 

Yasuo mengusap pelan pipi Dilara yang halus. Terbayang kembali masa kecil hingga remaja gadis itu, yang kerap memeluknya jika mereka bertemu. 

Yasuo terdiam ketika satu kesadaran menyentil hatinya. Pria tersebut baru sadar jika Dilara sudah menjadi perempuan dewasa, dan bukan lagi remaja. 

Malam kian larut. Yasuo memadamkan televisi. Dia mengangkat kepala Dilara dengan hati-hati, lalu bangkit perlahan. Yasuo membungkuk untuk menggendong Dilara. 

"Berat juga kamu," ucap Yasuo, sebelum melangkah cepat menuju kamar tamu. 

Dia membuka pintu dengan susah payah, sebelum memasuki kamar dan merebahkan Dilara ke kasur. Yasuo menegakkan tubuh sambil memandangi gadis itu sesaat. Kemudian dia berbalik dan hendak beranjak keluar. 

Igauan yang disertai teriakan Dilara, mengejutkan Yasuo. Dia berpikir sejenak, lalu menutup pintu kamar, dan kembali mendekati Dilara. Yasuo duduk di tepi kasur sembari mengusap pelan lengan gadis tersebut. 

"Ra, kamu mimpi apa?" tanya Yasuo, sesaat setelah Dilara membuka matanya.

Gadis berambut panjang itu tidak segera menyahut. Melainkan bangkit duduk dan memerhatikan sekeliling. Dilara mengusap dadanya sembari menghela napas lega. 

"Aku mimpi, Vasant datang lagi," cicit Dilara. "Dia meluk dan mau nyiumin aku, tapi aku berontak," lanjutnya.

"Terus?" desak Yasuo.

"Aku kebangun." 

"Berarti dia nggak sempat nyiumin kamu?" 

"Hu um, tapi bibirnya udah dekat banget. Kayak nyata, gitu." 

Yasuo mengangguk paham. "Mungkin itu bayangan yang kemaren." 

"Maybe." 

"Sekarang, tidur lagi." 

"Aku mau ke toilet." 

"Oke." 

"Aku juga pengen minum." 

"Nanti Om ambilkan." 

Tidak berselang lama, Dilara keluar dari toilet kecil di ujung kiri kamar. Dia mendekati kasur dan duduk di tepi. Sebelum mengambil gelas yang diberikan Yasuo.

"Om tinggal, ya," ujar Yasuo, sesaat setelah Dilara menghabiskan separuh isi gelasnya. 

Dilara mengangguk. Dia berdiri dan hendak mengantarkan Yasuo ke pintu, tetapi Dilara limbung dan akhirnya jatuh menimpa Yasuo yang terdorong ke kasur. 

Dilara mengerjapkan matanya, sebelum nekat menunduk dan mengecup bibir sang om, yang seketika membeliakkan mata. Dilara meneruskan kecupan dengan mengisap bibir pria itu.

Yasuo terhipnotis dan membiarkan dirinya diciumi. Alih-alih menolak, pria itu justru membelai pipi Dilara yang membalas dengan mengusap rambutnya. 

Cecapan lembut berubah menjadi lebih menuntut. Dilara mendesah ketika Yasuo memutus pagutan dan beralih menciumi lehernya. Dilara menggerakkan tubuhnya tanpa menyadari bila hal itu sukses memancing hasrat lelaki di bawahnya. 

Yasuo menarik Dilara hingga telentang di kasur. Pria itu melanjutkan cumbuan dengan sangat ahli, tanpa memikirkan jika gadis tersebut terlarang untuknya. 

Yasuo tertegun saat Dilara bangkit duduk dan melepaskan piamanya. Dilara melemparkan benda itu ke lantai, lalu menarik kaus Yasuo hingga terlepas. 

Dilara terpaku ketika pria tersebut mengusap area depan tubuhnya, sebelum merebahkan Dilara kembali, dan menggeser bibirnya menyusuri leher hingga perut perempuan tersebut.

Sentuhan lidah panas Yasuo yang bergerak pelan menyusuri kulitnya, menjadikan desahan Dilara mengencang. Gadis itu tidak bisa menolak kala tangan Yasuo menari menyentuh setiap inchi kulitnya. 

Dilara tidak ingat kapan sisa kain di tubuhnya terlepas. Gairah yang melingkupi diri membuat Dilara tidak menolak, saat jemari Yasuo bergerilya di area bawah, dan menyentuh bagian sensitifnya. 

