Keesokan harinya, suasana di dalam kamar VVIP sebuah nightclub tampak sangat berantakan. Di atas ranjang berukuran king size, dua orang yang berbeda jenis kelamin tertidur pulas dengan tangan sang pria yang melingkari tubuh sang wanita dengan lembut.
Beberapa menit kemudian, mata wanita itu terbuka. Setelah berhasil mengumpulkan kepingan ingatan, Mary teringat semua yang terjadi.
Dengan kasar, ia menyingkirkan lengan kekar Victor yang memeluk tubuhnya. Tindakan Mary itu sontak mengusik Victor dari tidur nyenyaknya.
Pria itu mengubah posisi dari berbaring miring menjadi terlentang sebelum kemudian merintih pelan. Tangan pria itu memijat pelipisnya dan merasakan kepalanya berdenyut.
Tak lama, Victor pun menyadari bahwa dia tidak sendirian; ada orang lain yang duduk di sampingnya. Segera, Victor mengalihkan pandangannya pada sosok yang belum ia sadari itu.
“Kamu!” Kedua matanya terbelalak saat melihat jelas wajah Mary.
Dengan refleks, Victor menegakkan tubuhnya, menarik pandangannya dari Mary dan menatap tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang di balik selimut.
“Sial!” Victor mengumpat dengan kasar lalu menatap tajam pada Mary. “Apa yang kamu lakukan, sialan?!” geramnya.
Dengan berani Mary menatap tajam pada Victor, “Aku di sini karena ulahmu, Brengsek! Tanyakan pada dirimu sendiri, apa yang sudah kamu lakukan kepadaku!”
Suaranya tajam, tapi bergetar.
Mendengar itu Victor mengerutkan kening dengan ekspresi kesal yang terlihat jelas di wajahnya. “Jangan mengada-ngada, Sialan. Katakan, pasti kamu yang sudah menjebakku malam itu!”
Mary menatap penuh kebencian pada Victor sebelum mendengus sinis. “Menjebakmu?” ulangnya. “Untuk apa aku menjebakmu? Apa keuntungan yang didapat jika aku melakukan itu padamu?”
Victor terdiam, tapi tak mengalihkan tatapan tajamnya dari Mary.
“Aku di sini gara-gara kamu! Aku mengantarkan minuman yang kamu pesan, tapi kamu justru memaksaku dan memperkosaku! Aku–”
“Jangan sembarangan menuduhku!” potong Victor tidak terima. “Kamu bekerja sebagai bartender. Lantas, bagaimana mungkin kamu tiba-tiba masuk ke sini untuk mengantarkan minuman pesananku? Kau sengaja masuk sini untuk tidur bersamaku, kan? Jawab!” bentak Victor dengan suara menggelegar.
“Aku memang bekerja sebagai bartender, tapi bukan berarti aku mau menggadaikan kesucianku padamu! Kalau aku tahu tamu yang harus kubawakan minuman adalah kamu, maka aku pasti lebih memilih untuk dipecat daripada melayanimu!”
Napas Mary terengah-engah dengan air mata yang mengalir deras. “Kamu benar-benar bajingan, Victor! Aku benci padamu!” desis Mary lagi.
Mary merasa dunianya hancur dan tak lagi berharga, karena semua upayanya dalam menjaga kesucian berakhir sia-sia berkat Victor. Lelaki yang ia anggap kejam, jahat, dan bajingan.
“Kesucian?” Victor mendengus dingin. “Jangan membuatku muntah. Bekerja bertahun-tahun sebagai bartender tak mungkin membuatmu tak pernah disentuh oleh pria.”
“Sayangnya, aku tidak sekotor kamu!”
Jawaban Mary membuat Victor meraih leher Mary dan mencekik wanita itu dengan kuat hingga membuat Mary tersentak dan mencengkram pergelangan tangan Victor.
