Saat ini Sean sudah membawa Ais yang sudah babak belur ke hadapan keluarganya.
Anha langsung menangkup wajah Ais dan menanyainya apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kenapa putranya bisa seperti ini? Dan lain sebagainya.
“Beberapa hari yang lalu putri saya mengajukan cerai kepada Ais.” Sontak mata Anha membola mendengarnya. Ia terkejut bukan main dengan apa yang baru saja Sean katakan.
“Ce-cerai?” ucap Anha terbata.
Benarkah apa yang dikatakan Sean barusan?
Kenapa bisa Sheril sampai mengajukan cerai? Bukannya kehidupan pernikahan mereka selama ini baik-baik saja? Bahkan mereka juga terlihat langgeng di depan publik, tidak pernah sekali pun mereka terlihat bertengkar.
“Selama mereka menikah. Ais menjalin hubungan dengan wanita lain yang juga bekerja di kantornya.”
Deg! Semua orang terkejut mendengarnya kecuali Aim yang saat ini lebih memilih untuk pura-pura tidak tahu saja atas kelakuan busuk Abangnya
Ketika Ais hendak pergi, seseorang memegang lengannya dari belakang, berusaha mencegahnya agar tidak pergi dari sini.Ais tidak berani menengok ke belakang. Nyalinya menciut. Dia takut apabila Uminyalah yang berada di belakangnya.“Abang mau ke mana?”Akhirnya Ais dapat merasa lega saat mengetahui ternyata adiknyalah yang berada di belakangnya.“Abang mau pulang,” jawab Ais sekenanya.“Emangnya Abang mau pulang ke mana? Jangan bilang kalau Abang mau pulang ke rumah.”Ais terdiam. Dia memang tidak memiliki tempat tujuan yang jelas selain pulang ke rumah tempatnya tinggal selama ini dengan Sheril.Pikirnya, meskipun kemungkinannya kecil, Ais berharap malam ini Sheril pulang ke rumah.“Gimana kalau malam ini Abang nginep aja di sini?” pinta Kalila penuh harap, tangannya masih menggenggam erat lengan Kakaknya.“Nggak, Dek. Abang nggak bisa.”Perlahan Ais meny
Ais pulang dengan wajah lesu, jemarinya mencengkeram erat kemudi mobil yang ditumpanginya melaju membelah jalan kota.Sejak tadi pikiran Ais terus saja berkecamuk tak karuan, sampai-sampai rasanya mengalahkan bisingnya suara kendaraan di sekitar yang berlalu lalang.Tadi sebelum pulang Ais masih ingat dengan ucapan Uminya yang menyuruhnya membawa Sheril pulang agar Umi mau memaafkannya. Tak hanya itu saja, tadi Abati juga sempat mengatakan kepadanya kalau untuk sementara waktu ia diturunkan dari posisinya sebagai CEO di kantor sampai waktu yang tidak dapat ditentukan.Satu helaan napas keluar dari mulut Ais.Semua yang dulu susah payah dia bangun pun hancur sudah. Mulai dari pernikahan yang ia jalani atas dasar gila jabatan serta hubungan gelapnya dengan Dara. Ais sudah lelah menyangkal ini semua, meskipun pahit, kini dia mulai menerima kenyataan bahwa ini semua murni kesalahannya sendiri. Sekarang yang perlu ia pikirkan adalah bagaimana caranya membawa S
Malam ini hujan turun cukup deras. Entah sudah berapa kali Ais datang ke sini untuk menemui Sheril.Kali ini Ais meneguhkan hatinya, dia tidak akan pulang kalau dia belum berhasil menemui Sheril. Sheril lebih penting daripada hujan yang sejak tadi membasahi tubuhnya.Papa Sean yang memantau Ais dari kaca jendela di lantai dua pun berdecak sebal. Dia tidak percaya kalau Ais akhirnya bisa melakukan hal senekat itu.Mau sampai kapan dia berdiri di depan rumahnya? Sudah sejak satu jam dia kehujanan dan tidak kunjung pergi.“Pokoknya kamu nggak usah turun buat nemuin dia. Biarin aja, nanti dia bakalan pergi kalau udah capek,” titah Papa Sean kepada Sheril yang saat ini sedang duduk termangu sambil ikut menatap ke arah luar jendela.Meski selama ini Sheril selalu disakiti oleh Ais. Namun tetap saja di hati kecilnya dia merasa tidak tega melihat Ais kehujanan seperti itu. Bagaimana kalau dia sakit?“Mas Ais nggak bakal kenapa-napa
