Share

Chapter 3

Author: Black Eagle
last update Last Updated: 2025-05-09 09:17:38

Ini tidak mungkin, aku mencium Om Tom? Astaga aku harus berusaha melupakan momen itu, aduh kepalaku.

Aku memukul-mukul kepalaku dan bersembunyi di dalam kamar, ujung jemariku gemetar, dan tangan bergetar sempurna.

"Bagaimana jika Om Tom nggak mau lagi ketemu sama aku? Aduh malunya." Aku menarik selimut dan terus memukul-mukul diriku sendiri.

Tok

Tok

Tok

Aku terhentak dan langsung bangun dari baring ku, itu pasti ayah.

"Siap-siap lah, bentar malam kita bakal ke rumah Om Tom, buat makan malam dan keluarga Thomas Archer ingin berterima kasih sama kamu."

Aku tak menjawab dan ayah sepertinya juga sudah pergi. Sudah tiga hari aku ada di dalam kamar setelah aku mencium bibir Om Tom, aku sendiri tidak tahu bagaimana, dan apa yang aku pikirkan mengenai hal ini. Seharusnya aku tidak menciumnya saat itu.

Well aku pikir dia sedang pingsan atau dibius jadi aku dengan bodohnya mengecup bibirnya, ah bagaimana ini. Tapi syukurlah Om Tom sekarang baik-baik saja, dan dia sudah kembali ke rumahnya sementara aku? Ayah terus memaksaku untuk ikut dengannya ke rumah Om Tom, untuk makan malam.

Aku yang tidak punya pilihan kini duduk di samping ayah yang sedang mengendarai mobil, sepanjang perjalanan dia terus berkata bahwa dia sangat bangga kepadaku karena menyelamatkan Om Tom dan membawanya ke rumah sakit.

Sementara aku sendiri? Tidak mengatakan apa-apa dan hanya duduk menatap keluar ke arah jalan raya sampai akhirnya kami tiba di rumah besar Om Tom.

Mansion, lebih besar dari rumah kami, jauh lebih besar. Kediaman keluarga Archer memang sangat megah, mewah, dan aku sering kali datang kemari saat ibu masih hidup.

Kami keluar dari mobil. Ayah membawa bingkisan yang tentu saja untuk Om Tom dan tanpa memperhatikan ku dia berjalan ke arah pintu yang dibuka oleh seorang pelayan rumah.

"Selamat datang Tuan Braun. Nyonya dan Tuan Archer sudah menunggu Anda."

Ayah tersenyum, mengangguk sambil berkata, "Terima kasih."

Dan hari beberapa langkah Tante Amanda datang menyambut kami, dia memeluk ayah dan ayah meresponnya dengan senyum yang ramah, seperti biasa.

Lalu saat ini, dia menatap ku, dan nyaris pingsang karena tatapan itu.

"Lisa, ah terima kasih." Dia langsung menatap ku dengan hangat. Apa yang akan dia lakukan jika saja tahu bahwa aku mencoba mencium suaminya di rumah sakit. "Kau sudah menyelamatkan Tom, dan makan malam ini adalah untuk mu." Dia melepaskan pelukannya lalu menatap ku dengan tulus.

"Well ... Hmm ... Aku rasa aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan siapa pun, Tante." Aku menjawab pelan, tetapi ayah merangkulku.

"Kau hanya sedang merendah, Lisa. Ayo, sekarang kita ke meja makan."

Ingin sekali aku mendorong ayahku dan berteriak padanya bahwa saat ini dia sedang bertindak seperti orang bodoh. Tetapi aku tidak melakukannya, setidaknya tidak di hadapan meja makan di mana Lucas dan Annie berada.

Lucas Archer anak sulung Om Tom, dan Annie Archer si bungsu. Aku tadinya berpikir bahwa Annie marah padaku karena menuduhku menyukai mantan kekasihnya tapi dia berdiri dari kursi duduknya dan merangkul ku meja makan.

Aku duduk pelan, menatap kursi utama yang seharusnya diduduki oleh Om Tom, tapi dia tidak berada di tempatnya.

"Aku minta maaf soal tuduhanku kepadamu, Steve memang laki-laki bejat, dan dia tidak pantas untukku." Annie berbisik, aku menoleh dan tersenyum padanya, akhirnya dia sadar bahwa Steve memang tidak berguna.

