****
"Sesuai petunjuk, gadis ini berkuliah di sini Nyonya." ucap Paman Henry sesaat menghentikan laju mobil warna merah di sebuah universitas ternama di kota London.Bella yang duduk di kursi jok belakang hanya terdiam, ia tidak ingin berkomentar apa-apa. Terlalu sakit jika ia harus berbicara ini itu dan semuanya menyangkut tentang perselingkuhan suaminya.
"Nama gadis ini adalah Lea, seluruh universitas mengenalnya karena dia adalah gadis yang cukup berprestasi dan cukup baik. Saya tidak habis pikir kenapa gadis semuda dia harus rela melibatkan diri dalam rumah tangga orang." komentar Paman Henry seraya menggeleng pelan.
Tak lama kemudian sebuah mobil hitam parkir di depan mobil Bella. Nyonya muda itu sedikit melotot tatkala ia mengenali siapa gerangan pemilik mobil itu. Belum sempat ia berargumentasi, sosok Varrel keluar dari mobil dan nampak membukakan pintu mobilnya di sana. Untuk siapa? Kalau bukan Lea siapa lagi.
Perjumpaan panas pagi itu cukup membuat nyonya muda harus melonggarkan baju, jantungnya berdebar kencang dan emosinya meletup-letup bagai gunung berapi yang siap menyemburkan awan panas.
Bella membuang muka ketika bagaimana pria yang ia cintai dengan santai meraih pinggang kecil Lea lantas menciumnya di depan umum seolah tak ingin berpisah darinya.
Apa yang Varrel lakukan cukup membuatnya tersiksa luar dalam. Sebenarnya apa yang diinginkan Varrel? Apa yang diinginkan gadis ini?
Bella sungguh tak tahu.***
"Kau sudah sampai tuan puteri. Ingat kuliahlah yang benar." ucap Varrel seraya memghentikan laju mobilnya di depan universitas.Lea hanya tersenyum manis, ia seperti gadis biasa yang mendapatkan pemujaan penuh dari sosok Varrel Damington si CEO muda yang merintis usahanya di usia muda. Ketika gadis itu berusaha melepas sabuknya, dengan cepat Varrel meraihnya dan menggantikan usaha Lea melepas sabuk.
"Kau hari ini terlihat sangat manis, kau tahu rasanya aku ingin membawamu kemanapun aku pergi." komentarnya lagi sembari menoel pipi imut Lea.
"Kau selalu merayuku siang malam Arrel, aku sudah tidak mempan dengan rayuanmu." sungut Lea membuat Varrel hanya terkekeh kecil.
"Tunggu di sini aku akan membukakan pintu untuk tuan puteriku." ucap Varrel lirih lalu keluar dari mobil hitamnya tanpa lupa tersenyum dengan cemerlang.
Tak lama kemudian Lea sudah keluar dari mobil hitam itu berkat bantuan Varrel yang membukakan pintu mobil untuknya. Dengan penampilan sederhananya, sang gadis merapikan bajunya yang lusuh hingga akhirnya Varrel kembali meraih pinggangnya dan mendorongnya sedikit hingga mepet dengan mobil.
Seperti biasa pria itu lantas menyambar bibirnya dan melumatnya sebentar. Lea tak bereaksi, ia sudah terbiasa dengan kebiasaan Varrel yang suka minta cium tiba-tiba apalagi di tempat umum seperti ini.
"Ingat pesanku, setelah kuliah segera telfon aku. Aku pasti akan mengantarmu pulang dan ingat, jangan sekali-kali kamu genit dengan pria lain." ucap Varrel berbisik di telinga Lea dengan suara jantannya.
"Aku tidak akan genit mungkin hanya bermain-main sebentar dengan dosen. Kau tahu, aku harus lulus tahun ini. Aku harus mendapatkan hati mereka untuk dapat nilai terbaik, Arrel." ucap Lea menggoda.
"Jangan genit kataku." pinta Varrel sembari menatap dua mata cokelat Lea dengan tatapan memperingatkan.
"Kita lihat saja, aku berpikir otomatis Arrel." ucap Lea tak ingin kalah.
"Aku sudah bilang jangan main-main di belakangku ataupun berusaha genit selain aku." sungut Varrel lalu menggigit hidung mancung Lea membuat gadis itu harus memekik lirih.
