Ini tidak mungkin, aku mencium Om Tom? Astaga aku harus berusaha melupakan momen itu, aduh kepalaku.
Aku memukul-mukul kepalaku dan bersembunyi di dalam kamar, ujung jemariku gemetar, dan tangan bergetar sempurna. "Bagaimana jika Om Tom nggak mau lagi ketemu sama aku? Aduh malunya." Aku menarik selimut dan terus memukul-mukul diriku sendiri. Tok Tok Tok Aku terhentak dan langsung bangun dari baring ku, itu pasti ayah. "Siap-siap lah, bentar malam kita bakal ke rumah Om Tom, buat makan malam dan keluarga Thomas Archer ingin berterima kasih sama kamu." Aku tak menjawab dan ayah sepertinya juga sudah pergi. Sudah tiga hari aku ada di dalam kamar setelah aku mencium bibir Om Tom, aku sendiri tidak tahu bagaimana, dan apa yang aku pikirkan mengenai hal ini. Seharusnya aku tidak menciumnya saat itu. Well aku pikir dia sedang pingsan atau dibius jadi aku dengan bodohnya mengecup bibirnya, ah bagaimana ini. Tapi syukurlah Om Tom sekarang baik-baik saja, dan dia sudah kembali ke rumahnya sementara aku? Ayah terus memaksaku untuk ikut dengannya ke rumah Om Tom, untuk makan malam. Aku yang tidak punya pilihan kini duduk di samping ayah yang sedang mengendarai mobil, sepanjang perjalanan dia terus berkata bahwa dia sangat bangga kepadaku karena menyelamatkan Om Tom dan membawanya ke rumah sakit. Sementara aku sendiri? Tidak mengatakan apa-apa dan hanya duduk menatap keluar ke arah jalan raya sampai akhirnya kami tiba di rumah besar Om Tom. Mansion, lebih besar dari rumah kami, jauh lebih besar. Kediaman keluarga Archer memang sangat megah, mewah, dan aku sering kali datang kemari saat ibu masih hidup. Kami keluar dari mobil. Ayah membawa bingkisan yang tentu saja untuk Om Tom dan tanpa memperhatikan ku dia berjalan ke arah pintu yang dibuka oleh seorang pelayan rumah. "Selamat datang Tuan Braun. Nyonya dan Tuan Archer sudah menunggu Anda." Ayah tersenyum, mengangguk sambil berkata, "Terima kasih." Dan hari beberapa langkah Tante Amanda datang menyambut kami, dia memeluk ayah dan ayah meresponnya dengan senyum yang ramah, seperti biasa. Lalu saat ini, dia menatap ku, dan nyaris pingsang karena tatapan itu. "Lisa, ah terima kasih." Dia langsung menatap ku dengan hangat. Apa yang akan dia lakukan jika saja tahu bahwa aku mencoba mencium suaminya di rumah sakit. "Kau sudah menyelamatkan Tom, dan makan malam ini adalah untuk mu." Dia melepaskan pelukannya lalu menatap ku dengan tulus. "Well ... Hmm ... Aku rasa aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan siapa pun, Tante." Aku menjawab pelan, tetapi ayah merangkulku. "Kau hanya sedang merendah, Lisa. Ayo, sekarang kita ke meja makan." Ingin sekali aku mendorong ayahku dan berteriak padanya bahwa saat ini dia sedang bertindak seperti orang bodoh. Tetapi aku tidak melakukannya, setidaknya tidak di hadapan meja makan di mana Lucas dan Annie berada. Lucas Archer anak sulung Om Tom, dan Annie Archer si bungsu. Aku tadinya berpikir bahwa Annie marah padaku karena menuduhku menyukai mantan kekasihnya tapi dia berdiri dari kursi duduknya dan merangkul ku meja makan. Aku duduk pelan, menatap kursi utama yang seharusnya diduduki oleh Om Tom, tapi dia tidak berada di tempatnya. "Aku minta maaf soal tuduhanku kepadamu, Steve memang laki-laki bejat, dan dia tidak pantas untukku." Annie berbisik, aku menoleh dan tersenyum padanya, akhirnya dia sadar bahwa Steve memang tidak berguna. Ayah duduk di sampingku, dan di Tante Amanda duduk di samping putra sulungnya, Lucas Archer yang tersenyum