Ayah duduk di sampingku, dan di Tante Amanda duduk di samping putra sulungnya, Lucas Archer yang tersenyum lembut padaku seolah berkata, 'terima kasih'. Well dia memiliki tubuh ayahnya tapi dengan wajah ibunya.

Tidak lama setelahnya, mataku menatap ke arah pintu yang kini dilewati oleh pria yang berjalan pincang, dengan tongkat kayu khusus seukuran pinggang yang membantu Om Tom berjalan ke arah meja makan.

Hatiku, astaga, dia kini tidak berjalan tegak tetapi dengan tongkat? Aku menghela nafas dan mencoba berpikir bahwa semua ini bukan salahku. Aku menatapnya dan dalam sekilas tatapannya mengarah padaku, lalu dia menghindar.

Makan malam dimulai, aku mencoba untuk tak memandang Om Tom dan dia juga demikian kurasa, dia seolah melupakan ciuman yang kuberikan dan baguslah kalau begitu. Aku tidak perlu merasa malu lagi.

Tetapi saat makan malam berakhir, aku yang sedang menunggu ayah di halaman depan, mendengar suara bip di ponselku.

"Lucas?"

Dia mengirimkan pesan padaku yang bertulis, 'terima kasih sudah menyelamatkan ayahku, kalau ada waktu mungkin kita bisa jalan bareng, Lisa?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 39

    Tom dapat merasakan hujan yang sudah mereda, hanya tetesan-tetesan kecil yang jatuh ke atas genteng rumah Martin. Dan karena itulah dia bangun setelah meringkuk di dalam selimut karena rasa dingin yang menembus masuk ke celah kamar. Detakan jarum jam dinding juga terdengar begitu jelas sehingga dia terbangun begitu pagi. Ya setidaknya dia berpikir bahwa dia gantung begitu pagi. Jam lima pagi, atau nyaris jam enam pagi. Dia menguap beberpaa kali, dan selimutnya dia kibaskan ke samping, dia memijat kakinya yang pincang dengan tatapan kantuk yang bahkan tak memberikan reaksi apa pun. Segera Tom turun dari ranjang dan menyadari bahwa kamar itu tidak punya kamar mandi. Dia memijat keningnya, dan tertawa kecil, “Apa aku harus ke kamar mandi Lisa untuk pipis?” Dia berpikir sejenak, “Atau ke kamar mandi Martin? Yang mana yangvkenuh dekat ya, atau aku dari alasan saja supaya ke kamar mandi Lisa?” Dia bergumam dan mondar mandir di sana dengan jalan pincang tanpa tongkat. Dia tidak berpikir

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 38

    Aku tidak tahu bagaimana perasaan ku, tapi saat ini aku sudah membersihkan kamar tamu yang akan digunakan oleh Om Tom. Sudah sangat bersih, dan dalam kepalaku, aku betul-betul penuh rasa bersalah. Aku yang memulai semua ini, aku yang pertama kali mencium Om Tom, aku yang memberikan harapan untuknya, dan dja larut dalam harapan itu. Aku bahkan tidak tahu apakah dia betul-betul memahami perasaan ku atau dia hanya ingin mendapatkan sesuatu dari ku. Walaupun demikian, aku merasa kasihan padanya. Kepalaku terus memikirkan dia seoanjang aku berada di kamar tamu ini, mengganti seprai dan membersihkan ruangan yang berdebu untuk Om Tom. Yang akhirnya sekarang sudah sangat bersih, tidak ada lagi debu, kuganti sepreinya dengan yang baru dan aku berdiri di belakang pintu, pelan-pelan kutarik gagang pintu dan keluar dari sana buru-buru, aku melihat ayah dan Om Tom sedang berbincang dan aku hanya berkata, “Sudah siap Om. Om udah bisa istirahat,” kataku lalu pergi dengan dia berterima kasih padak

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 37

    Tidak ada pilihan lain selain Tom yang harus keluar dari sana dan Lisa akan membersihkan kamar tamu yang terlihat begitu berdebu. Dia kini berdiri di lorong kamar, tegak, melamun, memandang dinding pintu, dan penasaran apa yang akan terjadi jika di memberitahu Martin. Kepalanya berkecamuk walau wajahnya tampak tenang, nafasnya pelan, dan suasana dingin mencekam. Angin semakin kencang serta hujan semakin deras membuatnya merasa kedinginan dengan penolakan Lisa yang membuat Tom lebih tercekik. “Tom?” Dialihkanlah pandangan Tom ke arah Martin yang tiba-tiba muncul, tangannya masihembab dan basah menandakan bahwa dia sudah selesai mencuci piring. “Martin.” “Kenapa di luar?” “Lisa ada di dalam, dia membersihkan kamar.” Dia tersenyum, “Tidak mungkin kan kalau aku berada di dalam berduaan dengan putrimu.” Martin tertawa kecil, dia mendekat ke arah Tom lalu berkata juga, “Memangnya apa yang bisa kalian lakukan jika berduaan? Lisa pasti akan sangat canggung dan malu-malu, dan aku pikir

