Share

Hari Pertama Sekolah

Author: Rizka hami
last update Last Updated: 2020-09-04 22:01:11

    "Naaaa... Nanaaaaaa!!!!!!" Teriak Yasmin saat Raina menjawab teleponnya. Raina masih setengah tertidur, dia spontan menjauhkan ponselnya dari telinganya. Terbangun karena teriakan sahabatnya itu. 

    "Ada apaan sih Yas?" Tanya Raina lagi, matanya masih tertutup. Sementara tangan kanannya sudah bergerak untuk menahan ponselnya tetap berada di telinganya.

    "Jangan bilang lu baru bangun, lu masih jaga malam kan??? Ah Nanaaa kebangetan banget deh ini bocah!!! Cepetan banguuun!! Kita diminta kumpul satu jam lagi, di kamar jaga residen penyakit dalam, Na!!" Jawab Yasmin cepat.

    Kepala Raina masih kosong, dia masih terdiam. Otaknya belum berhasil mencerna kalimat Yasmin. 

    "Raina! Cepetan bangun dan segera ke rumah sakit! Kalau enggak kita seangkatan bakal dihukum!!" Teriak Yasmin lagi.

    "Apa?! Dihukum?!" Batin Raina dalam hati.

    Raina langsung membuka matanya, dia berlari ke kamar mandi. Jarak rumahnya dan rumah sakit cukup jauh, bisa lebih dari satu jam bila jalanan macet. Gadis itu mencuci mukanya dengan cepat, menyisir rambutnya asal-asalan dan mengambil baju pertama yang dia temukan di lemari pakaiannya, memakai dengan cepat, menyambar dengan asalan tas di meja belajarnya dan langsung berlari menuju pintu depan. 

   "Ayaaahh!! Nana pinjam mobil!!" Teriak Raina. Tanpa menunggu jawaban Ayahnya, Raina langsung menyambar kunci mobil yang berada di atas meja dan pergi segera.

    Ibu dan Ayah hanya bisa menatap linglung tingkah anak gadisnya. Memang ini bukan yang pertama kali bagi mereka melihat tingkah ajaib anak gadisnya itu.

   "Apa dia ada janji?" Tanya Ayah pada Ibu. Istrinya hanya menggeleng sambil mengangkat kedua bahunya. 

  "Enggak ada pesan Yah. Ibu juga enggak tahu." Balas Ibu.

  Raina memacu mobilnya dengan kencang. Jalanan memang tidak terlalu padat siang ini, belum waktunya orang pulang kantor. Raina menghubungi kembali Yasmin, dia cemas sekali, hari ini seperti hari pertama mereka satu angkatan memulai hari mereka sebagai residensi, tidak boleh ada yang salah. Raina tidak ingin karena ulahnya, yang masih juga menerima tawaran jaga malam, teman satu angkatannya jadi kena getahnya. Bermasalah di awal sekolah bukan hal yang baik karena hari ini bisa saja jadi penentu nasib Raina selama empat tahun kedepan selama sekolah spesialis nanti. Mengingat itu semua, gadis itu menekan pedal gas nya semakin dalam. 

    "Yas, kalian dimana? Gue udah jalan nih" ucap Raina. 

   "Ada di kafe deket kamar jaga penyakit dalam, nanti lu langsung ke sana aja" balas Yasmin. Sebenarnya dia sedikit panik mendengar Raina masih di jalan, tapi Yasmin menjaga nada suaranya tetap terdengar tenang.

   "Oke!" Jawab Raina cepat, segera memutuskan sambungan ponselnya dan kembali fokus pada jalan.

    Beruntung dia hapal rumah sakit tempat dia akan mulai bersekolah nanti, karena saat koasisten Raina juga di rumah sakit itu. Raina juga hapal tempat-tempat dengan parkiran yang sepi dan jalan pintas. Tidak perlu waktu lama, sekitar kurang dari 30 menit, Raina sudah berada di dalam kafe. Semua teman satu angkatannya sudah berada disana, termasuk Yasmin dan Radit. Senyum Raina langsung mengembang saat melihat pria manis itu, yang juga tersenyum ke arahnya. Hatinya sontak berbunga-bunga. 

   "Halo semua, perkenalkan saya Raina," sapa Raina, masih tersenyum manis. 

   "Na, lu gila ya? Itu pake sendal rumah!!" Pekik Yasmin saat melihat kedua kaki Raina dengan sendal bulu warna kuning favoritnya. 

   "Mampus!!" Balas Raina, menepuk keras kepalanya. Dia panik seketika. Otaknya bekerja keras, mengingat apa ada sepatu ibu yang ayah simpan di mobil, tapi rasanya tidak ada, batinnya, kebingungan.

   "Gimana dong Yas??" Tanya Raina balik, semakin panik.