Napas Dilara terengah-engah menikmati sentuhan yang belum pernah dirasakannya. Dilara membuka mata ketika Yasuo memposisikan diri di atasnya, lalu menciumi Dilara dengan penuh nafsu. 

Dilara mengaduh ketika sesuatu mendesak bagian bawah tubuh. Dia menjerit saat Yasuo memasukinya, sebelum pria itu berhenti.

"Kamu masih perawan," bisik Yasuo. 

"Ya," balas Dilara. 

Yasuo hendak menarik diri, tetapi Dilara justru mengalungkan tangan di lehernya. Yasuo terdiam sesaat, sebelum Dilara menciuminya. 

"Lanjutkan," rintih gadis itu, seusai memutus ciuman. "Jadikan aku milikmu," pintanya sembari menatap Yasuo dengan sorot mata penuh nafsu.

"Kamu yakin?" tanya Yasuo.

"Ya." 

"Nggak bisa dikembalikan lagi, Ra." 

"Aku tahu."

"Tapi ...." 

"Puaskan aku." 

Yasuo memandangi perempuan dalam dekapan. Lalu menunduk untuk kembali mencumbui Dilara. Yasuo menggerakkan dirinya lebih dalam, hingga berhasil memasuki Dilara yang menjerit tertahan. 

Pria itu berhenti sesaat untuk memberi waktu pada Dilara, supaya lebih tenang. Setelahnya Yasuo melanjutkan aktivitas menyenangkan itu sembari terus menciumi Dilara. 

Seisi ruangan menjadi saksi penyatuan kedua insan yang melupakan semua norma. Mereka meneruskan berbagi peluh tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi di masa mendatang.

Dilara mengikuti gerakan Yasuo, sembari menghafal lekuk tubuh pria tersebut. Dilara tersentak saat sensasi aneh membuatnya mengerang nyaris tanpa jeda. 

Perempuan itu bergerak-gerak, sebelum memekik seiring dengan pelepasan gairahnya. Dilara kaget, karena sensasi itu masih terasa dan dia menyemangati Yasuo untuk melanjutkan pertempuran. 

Keringat mengucur dari setiap pori-pori tubuh tidak mereka hiraukan. Keduanya terus bergerak dan menikmati setiap gesekan, sembari memejamkan mata. 

Dilara kembali berteriak yang disusul Yasuo dengan lenguhan panjang. Tubuh keduanya bergetar seiring pelepasan di titik tertinggi kenikmatan duniawi. 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 05

    05Dilara mengaduk-aduk mi ayam di mangkuk, tanpa berniat menyantapnya. Gadis bermata cukup besar itu masih memikirkan ucapan sang mama tadi siang, yang membuat mood-nya berantakan. Dilara dan Yasuo sudah berdiskusi. Pria berhidung bangir itu menyarankan agar Dilara mengungkapkan semuanya pada Hamzah dan Mega. Terutama karena Dilara tidak berniat untuk meneruskan hubungannya dengan Vasant. "Dimakan, Ra. Jangan cuma diaduk dan dipandangin," cetus Yasuo yang mengejutkan perempuan di seberang meja. "Aku ... nggak mood buat makan," kilah Dilara. "Enggak enak?" "Enak. Cuma hatiku yang kacau.""Karena balon hijau meletus?" "Ha?" Yasuo mengulum senyuman. "Bercanda. Supaya kamu senyum." "Ehm, ya." "Ke siniin mi-nya. Kuhabiskan." "Jangan. Ini, kan, bekasku." "No problem.""Om nggak jijik?" "Kenapa harus jijik? Kamu, kan, nggak menderita penyakit menular." "Bukan itu, tapi ini beneran bekasku." "Om masih lapar. Daripada mesan lagi, mending itu aja yang dihabiskan.""Tapi ...."Yas

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 04

    04 Dilara memindai sekitar kamar tamu yang telah diubah sedikit letak kasurnya. Gadis bersetelan piama merah muda itu tersenyum tipis. Dia cukup puas dengan pengaturan tempat tidur yang sudah sesuai dengan keinginannya. Dilara mengalihkan pandangan ke lemari. Baju dan banyak aksesorisnya telah tersusun rapi. Demikian pula dengan beberapa tas dan sepatu, yang diatur berdempetan di bagian bawah. Tatapan Dilara beralih ke jam dinding. Dia membulatkan mata, karena baru menyadari bila waktu sudah bergeser ke tengah malam. Dilara keluar dari kamar terkecil di mansion itu. Dia menuju pantry untuk mengambil botol minumannya di kulkas. Dilara hendak kembali ke kamar, kala mendengar suara Yasuo. Dilara berpindah ke dekat pintu balkon. Dia mengamati lelaki tersebut yang tengah berdiri di dekat tembok, sembari berbincang dengan seseorang melalui sambungan telepon. "Aku nggak tahu, besok bisa atau nggak ke sana, Wid," cakap Yasuo. "Aku tahu, Mas memang sengaja menghindariku," balas Widya Ma

