Share

Bab 4. CCTV

Penulis: Sayap Emas
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-24 08:40:17

Yulia masih membawa perasaan gelisah dan penasaran saat melangkah menuju kamarnya. Setelah menutup pintu dan menghela napas, dia terkejut melihat suaminya, Arya, sudah tertidur di atas ranjang. Namun, kejutan itu bukan hanya karena Arya yang sudah tidur lebih awal dari biasanya, melainkan karena sesuatu yang tidak biasa—Arya tidur tanpa mengenakan kaos, berbeda dari kebiasaan hariannya.

Yulia berdiri mematung di ambang pintu kamar, memperhatikan suaminya yang terbaring dengan posisi yang tampak tenang. Namun, ketenangan itu justru membuatnya merasa semakin aneh. Pikiran Yulia segera dipenuhi dengan berbagai pertanyaan: Mengapa Mas Arya sudah tidur? Mengapa dia tidak mengenakan kaos? Apakah ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi di rumah tadi?

Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Yulia mendekati Arya dengan hati-hati. Dia memandang suaminya dengan penuh curiga, mencoba mencari petunjuk lain yang mungkin bisa menjelaskan situasi ini. Namun, Arya tetap terlelap, tampak tidak menyadari kehadirannya.

Yulia menghela napas panjang, perasaannya campur aduk antara kelelahan, kebingungan, dan kecurigaan. Ia tahu, ada banyak hal yang belum terjawab, dan instingnya mengatakan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan. Namun, untuk saat ini, dia memutuskan untuk tidak membangunkan Arya. Yulia pun perlahan berjalan menuju sisi lain dari tempat tidur, berusaha menenangkan pikirannya yang masih bergejolak, sambil berharap bahwa esok hari akan memberikan jawaban atas semua pertanyaannya.

Arya terbangun dengan tiba-tiba dan matanya membuka lebar ketika melihat Yulia sudah berada di sampingnya di ranjang. Rasa terkejut dan kebingungan tampak jelas di wajahnya. Ia segera duduk, berusaha menghilangkan rasa kantuknya.

"Sayang! Sejak kapan kamu ada di sini?" tanya Arya dengan suara gugup, mencoba menenangkan diri. "Kenapa kamu tidak membangunkanku? Aku tidak sadar kamu sudah masuk kamar."

Yulia memandang Arya dengan ekspresi campur aduk, antara kekhawatiran dan kebingungan. "Aku baru masuk beberapa menit yang lalu," jawabnya dengan nada pelan. "Aku melihat kamu sudah tidur dan merasa ada sesuatu yang tidak beres."

Arya mengerutkan kening, mencoba mengingat kejadian sebelumnya. "Maaf, aku lelah sekali tadi. Sepertinya aku tertidur lebih awal dari biasanya," katanya sambil menggeser posisi tidurnya. "Ada yang mengganggu pikiranmu, Sayang?"

Yulia merasa sedikit ragu untuk berbicara lebih lanjut, tetapi ia memutuskan untuk mengungkapkan sebagian perasaannya. "Tadi di rumah, aku melihat Bi Imah dan Zizi bertengkar. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka, dan itu membuatku khawatir. Aku juga merasa ada yang aneh denganmu, terutama karena kamu tidur tanpa kaos. Ada apa, Mas?"

Arya tampak terkejut mendengar penjelasan Yulia. Ia mencoba menjaga ketenangan, meskipun ekspresi wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Aku tidak tahu apa yang terjadi antara Bi Imah dan Zizi. Aku pikir aku hanya terlalu lelah dan tertidur lebih awal. Tentang kaos, aku hanya merasa panas dan memutuskan untuk tidur tanpa kaos," jelas Arya, berusaha memberi penjelasan yang masuk akal.

Yulia mengangguk pelan, meskipun masih merasa ada yang mengganjal. "Baiklah, mungkin aku terlalu khawatir. Tapi jika ada sesuatu yang tidak beres, aku harap kamu bisa memberitahuku."

Arya mengangguk, memberikan senyuman kecil untuk menenangkan Yulia. "Tentu, Sayang. Aku akan cerita jika ada yang penting. Untuk sekarang, mari kita coba istirahat. Hari ini memang melelahkan."