lembut padaku seolah berkata, 'terima kasih'. Well dia memiliki tubuh ayahnya tapi dengan wajah ibunya. Tidak lama setelahnya, mataku menatap ke arah pintu yang kini dilewati oleh pria yang berjalan pincang, dengan tongkat kayu khusus seukuran pinggang yang membantu Om Tom berjalan ke arah meja makan. Hatiku, astaga, dia kini tidak berjalan tegak tetapi dengan tongkat? Aku menghela nafas dan mencoba berpikir bahwa semua ini bukan salahku. Aku menatapnya dan dalam sekilas tatapannya mengarah padaku, lalu dia menghindar. Makan malam dimulai, aku mencoba untuk tak memandang Om Tom dan dia juga demikian kurasa, dia seolah melupakan ciuman yang kuberikan dan baguslah kalau begitu. Aku tidak perlu merasa malu lagi. Tetapi saat makan malam berakhir, aku yang sedang menunggu ayah di halaman depan, mendengar suara bip di ponselku. "Lucas?" Dia mengirimkan pesan padaku yang bertulis, 'terima kasih sudah menyelamatkan ayahku, kalau ada waktu mungkin kita bisa jalan bareng, Lisa?'“Aku betul-betul tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku kehilangan Lisa, sama seperti aku kehilangan Hitch.” Ayah baru saja bangun dari pingsan, sementara aku duduk berselimut di sofa di ruangan utama keluarga Archer setelah semua tamu pergi. Annie juga terus meminta maaf kepadaku karena tidak bisa membantuku saat aku akan jatuh. “Semuanya baik-baik saja sekarang, Lisa juga tidak apa-apa.” “Terima kasih padamu, Tom.” Ayah menoleh pada Om Tom yang sekarang duduk di sampingnya, mencoba menenangkan ayah. “Aku Tidka tahu apa yang akan terjadi tanpa mu.” “Kau tidak perlu berlebihan.” Amanda, aku cukup terkejut saat melihatnya mengarahkan kursi roda ke arah kami, aku tidak berekspektasi akan kondisinya yang terlihat lebih buruk dari yang kubayangkan. “Lisa, bagaimana perasaan mu, Nak?” Dia mengarahkan kursi rodanya ke arahku, dan aku hanya tersenyum getir kepadanya. “Aku merasa baikan, Tante.” “Kalau begitu kalian berdua menginap di sini saja. Kalian pasti shock berat.” “Ide bag
LISA, APA KAU DATANG KE PERAYAAN SELAMAT DATANG IBUKU? Tidak, aku tidak akan datang jika ayah tidak memaksa. Pesan Lucas masih belum kubalas. Bahkan saat belum kubalas, dia menambah jumlah teks pesannya. AKU MENUNGGU MU SORE INI, SAMPAI JUMPA Aku rasanya hanya ingin berbaring sendirian sepanjang hari lalu tidur empat hari tanpa gangguan siapa pun. Entah kenapa Pak Richard yang membahas mengenai Thomas Archer membuat kepala ku merasa sakit. Bagaimana jika dia mengatakan sesuatu kepada seseorang? Tentang lukisan ku, gambarku mengenai Om Tom. Tamatlah riwayatku. Kujatuhkan kepalaku ke bantal dan berguling-guling tidak karuan, sudah jam dua siang dan ayah akan berangkat jam 4 sore. Meletihkan. Tidak ada pilihan selain bangkit dari tidur dan memilih-milih gaun yang akan kuganakan, merah? Terlalu mencolok di pesta orang lain, biru? Terlalu kasual, merah jambu? Ku lempar semua gaun yang kutemukan yang kurasa tidak cocok untukku dan sekarang aku menemukan gaun itu. Hijau. Bukan warna k
