Hutan Kristal Karnivora kini sunyi. Pohon-pohon yang tadinya hidup dan mematikan kini hanyalah patung-patung kaca yang retak, cahayanya telah padam selamanya. Di tepi hutan yang telah mati itu, di bawah langit ungu yang mulai menggelap, tim ekspedisi mendirikan perkemahan. Kelelahan yang luar biasa terasa di setiap sendi dan otot mereka, tetapi ada juga perasaan kemenangan dan kebersamaan yang hangat, mengalahkan dinginnya udara Wilayah Terlarang.Api unggun kembali menyala, kali ini dengan tenang. Mereka duduk melingkar, merawat luka goresan dan memulihkan energi. Suasananya santai, dipenuhi oleh momen-momen kecil yang menunjukkan betapa dalamnya ikatan mereka telah terbentuk.Vael, yang kini tidak lagi menyembunyikan kekuatannya, dengan diam-diam menciptakan balok-balok es kecil yang bersih, lalu memberikannya pada Luca yang dahinya terasa sedikit hangat kare
Peta yang diberikan oleh Tetua Elara membawa mereka ke sebuah jalur yang tidak akan pernah ditemukan oleh pengintai akademi. Jalur itu tersembunyi di balik ngarai sempit, sebuah celah di antara bebatuan yang seolah membelah dunia. Setelah melewatinya, pemandangan di depan mereka berubah drastis. Tanah hangus dan langit ungu yang sakit digantikan oleh sebuah keajaiban yang mustahil.Di hadapan mereka terbentang sebuah hutan yang seolah lahir dari mimpi seorang dewa. Pohon-pohonnya tidak terbuat dari kayu, melainkan dari kristal bening yang memancarkan cahaya lembut berwarna-warni. Daun-daunnya adalah serpihan kuarsa tipis yang berdenting pelan saat disentuh angin. Udara di dalamnya terasa hangat dan dipenuhi oleh serbuk sari keemasan yang berkilauan, menari-nari di antara pilar-pilar cahaya.“Indah sekali…” bisik Aeri, matanya membelalak takju
Perjalanan mereka berlanjut selama dua hari penuh. Tim bergerak dengan formasi yang kini terasa lebih alami, lebih menyatu. Kepercayaan yang lahir dari rahasia yang dibagikan telah mengubah mereka dari sekumpulan individu menjadi sebuah unit yang bernapas dalam satu irama. Mereka melintasi dataran yang dipenuhi kristal-kristal mati dan ngarai yang diukir oleh sungai darah yang telah lama mengering. Wilayah Terlarang Utara adalah tanah yang terluka, dan setiap langkah di atasnya terasa seperti berjalan di atas bekas luka sejarah.Pada hari ketiga, saat mereka beristirahat di balik formasi bebatuan aneh yang menjulang seperti jari-jari raksasa, Trint tiba-tiba muncul dari balik bayangan, kembali dari misi pengintaiannya. Wajahnya yang biasanya malas kini menunjukkan ekspresi yang jarang terlihat: kebingungan.“Tidak ada monster,” lapornya, suaranya pe
Keheningan yang mengikuti badai salju Vael terasa lebih berat daripada kegelapan itu sendiri. Api unggun telah lama padam, digantikan oleh hawa dingin yang menusuk dan aroma es yang tertinggal di udara. Di satu sisi perkemahan, Aeri memeluk Nyxel yang masih gemetar, menyalurkan kehangatan dari darahnya untuk menenangkan jiwa temannya yang baru saja nyaris terkoyak.Di sisi lain, semua mata tertuju pada satu sosok. Vael Ashera terduduk di atas batu yang membeku, napasnya membentuk kabut putih di udara. Ia tampak kelelahan luar biasa, aura putih murni yang tadi meledak darinya kini telah meredup, kembali tersembunyi di balik topeng ketenangannya yang biasa. Namun, semua orang kini tahu apa yang ada di balik topeng itu.Luca adalah yang pertama memecah keheningan. Ia berjalan perlahan, langkahnya mantap, melintasi tanah yang masih dilapisi embun beku. Ia berhenti
Malam turun dengan cepat di Wilayah Terlarang Utara, menelan langit ungu yang sakit dan menggantinya dengan kegelapan yang pekat tanpa bintang. Tim mendirikan perkemahan di antara reruntuhan sebuah kuil kuno, terlindung dari angin aneh yang terus berbisik. Api unggun yang dinyalakan Luca dengan elemen apinya menari-nari dengan gelisah, cahayanya seolah enggan menyebar terlalu jauh ke dalam bayang-bayang yang mengelilingi mereka.Kemenangan melawan Golem Kristal telah memberikan mereka sedikit kelegaan, tetapi juga sebuah teka-teki baru. Di tengah lingkaran perkemahan, Luca duduk bersila, memegang serpihan Kunci Kristal pertama. Benda itu terasa dingin saat disentuh, namun berdenyut dengan energi yang samar dan kuno. Penasaran, ia mencoba menyalurkan sedikit aliran darahnya ke dalam kristal itu, berharap bisa merasakan atau memahami sifatnya lebih dalam.Tanpa ia sadari, tindakannya itu seperti menyalakan suar di tengah lautan kegelapan. Energi dari kristal itu beresonansi dengan rerun
Langkah pertama mereka di Wilayah Terlarang Utara terasa seperti menginjak permukaan planet asing. Udara yang mereka hirup terasa tipis dan tajam, membawa aroma logam terbakar yang samar. Di bawah komando Erhen, formasi mereka rapat dan disiplin. Trint, dengan jubah peredam auranya, bergerak beberapa puluh meter di depan, tubuhnya sesekali menghilang lalu muncul kembali di antara bebatuan hitam, sebuah bayangan yang mencari bahaya.Mereka berjalan selama hampir satu jam dalam keheningan yang mencekam, hanya suara langkah kaki mereka yang berderak di atas tanah hangus yang memecah kesunyian.Tiba-tiba, Trint berhenti. Ia mengangkat satu tangan, sebuah sinyal untuk berhenti yang langsung direspons oleh semua orang. Tim inti—Erhen, Vael, dan Selvine—segera mengambil posisi siaga di depan, sementara Luca dan yang lainnya membentuk formasi pelindung di belakang.“Ada apa?” bisik Erhen melalui tautan darah komunikasi mereka.“Medan di depan aneh,” balas Trint, suaranya terdengar datar di be