Dengan sedikit rasa lega, Yulia berbaring kembali di samping Arya, berusaha menenangkan pikiran yang masih bergejolak, berharap esok hari akan membawa kejelasan atas segala keraguan dan kekhawatiran yang ada.

*** 

Pagi hari, Yulia dan Arya sudah duduk di meja makan untuk sarapan. Meskipun beberapa hari terakhir Yulia tampak murung dan gelisah, hari ini ia terlihat lebih tenang. Mungkin karena dia merasa sudah bisa sedikit mengendalikan kecemasannya, atau mungkin karena semalam Arya memberinya rasa aman dengan penjelasannya.

Arya memandang Yulia dengan penuh perhatian, merasa lega melihat istrinya sedikit lebih tenang. "Pagi ini kamu terlihat lebih baik, Sayang. Ada sesuatu yang berubah?"

Yulia mengangguk pelan sambil menyendok makanan ke piringnya. "Aku hanya mencoba untuk lebih tenang dan tidak terlalu terburu-buru menyimpulkan segala sesuatu. Mungkin aku terlalu khawatir belakangan ini. Aku akan mencoba untuk fokus pada hal-hal positif dan memberi waktu untuk memahami semuanya dengan lebih baik."

Arya tersenyum, merasa senang melihat Yulia kembali lebih stabil. "Baguslah kalau kamu merasa lebih baik. Kita berdua butuh waktu untuk beradaptasi dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin."

Sementara mereka menikmati sarapan, suasana di meja makan terasa lebih santai. Yulia dan Arya berbicara tentang hal-hal ringan, mencoba untuk memulai hari dengan suasana hati yang lebih positif. Meskipun beberapa pertanyaan dan kekhawatiran masih ada di benak Yulia, dia memutuskan untuk memberikan waktu dan melihat bagaimana segala sesuatunya berkembang.

Saat sarapan, Yulia memberitahu Arya bahwa dia telah memutuskan untuk mengajukan cuti hari ini. "Mas, aku ingin memberitahumu bahwa aku mengajukan cuti hari ini. Aku merasa perlu untuk sedikit merawat diri dan menghabiskan waktu di luar rumah. Aku berencana untuk berbelanja dan melakukan beberapa treatment di salon langgananku."

Arya menatap Yulia dengan senyuman penuh pengertian. "Itu terdengar seperti ide yang bagus, Sayang. Kamu memang butuh waktu untuk diri sendiri dan melepaskan stres. Nikmati waktu di salon dan berbelanja. Aku yakin itu akan membantumu merasa lebih baik."

Yulia mengangguk, merasa lega dan berterima kasih atas dukungan Arya. "Terima kasih, Mas. Aku rasa ini akan membantu aku merasa lebih segar dan siap menghadapi hari-hari ke depan dengan lebih baik."

Setelah sarapan, Yulia bersiap-siap untuk hari yang telah dia rencanakan. Dengan niat untuk memanfaatkan waktu cutinya dengan sebaik-baiknya, dia meninggalkan rumah dengan harapan bahwa hari ini akan membawa perubahan positif dan memberikan sedikit ketenangan untuk dirinya.

Setelah seharian berbelanja dan melakukan perawatan di salon, Yulia merasa cukup puas dengan waktunya sendiri. Saat sedang berjalan-jalan, matanya tertuju pada sebuah toko yang menjual perangkat CCTV. Ia berhenti sejenak, memandang etalase toko dengan penuh perhatian.

Pikiran tentang CCTV memunculkan berbagai pertanyaan dalam benaknya. Yulia mulai mempertimbangkan apakah ada manfaat dari memasang kamera pengawas di rumah. Dengan semua kejadian yang terjadi belakangan ini, termasuk ketegangan antara Bi Imah dan Zizi, serta beberapa hal aneh yang ia rasakan di rumah, Yulia merasa bahwa memasang CCTV bisa membantu memantau situasi di rumah secara lebih baik.

"Apakah ini ide yang terlalu paranoid?" pikir Yulia dalam hati. "Atau mungkin ini cara untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik dan aman di rumah?"