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 36

    “Ah, apa kau sudah mencuci semua piring, Lisa?” Martin yang tiba-tiba berdiri dan membuat Tom kembali menarik tangannya sendiri dari Lisa. “Hmm belum, Ayah.” Lisa tampak gugup. “Aku akan lanjutkan saja cuci piringnya.” Dia hendak pergi tetapi Martin menahannya, “Tidak, Ayah saja. Kau temani saja Om Tom ke kamar tamu, bersihkan tempat tidurnya.” “Aku?” Lisa menoleh pada Tom sementara Tom menginginkan momen ini. “Ayah tidak terbiasa membersihkan tempat tidur, Lisa, kau ingin tamu kita tidur di tempat yang berdebu?” Sementara ayah dan anak itu berdebat, Tom tampak menikmatinya dengan senyum tipis, lalu Lisa, mau tidak mau harus melakukannya. “Baiklah.” Yang akhirnya membuat gadis itu meninggalkan ruang tamu sementara Tom mengikut di belakang gadis itu. Martin sendiri menuju dapur membersihkan sisa-sisa piring kotor yang ada di wastafel. “Apa kamarnya cukup berdebu, Lisa?” Tom berjalan pincang di belakang Lisa yang mengencangkan ritme langkahnya. “Jika sangat berdebu, kenapa aku t

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 36

    “Ah, apa kau sudah mencuci semua piring, Lisa?” Martin yang tiba-tiba berdiri dan membuat Tom kembali menarik tangannya sendiri dari Lisa. “Hmm belum, Ayah.” Lisa tampak gugup. “Aku akan lanjutkan saja cuci piringnya.” Dia hendak pergi tetapi Martin menahannya, “Tidak, Ayah saja. Kau temani saja Om Tom ke kamar tamu, bersihkan tempat tidurnya.” “Aku?” Lisa menoleh pada Tom sementara Tom menginginkan momen ini. “Ayah tidak terbiasa membersihkan tempat tidur, Lisa, kau ingin tamu kita tidur di tempat yang berdebu?” Sementara ayah dan anak itu berdebat, Tom tampak menikmatinya dengan senyum tipis, lalu Lisa, mau tidak mau harus melakukannya. “Baiklah.” Yang akhirnya membuat gadis itu meninggalkan ruang tamu sementara Tom mengikut di belakang gadis itu. Martin sendiri menuju dapur membersihkan sisa-sisa piring kotor yang ada di wastafel. “Apa kamarnya cukup berdebu, Lisa?” Tom berjalan pincang di belakang Lisa yang mengencangkan ritme langkahnya. “Jika sangat berdebu, kenapa aku t

  • Om Tom, Kekasih Gelapku    Chapter 35

    Makan malam di rumah Tuan Braun yang saat ini bertambah satu anggota meja makan, Thomas Archer yang duduk di antara ayah dan putrinya, Martin dan juga Lisa. “Sudah sekian lama aku tidak ikut makan malam bersama mu, Mart.” Tom yang sekarang terlihat menikmati makan malamnya. “Kau yang memasak semua ini? Luar biasa.” Tom menyanjung dan Martin tersanjung. Sementara Lisa, dia berkespresi datar dan tak mengatakan apa pun di meja makan. “Sebenarnya kami menyewa seorang pembantu, hanya saja dia sakit-sakitan dan aku tidak sempat untuk mencari pembantu baru, jadi ya, aku harus memasak sendiri, kadang Lisa juga membantu,” jelasnya sembari tertawa kecil dengan pipi merona. “Benarkah Lisa?” Tom mengangkat pandangannya pada Lisa, berniat menggoda gadis itu tetapi Lisa hanya membalas dengan tatapan tajam. “Aku pikir Om tahu kalau aku sering masak di rumah. Kenapa harus bertanya?” Ucapan Lisa, dengan nada suara sinis membuat Martin menyipit heran pada putrinya. Dia bertanya-tanya kenapa akhir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status