   "Sepatu lu ada lebih enggak di mobil?" Raina mendadak memikirkan satu ide di kepalanya. Yasmin sering menyimpan sepatu di mobilnya. 

   "Gue naik ojek, Neng. Ini sepatu satu-satunya yang gue punya saat ini." Jelas Yasmin sambil menunjuk ke arah kakinya.

   "Mampus!" Umpat Raina lagi, benar-benar kebingungan.

    Raina putus asa, dia melihat satu persatu teman seangkatannya, berdoa semoga salah satu dari mereka punya sepatu lebih untuk dipinjamkan. Tapi mereka masing-masing menggelengkan kepala. Pertanda tidak ada. 

   Pemberitahuan untuk kumpul hari ini memang mendadak, sebelumnya mereka memang sudah diminta untuk tinggal dan menetap di Bandung supaya bila ada panggilan berkumpul mendadak, semua bisa hadir dan tidak boleh ada alasan apapun. Kebanyakkan teman perempuannya pergi dengan menggunakan transportasi umum atau ojek seperti Yasmin, atau mereka sudah tinggal di kos sekitar rumah sakit, berjalan ke tempat kos tentu saja menghabiskan waktu, tidak mungkin sempat lagi. Raina menghembuskan napas dengan kasar, dia panik campur bingung. 

    "Ah aku baru ingat, pakai sepatu adik aku aja, mobil aku parkir enggak jauh kok" ucap Radit tiba-tiba. Radit baru ingat kalau ada sepatu cadangan Rani, adiknya, yang sering ada di mobil. 

   "Serius??" Tanya Raina, menatap Radit seolah-olah lelaki itu adalah superhero nya hari ini. Gadis itu bersorak kegirangan. Kalau bukan karena masih menjaga martabatnya sebagai perempuan dan juga disini semua teman satu angkatannya sedang berkumpul, Raina pasti sudah memeluk Radit sebagai tanda terimakasih.

   "Sepuluh menit, jangan lebih, gue udah janji sama senior jam setengah tiga tepat, angkatan kita bisa ribet kalau hari pertama aja sudah pakai acara telat" ucap seorang lelaki diujung tempat duduk. Lelaki itu menatap Raina dengan malas, wajahnya datar.

   "Siapa sih itu orang?" Batin Raina dalam hati. Dia ingin membalas lelaki itu, tapi dia saat ini tidak punya banyak waktu untuk berdebat, batin Raina. Yang penting tidak ada masalah dulu dengan senior, pikir Raina lagi. 

   "Iya, yuk, cepetan" Radit menarik tangan Raina. Daripada membuang waktu dengan mulai adu pendapat, pikir Radit. Raina mengikuti langkah Radit. Mereka berjalan cepat menuju parkiran mobil Radit. 

   "Semoga cukup ya" ucap Radit, memberikan sepatu adiknya pada Raina. Gadis itu langsung mencoba sepatu yang Radit berikan. 

   "Ah, cukup!" Seru Raina dengan senang. Senyuman langsung mengembang di wajahnya. 

   "Syukurlah" ucap Radit, dia juga ikut panik melihat kejadian hari ini. Masalah Raina berarti masalah satu kelompoknya, dia juga bisa kena getahnya karena masalah ini. 

   "Terimakasih banyak ya" balas Raina, memberikan senyuman tulus pada pahlawannya hari ini. 

   "Sama-sama. Udah yuk, nanti kita telat" ajak Radit lagi. Raina mengangguk dan mulai berjalan cepat bersama Radit. 

   Hari ini Raina menyadari sesuatu, dia bukan hanya mengagumi senyuman Radit, tapi dia mengagumi semua yang ada pada Radit, pahlawannya hari ini. Tanpa bantuan Radit, mungkin hari ini dia sudah akan bermasalah dengan senior dan sudah pasti semua teman seangkatannya juga akan kesal padanya. Belum lagi Yasmin, mungkin sahabatnya itu tidak akan segan-segan menjual kepalanya. 

   Raina melirik lagi ke arah Radit. Tanpa sengaja lelaki itu pun sedang melirik ke arahnya dan tersenyum, membuat hati Raina menjadi tidak karuan. Radit dan senyumannya membuat hari ini menjadi lebih cerah bagi Raina. 

__________

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • One Sided Love (Kisah Cinta Raina)   Sebagai Pelampiasan

    "Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs

  • One Sided Love (Kisah Cinta Raina)   Malam Mingguan (3)

    "Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain

  • One Sided Love (Kisah Cinta Raina)   Malam Mingguan (2)

    "Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun

  • One Sided Love (Kisah Cinta Raina)   Malam Mingguan

    Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas

  • One Sided Love (Kisah Cinta Raina)   Putus (4)

    "Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek

  • One Sided Love (Kisah Cinta Raina)   Putus (3)

    Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status