Setibanya di apartemen, Mary langsung bergerak menuju kamar mandi.
Ia menanggalkan semua kain yang melekat di tubuhnya dengan kasar dan membuatnya robek. Setelah itu, Mary melangkah ke bilik shower.
Sejak keluar dari kamar yang ia habiskan bersama Victor, tubuhnya tak berhenti gemetar dan perasaan jijik tak kunjung hilang dari tubuhnya.
Oleh karena itu, Mary sama sekali tak peduli dengan kulitnya yang telah memerah dan terus menggosok kulitnya dengan kasar, berharap dengan cara ini ia bisa menghapus semua bekas sentuhan pria bajingan itu semalam.
Di sisi lain, air matanya bercampur dengan air shower.
Mary mengenal Victor jauh sebelum bertemu dengan Nathan dan ia sudah membenci pria itu sejak lama.
Setiap kali Jihan, sahabatnya, menceritakan perlakuan menjijikkan Victor, Mary semakin membencinya.
Namun, kini takdir seolah sengaja menjebak dirinya dengan pria yang sangat ia benci itu. Pria yang semalam telah menikmati tubuhnya, mencumbu tubuh moleknya dengan penuh nafsu.
Mary juga tak bisa melupakan bagaimana Victor mendesahkan nama Jihan setiap kali pria itu menghentakkan tubuhnya sambil memuji betapa nikmatnya tubuh Mary.
Wanita itu sontak mengisak semakin kencang. “Aku bersumpah tidak akan memaafkanmu seumur hidupku, Victor!”
Mary berteriak dan melemparkan pengering rambut itu ke cermin yang langsung hancur, menimbulkan bunyi nyaring yang menggema ke seantero apartemen.
Di tempat yang berbeda, Olso menatap sahabatnya dengan perasaan jengah.
Sebab, kali ini pria berusia 37 tahun itu tampak tidak seperti biasanya. Pandangan mata pria itu terasa jauh lebih dingin dan aura di sekitarnya terasa mencekam.
Sebelumnya, Victor marah kepadanya karena ditinggal di club sendirian dalam keadaan mabuk hingga berakhir tidur bersama seorang wanita.
“Kenapa kamu tampak berlebihan seperti ini?” Olso bertanya pelan. “Bukankah kamu sudah terbiasa menghabiskan waktu dengan wanita? Seperti perjaka saja.”
“Masalahnya, wanita yang aku tiduri itu bukan jalang, Olso!” sergah Victor.
Mendengar itu, Olso mengerutkan kening. “Bukan jalang? Lalu siapa?” tanyanya dengan bingung.
“Mary Poppiens! Kau pasti mengenalnya.”
Olso membelalak dan meremas rambutnya frustasi. “Apa? Kamu menidurinya? Astaga! Dia itu wanita baik-baik!” protes Olso sambil menggelengkan kepala tidak habis pikir.
Sejenak, pria itu terdiam dan tampak sedang memikirkan sesuatu. “Ngomong-ngomong, dia masih perawan atau sudah pernah tidak?” tanya Olso penasaran.
Victor sontak menatap tajam ke arah Olso yang direspon dengan merinding oleh pria itu. “Bukan urusanmu!”
Victor lalu bangkit dari duduknya dan bergerak menuju kamar mandi.
Olso terdiam mematung, memperhatikan punggung lebar Victor hingga ia menghilang di balik pintu kamar mandi.
“Dia tidak mau menjawab, artinya wanita itu masih perawan. Berarti benar isu yang aku dengar selama ini, wanita itu berbeda dengan wanita lainnya,” gumam Olso pelan.
Olso cukup mengenal Mary karena sering datang ke klub malam tempat Mary bekerja. Ia banyak mendengar desas-desus mengenai Mary yang selalu menjaga diri dan tidak menjual badannya.
Itulah mengapa dulu Olso sempat tertarik pada Mary. Sayangnya, wanita itu mengabaikannya.