Setelah beberapa saat merenung, Yulia memutuskan untuk masuk ke dalam toko dan melihat lebih dekat berbagai perangkat CCTV yang tersedia. Dia berbicara dengan salah seorang staf toko untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan menilai opsi yang ada. Meskipun ragu, dia merasa bahwa ini bisa menjadi langkah yang bijaksana untuk memberikan rasa aman dan kepastian di rumahnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Orang Ketiga Di Pernikahanku   Bab 17. Kehancuran

    Keesokan harinya, suasana di rumah terasa tegang dan penuh dengan rasa penasaran. Pagi itu, Yulia muncul di ruang makan dengan penampilan yang rapi dan penuh percaya diri. Ia mengenakan pakaian yang terawat, dan di tangannya, ia membawa koper besar yang tampaknya penuh dengan barang-barangnya.Semua orang yang berada di meja makan—Arya, Zizi, dan Bi Imah—menatap Yulia dengan bingung dan heran. Suasana yang awalnya tenang seketika menjadi riuh ketika Yulia memasuki ruangan."Yulia, mau kemana kamu? Kenapa kamu membawa koper?" tanya Arya dengan nada kebingungan, mencoba memahami situasi yang tiba-tiba ini.Yulia meletakkan koper di samping meja makan dan berdiri di tengah ruangan dengan keteguhan hati. "Aku sudah memutuskan," ucapnya dengan suara tegas. "Aku akan pergi ke luar kota selama beberapa minggu, karena ada tugas mendadak dari kantor."Zizi melirik Yulia dengan tatapan sinis, tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya melihat Yulia pergi. "Eh! Bukankah aku sudah bilang kalau kamu

  • Orang Ketiga Di Pernikahanku   Bab 16. Dukungan Sahabat

    Novi, yang sejak tadi memperhatikan Yulia duduk termenung, akhirnya memutuskan untuk menghampirinya. Dengan langkah pelan, ia mendekati meja kerja Yulia dan duduk di kursi yang ada di depannya. Keheningan di antara mereka terasa penuh makna, seolah-olah Novi tahu ada sesuatu yang sangat berat yang dipikul sahabatnya itu."Yul, kamu kenapa? Kamu kelihatan nggak seperti biasanya," tanya Novi dengan nada penuh perhatian, berusaha memecah kebekuan di antara mereka.Yulia menatap Novi sejenak, lalu menghela napas panjang. "Ini semua karena Zizi," jawab Yulia dengan wajah datar dan suara lelah.Novi mengernyitkan dahi. "Zizi? Apa lagi yang dia lakukan?"Yulia menundukkan kepalanya, seolah mencari kata-kata untuk menjelaskan apa yang terjadi. "Dia semakin menguasai segalanya, Novi. Bukan cuma Arya, tapi sekarang dia juga ingin aku berhenti dari pekerjaanku dan menyerahkan seluruh hidupku untuk mengurus rumah. Semua ini semakin tidak masuk akal," kata Yulia dengan nada getir.Novi menatap Yul

  • Orang Ketiga Di Pernikahanku   Bab 15. Permintaan yang Mengejutkan

    Keesokan harinya, suasana di meja makan terasa tegang. Semua orang sudah berkumpul, siap untuk memulai hari. Arya, dengan ekspresi serius di wajahnya, memutuskan untuk menyampaikan keputusannya. "Yulia, ada sesuatu yang perlu aku bicarakan," kata Arya, suaranya tegas namun penuh beban. Ia menatap Yulia, mencoba menyembunyikan rasa bersalahnya di balik kata-katanya.Yulia, yang sedang menuangkan kopi ke cangkirnya, menoleh ke arah Arya dengan wajah yang mulai tampak cemas. "Ada apa, Mas?""Aku pikir sudah saatnya kamu berhenti bekerja di kantormu," ujar Arya, tanpa mengalihkan pandangannya. "Aku ingin kamu mengajukan resign segera."Kata-kata itu seperti petir di siang bolong bagi Yulia. Ia terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh suaminya. Kaget dan bingung, ia meletakkan cangkir kopinya dengan lembut di atas meja, lalu menatap Arya dengan mata penuh pertanyaan."Kenapa tiba-tiba aku ha

