LOGIN“Ahhh!”
“Apa?! Ada apa?!”
Lexton terbangun panik mendengar teriakan. Sang taipan bahkan sempat melompat dari sofa, saking kagetnya.
Tak tega meninggalkan Ivy sendirian semalam, Lexton memutuskan untuk tidur di sofa hotel.
Baru kali ini juga seorang presiden direktur Tanverra Holdings yang super kaya terpaksa tidur di sofa. Kalau sampai kakak-kakak perempuannya tahu, mereka pasti akan tertawa tanpa henti.
Tidak mungkin juga ia tidur dengan anak yang masih berusia 18 tahun itu. Dari kartu pelajar, semalam Lexton mengetahui bahwa Ivy adalah murid kelas 3 SMA.
Mencari sumber teriakan, Lexton mengamati sekeliling dan menghela napas panjang. Ia melihat Ivy duduk di atas kasur.
“Astaga! Bilang dong, kalau kamu sudah bangun!”
Selimut putih yang tebal membungkus tubuh Ivy seolah menjadi pertahanan terakhir gadis itu.
Sadar kalau Ivy mungkin ketakutan, Lexton pun bertanya sambil melangkah mendekat. “Nama kamu Ivy, kan? Saya Lexton.”
Berangsur, kepanikan Ivy berubah setelah ia mengamati Lexton lebih dekat lagi.
“Ah ….”
Teriakan yang tadinya melengking dan panjang itu kini berubah nada menjadi landai seolah menggoda.
Lexton mengernyitkan dahi, heran menghadapi gadis antik di depannya itu. Tak peduli dengan semua itu, Lexton mencoba menjelaskan mengenai kejadian semalam.
“Intinya, saya ini nolongin kamu, Nona!” Lexton mengakhiri ceritanya.
Namun, Ivy terlihat seperti tidak mendengar apa yang Lexton katakan.
Kesal karena merasa diabaikan, Lexton berkacak pinggang dan bertanya, “Hey, kenapa malah bengong?! Kamu dengerin saya, nggak? Hello! Earth to Ivy!”
Membuatnya terkejut, ternyata Ivy mengangguk. Namun, ucapan selanjutnya membuat Lexton tercengang sepersekian detik.
Karena, gadis muda yang akan berusia 19 tahun beberapa minggu lagi itu malah berkata, “Kamu tampan sekali, Kak! Aku seperti sedang ada di dunia dongeng!”
Lexton tak bisa berhenti tertawa.
“Kamu! Terlalu banyak nonton drama!” ujar Lexton di sela tawanya yang mulai mereda. “Atau kamu ini lagi godain aku, hm?”
Lexton duduk, mendekat pada Ivy yang menurutnya sedang merayu dia. Anehnya, Lexton tidak keberatan sama sekali dengan godaan itu.
“Ge-er banget! Aku cuma bilang apa yang aku lihat. Kamu ganteng, ya ganteng!”
Lexton kembali tergelak.
“Oke, oke. Tapi yang paling penting, kamu percaya ‘kan, aku nggak ngelakuin apa-apa sama kamu? Aku benar-benar nolongin kamu dari orang-orang jahat semalam! Oke?”
Tanpa ragu Ivy mengangguk. “Oke! Aku percaya kok! Soalnya kakak ganteng!”
“Hahaha! Ganteng otomatis bisa dipercaya! Nice!” ledek Lexton tak bisa menebak isi pikiran gadis aneh itu.
Namun, setidaknya Lexton bisa tenang. Ia tidak akan dituduh bahkan dilaporkan sebagai pria mesum yang tidur dengan gadis di bawah usia matang.
Sementara Ivy nampak lebih rileks dan mulai membuka selimutnya, Lexton mencoba mencari tahu apa alasan kejadian semalam menimpa gadis itu.
“Kenapa semalam bisa begitu, Ivy? Kayaknya temen-temen kelas kamu yang rencanain ya? Mereka kenapa jahat begitu?”
Mendengar itu, netra Ivy membulat. Bukan berarti ia kaget karena tidak tahu, melainkan karena ia tidak menyangka Lexton bisa menebak dengan tepat.
Tertangkap basah oleh orang setampan Lexton, kalau dia menjadi anak yang dirundung, membuat Ivy malu setengah mati.
Dengan lincah, Ivy melompat lalu berlari menuju kamar mandi sambil berteriak dengan nada meledek, “Nggak tahu ….”
Mulut Lexton menganga melihat kelakuan absurd anak lulusan SMA itu. “Hahaha!”
Jika harus membandingkan dia dengan keponakannya yang juga bersekolah di tempat yang sama dengan Ivy, kelakuan mereka jauh berbeda.
Samantha—keponakan perempuan Lexton, adalah tipe anak yang angkuh. Tidak ingin sembarangan didekati. Menarik diri di belakang garis.