Tak lama kemudian, Victor keluar dari kamar mandi dan menatap ke arah Olso sembari melangkah masuk ke ruang ganti. “Bantu aku cari tahu siapa kekasihnya.” perintah Victor tiba-tiba.
“Kekasih siapa?” tanya Olso.
“Mary!” jawab Victor dari dalam.
Olso menghela napas. “Pekerjaan kita banyak, Victor. Aku harap kau tidak berbuat gila kali ini!”
“Zaman sudah canggih. Tidak ada yang susah, Olso. Tinggal kau buka laptop dan cari tahu,” ujar Victor dengan acuh tak acuh.
“Jadi, kau akan mengejar pasangan one-night stand-mu itu?” Olso menatap dengan mata memicing.
“Aku hanya penasaran ingin tahu seberapa sempurna kekasihnya,” jawabnya sambil mengedikkan bahu.
Olso menegakkan tubuhnya, matanya mengikuti arah gerak Victor. “Kenapa ya, rasanya kali ini aku tidak percaya padamu. Mary sangat cantik, yakin kamu tidak tertarik padanya?” cibirnya.
“Tidak akan! Wanita itu sangat menyebalkan sejak dulu. Tidak ada sesuatu pada dirinya yang membuatku tertarik!” Ia berhenti sejenak dan menatap Olso.
Victor melanjutkan, “Aku cuma mau membalasnya karena dia sudah berani menghinaku!”
Setelah itu, Victor melangkah keluar dari kamar dan meninggalkan Olso yang terdiam mematung di sana, kebingungan.
‘Asal kamu tahu, aku punya kekasih yang teramat sempurna, jauh dari segala-galanya yang ada padamu!’
Kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Mary sebelumnya kini terngiang di kepala Victor, membuat perasaannya mendingin.
“Mari kita lihat. Sesempurna apa pria itu, Mary.”
*** Hari itu penuh dengan aktivitas seru. Mereka menjelajahi jalur hiking pendek yang mudah untuk anak-anak, melewati hutan mangrove yang teduh. Zack bersama Calvin dan Valentin tampak kagum melihat kepiting kecil di sela-sela akar pohon, sementara Katty dan Cassandra sibuk mengumpulkan daun-daun u
*** Setibanya di lokasi camping, keluarga Victor dan Mary langsung terpukau oleh keindahan alam yang terbentang di hadapan mereka. Taman itu memiliki pemandangan yang memanjakan mata: pepohonan mangrove yang rimbun, udara segar dengan aroma laut yang khas, dan suara burung-burung yang berkicau merd
*** "Katty sudah dibantu oleh Daddy, Mom," jawab Zack sambil menunjuk ke arah luar rumah. Mary hanya mengangguk pelan, merasa lega mendengar semua sudah terkendali. Sementara itu, di halaman depan, Katty yang berusia tiga tahun tampak bersemangat membantu Victor memuat barang-barang ke dalam mobil
*** Empat Tahun Kemudian… Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sudah lima tahun usia pernikahan Mary dan Victor. Kehidupan mereka dipenuhi kebahagiaan, berkat cinta yang terus tumbuh dan keluarga kecil yang mereka bina bersama. Dari pernikahan mereka, Tuhan menganugerahi dua buah hati yang menj
*** Victor kemudian menegakkan tubuh, berdiri menjulang di hadapan Mary yang tengah terengah-engah. Kedua tangannya bergerak menurunkan celana serta boxer, kemudian berlanjut dengan kaos hitam yang melapisi tubuh atletisnya. Hingga kini, Victor berdiri dengan tubuh polos tanpa sehelai benang yang m
*** "Victor!" pekik Mary terkejut, tubuhnya memantul ringan saat ditempatkan di permukaan kayu yang dingin. Refleks, tangannya mencengkeram bahu kokoh suaminya, mencari keseimbangan. Victor menatapnya lekat, wajahnya begitu dekat hingga Mary bisa merasakan hangat napasnya. Ada intensitas di matany