  • Orang Ketiga Di Pernikahanku   Bab 14. Malam Pertama

    Malam itu terasa panjang dan menyiksa bagi Yulia. Dia berbaring di tempat tidur kecil di kamar tamu, matanya menatap langit-langit, tapi pikirannya tidak pernah tenang. Hatinya terasa berat, penuh dengan perasaan cemas, marah, dan terluka. Meski ia berusaha menenangkan diri, kenyataan bahwa Arya, suaminya, kini bersama wanita lain di kamar yang dulu mereka bagi, membuatnya tidak bisa memejamkan mata.Yulia memutar ingatan kembali, mencoba memahami bagaimana semuanya bisa berubah begitu cepat. Pernikahan yang dulu begitu penuh cinta kini terasa seperti kenangan jauh yang semakin memudar. Hubungan Arya dan Zizi yang kini resmi dalam ikatan pernikahan semakin membuatnya merasa terasing dari kehidupan yang dulu ia bangun dengan penuh perjuangan.Di dalam hati, Yulia bertanya-tanya apakah keputusan untuk mengizinkan Arya menikahi Zizi adalah kesalahan besar. Meskipun dia mengambil keputusan itu untuk menjaga keutuhan rumah tangganya, rasa sakit yang kini dia rasakan terlalu besar untuk dit

  • Orang Ketiga Di Pernikahanku   Bab 13. Permintaan Zizi

    Setelah acara pernikahan siri selesai, suasana di rumah kembali tegang. Zizi, yang kini merasa memiliki posisi yang lebih kuat sebagai istri kedua Arya, mulai bersikap lebih berani. Sambil memeluk Arya, dia menatap Yulia dengan senyum penuh kemenangan. “Sekarang aku adalah Nyonya Arya,” ucap Zizi dengan nada arogan. “Aku juga berhak atas rumah ini, kan? Jadi, aku ingin satu kamar untukku sendiri.”Yulia, yang meski terluka, mencoba mempertahankan ketenangannya. Dengan senyum tipis di wajahnya, dia menjawab, “Kamu bisa menempati kamar tamu yang sudah aku siapkan. Semuanya sudah diatur agar nyaman untukmu.”Namun, bukannya berterima kasih, Zizi justru menolak tawaran itu dengan nada dingin. “Aku nggak mau kamar tamu,” katanya tegas. “Aku ingin kamarmu, Mbak Yulia. Aku sedang mengandung anak Arya, dan aku ingin anak ini mendapatkan kenyamanan yang layak. Kamar yang terbaik di rumah ini harus untukku dan anakku.”Mendengar ucapan Zizi, Arya segera menarik napas dalam-dalam. Wajahnya beru

  • Orang Ketiga Di Pernikahanku   Bab 12. Pernikahan Kedua

    Tanpa basa-basi, Arya menatap Zizi dengan tatapan tegas dan penuh keputusan. “Zizi,” katanya dengan suara yang penuh tekad, “aku akan meninggalkanmu malam ini juga. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini dan aku ingin kau pergi dari rumah ini.”Kata-kata Arya seperti cambuk bagi Zizi, menghancurkan hatinya. Dengan kemarahan yang membara, Zizi menatap Yulia. “Jadi ini semua adalah rencana mu 'kan Yulia? Kamu sengaja menghasut Mas Arya untuk meninggalkanku dan anak ini! Tidak ada jalan lain, kan, selain menyalahkanku?”Arya, yang merasa kemarahan dan frustrasi semakin memuncak, segera membela Yulia. “Zizi, jangan salahkan Yulia untuk semua ini! Keputusan ini adalah keputusan yang aku buat sendiri. Yulia tidak terlibat dalam masalah ini.”Yulia, yang terkejut dengan tuduhan Zizi, berusaha menjelaskan dengan penuh kesabaran. “Zizi, semua ini sebenarnya adalah keinginan Arya. Aku hanya berusaha mencari jalan terbaik untuk semua orang. Aku telah memutuskan untuk menerima kehadiranmu sebaga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status