Dara berjalan terburu-buru agar segera sampai di ruangannya. Tangannya memeluk erat dokumen-dokumen di dalam map pada depan tubuhnya.Entah mengapa Dara merasa sejak tidak adanya Ais di sini hidupnya yang semula tentram berubah menjadi kacau.“Aduh!” pekik Dara sambil berdecak sebal ketika seseorang yang berjalan berlawanan arah menabrak dirinya. Untung saja dokumen yang dibawanya tidak jatuh!“Kalau jalan pakai mata dong!” bentak Dara bersungut-sungut. Wajah orang tersebut nampak ketakutan, karena posisi orang yang ditabraknya lebih rendah daripada Dara maka orang tersebut mengucapkan kata maaf berulang kali kepada Dara meskipun sebenarnya Daralah yang salah karena tidak berhati-hati ketika berjalan. Si pegawai hanya tidak mau terjadi keributan.“Cih, nyebelin banget! Lagi kali jangan diulangi lagi!”Usai mencaci, Dara berjalan kembali meninggalkan karyawan yang masih menundukkan kepala tersebut.Wajah Da
"Da-Dara… kenapa kamu bisa ada di sini?" ucap Ais terbata, ia merasa heran dengan kedatangan Dara yang dadakan seperti ini. Ditambah lagi Dara datang sambil berlinang air mata.Sebenarnya, apa yang terjadi kepadanya?"Ais, hiks." Dara yang awalnya berdiri berhadap-hadapan dengannya kini tiba-tiba memeluk Ais dengan begitu erat. Tentu saja hal tersebut membuat Ais panik.Ais menelan ludah, kemudian ia menengok ke arah belakang untuk mengecek bagaimana keadaan Sheril. Dia takut apabila istrinya salah paham melihatnya dipeluk oleh wanita lain.Meski Sheril diam saja melihat ini semua namun dari sikapnya yang memalingkan wajah ke samping sepertinya menandakan Sheril marah kepadanya. Ais pun berusaha mendorong tubuh Dara agar tidak menempel lagi dengannya namun usahannya tersebut sia-sia karena Dara malah semakin mengeratkan pelukannya."Dara, lepasin aku dulu." Dara menggelengkan kepala, tidak kau
Umi Anha bersedekap dada sembari menatap kesal putranya yang sedang asyik duduk di kursi yang berada di depannya. Bagaimana bisa Ais makan dengan begitu santainya padahal Sheril sudah sejak kemarin sore belum juga keluar dari kamar!Umi saja yang statusnya sebagai mertua sampai khawatir sekali. Ini malah suaminya tidak peduli!Bagaimana jika Sheril kenapa-napa? Sheril sudah sejak kemarin sore tidak makan, apa dia tidak kelaparan?Sebenarnya kemarin malam Umi Anha sudah membawakan makanan untuk Sheril, namun Sheril tetap tidak mau membukakan pintu untuknya. Jalan terakhirnya Umi Anha menyuruh pembantu untuk meletakkan makanan tersebut di atas meja kecil di depan pintu kamar Sheril. Pikir Umi Anha siapa tahu saat ini Sheril sedang gengsi menerima makanan darinya dan nanti dia baru mengambilnya setelah Umi Anha pergi karena berdasarkan pengalaman Umi Anha, ketika putri bungsunya alias Kalila sedang merajuk, Kalila juga sering bersikap sep
Hai, karena di Goodnovel nggak bisa ngeubah tulisan jadi miring & tebel alias nggak bisa nge-bold, italic. Semoga kalian nggak bingung ya karena bab ini ada campuran flashbacknya T_T***Ais duduk di sebelah Sheril yang saat ini sedang termenung sambil menghadap ke depan, ia memeluk kedua lututnya dan menopangkan dagunya di atasnya.Kemarin malam Sheril sudah siuman. Semua orang merasa lega mendengar kabar baik tersebut. Dokter yang menangani Sheril mengatakan jika besok kondisi Sheril sudah pulih, maka dia diperbolehkan rawat jalan di rumah dengan catatan beberapa minggu sekali Sheril harus kembali ke rumah sakit untuk menjalani terapi pengobatan.Namun meskipun begitu sampai sekarang Sheril masih saja diam membisu. Dia tidak mau menjawab petanyaan Ais. Ais pikir, mungkin Sheril masih marah kepadanya.Ais agak kesusahan membuka kantung plastik berisi bubur yang telah dipesannya lewat goofood untuk dipindahkan ke wadah m
Karena kemarin sempat terjadi drama bubur tumpah, maka hari berikutnya Ais tidak membelikan Sheril bubur lagi karena dia pikir Sheril tidak menyukainya.Sekarang Sheril seolah terkena karmanya, dia duduk termenung sambil menatap masam nampan berisi makanan rumah sakit. Dia tidak mau memakan makanan itu! Selain rasanya yang hambar, makanan itu juga tidak enak!"Kok, cuma dilihatin, doang. Ayo, dong, dimakan biar kamu cepet sembuh," ucap Ais yang berada di sampingnya."Apa perlu aku suapin biar kamu mau makan?" tambah Ais lagi."Nggak mau! Aku nggak suka!" tolak Sheril sambil membuang wajah ke samping. Ais hanya mampu menghela napas, dia tidak tahu jika ternyata istrinya suka pilih-pilih makanan ketika sakit.Sedetik kemudian Sheril mengumpat karena perutnya berbunyi, menuntut untuk diisi makanan. Ugh kenapa harus terjadi hal memalukan seperti ini, sih. Mana di depan Mas Ais lagi.