Aku kelelahan, tanganku sudah sangat pegal, arang hitam yang aku gunakan untuk menggambar kini sudah pupus dan aku tidak punya arang tambahan lagi. “Sepertinya kau sudah kalah.” “Sialan.” Aku meringis dan menoleh ke belakang, ke arah suara yang baru saja membisikkan ku ucapan penurun semangat. “Lumayan.” Dia memuji dengan kedua tangan di dalam saku celana. “Aku sudah selesai, akan aku lanjutkan besok, Pak Richard.” Aku berdiri dan menarik kanvas yang berada di tiang gambar. “Well, aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Lisa.” Aku membersihkan tanganku di wastafel sambil berkata, “Katakan saja.” “Kau tidak akan menjadi perwakilan galeri kita di festival tahun ini.” Aku terhentak, lagi. Kumatikan kerang air dan berkata, “Tidak peduli.” Aku melangkah pergi, hendak pergi lalu kembali ke sana, ke hadapan Pak Richard karena sebenarnya, aku peduli. “Siapa kalau bukan aku?” Aku bisa merasakan ketegangan yang diberikan Pak Richard di hadapan ku, dia sedikit ragu tetapi tetap mengatakann
POV 3 TOM Suasana rumah sakit yang mencekam, detik demi detik, semuanya seolah mencekik Thomas Archer di tempat duduknya. Dia memandang putranya yang bersandar frustasi di tempat duduknya. Lalu, dia memandang Annie yang bersandar di bahu kakaknya. “Ayah akan tetap berada di sini. Kalian pulang lah.” Dia berdiri dari duduknya dan mendekat ke arah anak-anaknya yang tidak membalas apa yang dia katakan. “Lucas, bawa adikmu pulang.” “Tidak.” Lucas menjawab tegas, “Annie mungkin bisa pulang, tapi aku tidak mau. Aku tidak akan meninggalkan ibu.” “Aku juga tidak ingin pergi.” Annie menyahut dan mengangkat kepalanya dari bahu Lucas. “Ibu kalian akan baik-baik saja, dan dia pasti tidak ingin kalian terlihat lelah saat dia bangun. Jadi sekarang, berdirilah dan pulang.” Annie dan Lucas tidak menjawab, mereka hanya menatap Tom lalu mengatakan keinginan ayah mereka untuk segera pulang, sementara Tom sendiri, dia duduk menjatuhkan tubuhnya di kursi panjang rumah sakit, meringkuk dan tak bisa
Apa yang terjadi sebenarnya, antara aku dan Om Tom? Kenapa dia … Kenapa dia menyentuhkan jari telunjuknya padaku? Kenapa tangannya menyentuh jemariku? Dan saat aku merasa semuanya sedang tidak masuk akal, kutarik kembali tangan ku lalu berdiri. “Aku mau ke toilet.” Semua mendongak memandangku yang sekarang berdiri lalu ke toilet perempuan. Aku bercermin, bertanya, “Ini tidak mungkin. Aku menciumnya lalu dia menciumku, sekarang apa perasaan ku terbalas?” Pertanyaan itu terus menggema dalam kepala ku, ku tarik nafasku dalam-dalam dan menghembuskannya. “Tenang, Lisa.” Kurapikan rambutku lalu keluar dari kamar kecil. Tubuh ku terhentak saat berada di luar dan menemukan Lucas. “Lisa.” Aku tidak tahu bagaimana raut muka ku saat itu tapi aku tahu Lucas sedang berada dalam posisi yang begitu hancur. Dia berjalan lalu menjatuhkan pelukannya kepadaku. “Lu … Lucas kau, hmmm.” “Terima kasih sudah ada bersama kami.” Kuperbaiki kacamata ku yang molor lalu mencoba bersikap tenang, walau kep
"Sangat malang, sungguh, kemarin Tom dan sekarang Amanda." Ayah menggelengkan kepalanya sembari menyantap makanan yang tersaji di atas meja. "Aku bahkan tidak bisa menikmati makanan ku sendiri. Kepalaku terus kepikiran dengan mereka." Ayah mendorong piringnya ke tengah meja dan bersandar di sandaran kursi. Aku diam saja, dan dia menoleh padaku, menatap ku lekat-lekat dan berkata, "Apa kau ada di sana? Saat Tom mendapatkan kabarnya?" "Hmm?" Ku tolehkan pandangan ku, dan mengangguk, "Iya, aku ada di ruangan Om Tom, kami sedang ...." Hampir aku mengeluarkan ucapan itu 'berciuman.' Sambil menyentuh bibir ku. Tapi syukurlah aku tidak mengatakan apa pun. "Pasti sangat mengejutkan untuk Tom." Dia berkali-kali menggeleng, menghela nafas panjang lalu menatap ku lagi dengan prihatin. "Apa aku punya kampus besok?" "Tidak." Aku menggeleng. "Baguslah kalau begitu, kita akan ke rumah sakit menjenguk Amanda." Dia mendorong kursinya dan rasanya aku tidak memiliki tenaga yang cukup kuat untuk