“Jangan coba-coba mengarang cerita di depan mukaku, Mary” kata Victor. “Aku sudah sering bertemu dengan wanita-wanita sepertimu. Kau pasti sengaja memanfaatkan tubuhmu untuk menjebakku di sini dan membuat keadaan seolah-olah aku yang bersalah!”
Dengan penuh keberanian serta sisa tenaga yang dimilikinya, Mary menepis dengan kasar tangan Victor yang mencengkram lehernya.
Ia berhasil membebaskan diri dan mengangkat tangan kanannya ke udara, lalu menampar keras wajah tampan pria itu.
PLAK
Wajah Victor terbuang ke samping, lalu detik berikutnya, ia kembali menatap tajam Mary, menemukan wanita itu memandangnya dengan penuh kebencian.
“Jaga bicaramu! Aku memang bekerja di club, tapi bukan berarti aku menjual tubuhku dan meniduri banyak orang seperti kamu!” ucap Mary. Air mata sudah menghilang dari wajahnya, digantikan dengan amarah yang membara.
Dengan napas yang masih terengah, wanita itu kembali melanjutkan, “Memangnya apa keuntungan yang aku dapatkan jika aku menjebakmu?! Asal kamu tahu, aku punya kekasih yang teramat sempurna, jauh lebih baik daripada kamu!”
Perkataan Mary itu membuat mata Victor semakin menajam dan mencekik Mary lebih kuat dari sebelumnya. “Aku bilang tutup mulutmu atau aku akan membunuhmu!”
Setelah beberapa saat, Victor dengan kasar menghempas wajah Mary hingga membuat Mary terbatuk pelan.
“Silakan saja kalau kamu bisa!”
Setelah berkata demikian, Mary bangkit dari ranjang dan memakai pakaiannya yang berserakan di lantai sebelum kemudian bergerak ke luar dari kamar.
Setelah kepergian Mary, Victor menyingkap selimut dan pandangan matanya tertuju pada sebuah bercak merah yang sudah kering di atas seprai putih.
“Darah?”
*** Hari itu penuh dengan aktivitas seru. Mereka menjelajahi jalur hiking pendek yang mudah untuk anak-anak, melewati hutan mangrove yang teduh. Zack bersama Calvin dan Valentin tampak kagum melihat kepiting kecil di sela-sela akar pohon, sementara Katty dan Cassandra sibuk mengumpulkan daun-daun u
*** Setibanya di lokasi camping, keluarga Victor dan Mary langsung terpukau oleh keindahan alam yang terbentang di hadapan mereka. Taman itu memiliki pemandangan yang memanjakan mata: pepohonan mangrove yang rimbun, udara segar dengan aroma laut yang khas, dan suara burung-burung yang berkicau merd
*** "Katty sudah dibantu oleh Daddy, Mom," jawab Zack sambil menunjuk ke arah luar rumah. Mary hanya mengangguk pelan, merasa lega mendengar semua sudah terkendali. Sementara itu, di halaman depan, Katty yang berusia tiga tahun tampak bersemangat membantu Victor memuat barang-barang ke dalam mobil
*** Empat Tahun Kemudian… Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sudah lima tahun usia pernikahan Mary dan Victor. Kehidupan mereka dipenuhi kebahagiaan, berkat cinta yang terus tumbuh dan keluarga kecil yang mereka bina bersama. Dari pernikahan mereka, Tuhan menganugerahi dua buah hati yang menj
*** Victor kemudian menegakkan tubuh, berdiri menjulang di hadapan Mary yang tengah terengah-engah. Kedua tangannya bergerak menurunkan celana serta boxer, kemudian berlanjut dengan kaos hitam yang melapisi tubuh atletisnya. Hingga kini, Victor berdiri dengan tubuh polos tanpa sehelai benang yang m
*** "Victor!" pekik Mary terkejut, tubuhnya memantul ringan saat ditempatkan di permukaan kayu yang dingin. Refleks, tangannya mencengkeram bahu kokoh suaminya, mencari keseimbangan. Victor menatapnya lekat, wajahnya begitu dekat hingga Mary bisa merasakan hangat napasnya. Ada intensitas di matany