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 03

    03 Dilara memandangi deretan baju perempuan di lemari kamar kedua, yang bersebelahan dengan kamar tamu. Dia memilih setelan tunik hijau muda, lalu menarik benda itu. Dilara menutup pintu lemari, sebelum berpindah ke depan cermin. Dilara bergegas berpakaian, kemudian menyisiri rambutnya. Dilara bersyukur dalam hati, karena Mirai telah mengizinkan Dilara meminjam bajunya. Tadashi Mirai Shiori adalah Adik bungsu Yasuo. Usianya sama dengan Dilara dan hanya berbeda bulan. Mirai sudah beberapa kali ikut Yasuo dinas ke Jakarta, karena gadis itu tengah dipersiapkan untuk menggantikan tugas Kakak tertuanya tersebut. Sebab itu Mirai meninggalkan puluhan pakaiannya di kamar itu.Yasuo dan tim Eropa, akan melakukan proyek besar di salah satu kota indah di Inggris. Yasuo yang menjadi pimpinan proyek, akan menetap di sana hingga proyek tuntas dikerjakan. Yasuo tergabung di grup 4 PG, alias Perusahaan Gabungan buatan Artio Laksamana Pramudya, yang akrab dipanggil Tio. PG beranggotakan 50 pengusa

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 02

    02Yasuo termangu, saat Dilara tiba-tiba muncul di lobi utama gedung apartemen yang ditempatinya. Wajah tegang Dilara menjadikan Yasuo membatalkan niatnya untuk bertanya, dan langsung mengajak gadis itu ke lift khusus penghuni mansion. Sepanjang jalan lift itu Dilara sama sekali tidak mengatakan apa pun. Dia baru menceritakan semuanya, setelah tiba di mansion sang om. Yasuo terkesiap sesaat, sebelum dia meraih ponsel dari meja guna menelepon Emryn, yang tengah libur dan menginap di kediaman Fikri, Kakak sepupunya. Yasuo menerangkan maksudnya dan Emryn berjanji akan mengecek ke unit apartemen Dilara. "Kamu tenang, ya, Ra. Emryn akan segera ke sana. Dia pasti mengajak semua sepupunya buat ngecek unitmu," cakap Yasuo seusai menutup sambungan telepon. "Aku benar-benar marah sama Vasant. Bisa-bisanya dia memaksa masuk!" desis Dilara sembari mengepalkan kedua tangannya. Yasuo menepuk pelan punggung tangan kiri Dilara. "Tindakanmu sudah benar, dan Om kagum dengan keberanianmu." Dilara

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 01 - Pacaran Dengan Anak Kecil?

    01"Om, bisa bantu aku?" tanya Dilara Athreya, sembari menatap pria bersetelan jas biru itu lekat-lekat. "Bantu apa, Ra?" Tadashi Yasuo balas bertanya. "Ada mantanku di sini. Dari tadi dia maksa aku buat ikut dengannya," jelas Dilara. Yasuo mengangkat alisnya. "Mantanmu? Yang mana?" "Mas Vasant. Dia ada di situ." Dilara mengarahkan dagu ke sisi kanan, di mana sekelompok pria muda tengah berkumpul. Yasuo memerhatikan lelaki yang dimaksud, lalu dia kembali mengarahkan pandangan pada putri sulung sahabatnya, Hamzah Naranaya. "Oke. Apa rencanamu?" tanya Yasuo. "Kita pamitan sama pemilik acara. Terus, kita keluar dari sini," terang Dilara. Yasuo memindai sekitar. "Tunggu sebentar. Om mesti pamit sama teman-teman dulu." "Aku ikut." Yasuo tidak menyahut dan membiarkan lengan kirinya digandeng gadis bergaun panjang ungu. Yasuo mengarahkan Dilara menyambangi sekelompok pengusaha senior, dan berpamitan. Belasan menit terlewati. Keduanya telah berada di mobil sedan mewah milik Yasuo.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status