“Ivy ini jenis makhluk apa sebenarnya?” gumam Lexton masih dengan sisa-sisa tawanya. “Dia nggak tahu sedang berhadapan dengan siapa sepertinya!”
Namun, bertolak belakang dengan ucapan Lexton yang terdengar seperti orang tersinggung itu, ia malah terkekeh geli.
“Baru kali ini ada yang bisa ngobrol santai denganku,” ujar Lexton bermonolog sambil menggeleng heran. “Nggak sibuk cari muka atau kecentilan.”
Lexton bahkan sebenarnya sudah menyerah dengan ide menikah. Semua perempuan yang mendekatinya, tidak pernah benar-benar mencintainya.
Bagi mereka, Lexton hanya bonus dari harta keluarga Tan yang melimpah. Bukan sebaliknya.
Berniat mengantar Ivy pulang, Lexton memtuskan untuk berganti pakaian. Ia bisa mandi setelah nanti sampai di rumah.
Tengah mengancingkan kemejanya, tiba-tiba Lexton mendengar suara pintu kamar mandi terbuka.
Baru saja Lexton akan memberitahu Ivy untuk turun sarapan dengannya sebelum pulang, tetapi gadis muda itu malah tertangkap basah berbelok ke arah pintu dan berteriak, “Aku pulang dulu!”
Sambil tergelak, Lexton melesat secepat kaki berlari dan menarik tubuh Ivy dalam dekapannya, dengan satu tangan.
“Astaga!”
Lexton benar-benar dibuat terbahak dengan tingkah unik Ivy. Ia membawa tubuh Ivy seperti mengangkat karung beras di samping tubuhnya.
Entah mimpi apa Lexton belakangan ini, sampai bisa bertemu gadis seperti Ivy. Ia pun berkomentar, “Sudah lama banget saya nggak ngadepin anak rebellious kayak kamu!”
“Kak, turunin aku!”
“Wow!”Semua mata memandangi gaun Ivy yang memang luar biasa cantik. Mendiang ibunda Ivy—Adelle Whitmore, adalah model yang cukup terkenal di luar negeri. Terutama di negara Nexare. Namun, ia melepas semua itu demi mengikuti ayah Ivy—Vincent Adinata kembali ke tanah air Sundhara.“Ew! Please lah!” Mereka langsung kecewa begitu melihat Ivy.“Seenggaknya lu tuh pake bedak, Nerd!” tukas yang lain. “Lepas kacamata juga!”Kekehan geli mengelilingi Ivy. “Baju udah bagus banget, mukanya yang nggak dipermak!”Jesslyn sedikit iri dengan gaun itu. Ia tidak tahu kalau Ivy punya gaun secantik itu. ‘Kalau gue yang pakai, pasti lebih bagus!’Ivy tak peduli dengan omongan mereka. Yang penting ia datang sesuai aturan. Baginya itu cukup. Ia duduk di meja yang sudah diatur sesuai dengan nama. Menyebalkannya Ivy duduk di samping lelaki bernama Carlo. Karena nama lengkapnya Herace Carlo Omar, ia jadi berdampingan dengan Ivy.Ivy tahu, Carlo adalah kekasih dari Jemima Andhara, anak donatur kedua, yang
“Happy belated birthday, Iv!”6 hari lalu, tepatnya tanggal 9 September, Ivy Adinata resmi berusia 19 tahun. Air mata Ivy semakin tumpah tak keruan, karena ulah Lexton. “Atas dasar apa coba, kakak ngerayain ulang tahunku?”Lexton terkekeh. ‘Sambil nangis aja masih bisa komentar. Lucu amat botol yakult ini!’“Memang harus ada alasannya?” tanya Lexton sambil mencubit pipi gadis itu. “Aku tahu ulang tahunmu, ya kurayakan. Simple.”“Tapi kita kan baru kenal!”Ucapan Ivy seolah menarik Lexton pada kenyataan. Ia sendiri tidak paham kenapa saat mendengar kabar dari Samantha, tanpa pikir panjang langsung pergi ke rumah Ivy. Lexton mengesampingkan ketidaktahuannya. Ia mengangkat bahu sambil berkata, “Well, kalau memang butuh alasan, mungkin karena aku merasa bersalah.” “Bersalah? Karena?” tanya Ivy bingung. “Karena kartu namaku, kamu jadi mengalami hari yang buruk.”Ivy langsung menyeka air matanya. Membuat Lexton merasa bersalah, Ivy tidak suka itu. Dengan tegas ia berkata, “Nggak! Itu s
“Nah loh!”Beberapa mahasiswa mulai tertarik untuk melihat kelanjutan nasib Ivy—si ‘nerd’. Mereka tak lagi berbisik, menyuarakan pikiran.“Samantha pasti ngamuk nih!”“Mati lu, Nerd! Bisa dipenjara nyolong kartu nama Lexton Tan dari Samantha!”Ivy yang mendengar itu pun mulai panik. Ia tak menyangka kalau keponakan yang dia maksud adalah Samantha.Dari banyak omongan orang, Ivy tahu kalau Samantha bukan anak yang mudah didekati. Tentu saja, bukan karena Samantha gadis aneh seperti Ivy, tetapi karena dia tidak mau berteman dengan siapapun. Namun, Ivy tidak merasa ia perlu takut pada Samantha. Ia tidak berbuat kesalahan. “Gue nggak nyolong kartu nama itu, Samantha!” tegas Ivy sekali lagi. Kali ini ia menatap dalam-dalam ke arah Samantha. “Gue berani sumpah!”Sementara itu, Samantha sendiri merasa geram. Wajahnya yang sudah jutek karena selalu diam dan berkutat dengan pikirannya sendiri, semakin terlihat menyeramkan.Tidak ada yang tahu kalau dalam hati, Samantha sedang merutuki Lexton
“Oi, Nerd! Cariin tanda tangan kakak tingkat di BEM dong!”“Sekalian gue!”Semester pertama dimulai dengan kegiatan pengenalan kampus dan atributnya. Universitas Arkamaya menyelenggarakan masa orientasi hanya dalam 1 hari. Tugasnya pun hanya mengumpulkan 30 tanda tangan kakak tingkat mereka. Tidak harus yang berada dalam organisasi.Ivy menatap beberapa teman kuliahnya yang sudah mulai menumpuk buku mereka. Entah apa mereka ini masih bisa disebut teman. “5 aja. Kalau kebanyakan, kalian kena sendiri!” Ivy memperingatkan, demi kebaikan mereka. Yang lain langsung berdecak kesal. “Ck! Bener juga lu, Nerd!”Tanpa menunggu lagi, Ivy segera membawa 4 buku mereka. 5 termasuk miliknya. Ivy sibuk mencari kakak tingkat ke segala penjuru. Tentu saja, ia meminta 5 kali tanda tangan pada setiap orang. “Kamu bawa 5 buku?” tanya seorang kakak tingkat. Di lihat dari badge yang ada di dada kirinya, kakak tingkat adalah salah satu anggota eksekutif organisasi kemahasiswaan. Namanya Henoch F.T.Enta
“20 tahun?!”Ivy terkesiap ketika selesai menghitung jarak usia yang membentang jauh. Lexton hampir tersedak karena tak menyangka Ivy akan sekaget itu. Namun, percakapan mereka terhenti karena ponsel Lexton yang berdering lembut. Lexton mengangkat tangan ke arah Ivy, meminta waktu sesaat untuk menerima panggilan itu. Sementara menunggu, Ivy masih dalam mode tercengang. Ia tak menyangka, lelaki berusia 38 tahun itu memiliki wajah yang tidak sesuai dengan umurnya. Ketika kenyataan itu akhirnya Ivy terima, ia pun hanya bisa menghembuskan napas pasrah. Bahunya terlihat turun, seolah menunjukkan level semangat yang ia miliki.Ia memutuskan untuk pergi. ‘Ah! Mending aku balik ke antrian. Kalau di sini aku—’Pikiran Ivy terhenti ketika tubuhnya tiba-tiba oleng. Seseorang sengaja menabraknya. “Uwah!” Karena sedang linglung, Ivy tak bisa menjaga keseimbangan. Buk!Ivy mendarat sempurna di dada Lexton. Untung saja, Lexton mendengar jeritan kecil Ivy dan segera berbalik untuk menjadi banta
“Ya elah! Dia lagi, dia lagi!”“Buset! Kirain udah mati Si Nerd!”Suara sumbang dan cekikikan itu ditujukan pada Ivy.Libur panjang masih tersisa 1 minggu lagi, sebelum perkuliahan dimulai. Namun, ia harus ke kampus hari ini, gara-gara ulah Jesslyn. Sepupunya itu mencabut aliran listrik dari jaringan internet di rumah saat Ivy tengah sibuk memilih jadwal kelas. Akhirnya, Ivy malah tidak mendapatkan kelas yang paling penting untuk semester 1 nanti. “Oi, Nerd!” teriak salah satu teman SMA Ivy. “Ambil kuliah apa lu?!”Mereka pasti melanjutkan jenjang ke Universitas Arkamaya. Sekitar 98% murid dari SMA Ivy memang tidak berniat melanjutkan pendidikan di luar instansi milik Yayasan Arkamaya Foundation.Universitas Arkamaya merupakan bagian dari yayasan Arkamaya Foundation yang menaungi seluruh jenjang sekolah mulai dari penitipan anak sampai universitas. Yayasan mereka bahkan selalu mengutamakan lulusan Arkamaya untuk bekerja di sana. Oleh karena itu, kebanyakan para murid sudah saling k