"Sudahlah, jika kau terus menahan tubuhku aku tidak bisa pergi kuliah pagi ini." ucap Lea memperingatkan membuat Varrel melepaskan tubuh ramping Lea Kalilea sembari tersenyum kecil.
"Tubuhmu seperti ada magnetnya, aku sebenarnya tidak rela melepaskanmu Tuan puteriku." ucap Varrel sembari menunduk.
"Kita bisa bertemu nanti sore, Arrel sayang." ucap Lea lirih seraya menangkup wajah sendu Varrel.
Pria itu tersenyum lalu kembali menyapu bibir Lea secepat kilat sebelum ia benar-benar pergi dari hadapan Lea Kalilea untuk pergi bekerja.
"Ingat pesanku!" teriak Varrel dari dalam mobil membuat Lea harus tersenyum lucu dan menggeleng.
Huh... Pria itu tidak bisa lepas sedikitpun darinya. Mungkin Lea merasa lebih beruntung karena pria itu yang tidak ingin melepaskan dirinya dan bukan dirinya.
****
"Tunggu!!!" teriak seseorang menghentikan langkah pelan Lea Kalilea.
Gadis muda itu menghentikan langkahnya, ia menoleh dan membalikkan badan ke arah suara yang seolah mengejarnya.
PLAAKK.
Sebuah tamparan memulai segalanya waktu itu. Lea tak mengerti kenapa wanita itu tiba-tiba melayangkan tamparannya dengan begitu keras di wajahnya.
"Ini untuk dirimu yang merebut suami orang!" makinya dengan penuh amarah.
Sejenak Lea menguasai keadaan, otaknya mulai memberitahu jika mungkin saja wanita ini adalah Bella, istri Varrel Damington yang suaminya sudah ia gaet selama ini.
"Kau sangat muda dan cantik tapi dari sekian banyak lelaki kenapa harus suamiku? Kenapa Lea Kalilea?" tanyanya dengan nada setengah berteriak membuat semua orang menatap hina ke arahnya.
Lea tak menjawab, ia hanya sibuk mengusap-usap pipinya yang merah karena habis ditampar.
"Seharusnya kamu tahu apa yang kau lakukan itu adalah salah. Kau sudah merebut suami orang, ingat Lea kau bukan saja menghancurkan diriku tapi kau juga menghancurkan pria yang kau cintai itu. Kau menghancurkan kehidupan kami." ucap Bella terus meraung membuat keadaan makin memanas.
Bella acuh, ia memilih diam dan terus mendengar lolongan kemarahan yang Bella tujukan kepadanya saat ini hingga ia harus menahan rasa malu akibat dilihat orang banyak.
"Mulai sekarang jauhi suamiku, kau butuh uang bukan? Kalau begitu ambil saja uang dariku tapi jangan pernah kau rebut Varrel dariku!" teriaknya penuh emosional.
Bella menatap Lea penuh kemurkaan membuat ia harus terengah menahan emosinya yang terus meledak-ledak tak karuan.
"Apa kau sudah cukup bicaranya? Apa kau lelah?" tanya Lea dengan nada datar membuat Bella kembali melayangkan tamparannya ke wajah Lea namun bisa ditangkis dengan cepat oleh sang gadis.
"Sebelum kau menyalahkanku, Bella Damington sebaiknya kau berpikir ulang dengan apa yang sudah kau berikan pada suamimu selama ini. Apa kau sudah melihat apa kekuranganmu hingga suami tercintamu jauh memilihku daripada dirimu?!" ucap Lea dengan nada tenang.
Bella terperangah namun ia tetap tak bisa mengendalikan emosinya lagi. Dengan sisa emosinya ia berusaha mencakar wajah Lea dan cukup berhasil.
"Kau pelacur murahan! Perebut suami orang! Ku pastikan kau takkan pernah bahagia, wanita jalang!" teriak Bella terus menyerang hingga beberapa goresan kuku membekas di wajah cantik Lea.
Pertengkaran seru itu membuat orang-orang berlari ke arahnya dan berusaha melerai pertengkaran mereka.
"Dasar jalang!" maki Bella tak habis-habisnya.
"BERHENTILAH MENGATAIKU JALANG, WANITA CENGENG!!! VARREL TAKKAN MUNGKIN KEMBALI PADAMU JIKA KAU TERUS SEPERTI INI. KAU TAHU KENAPA VARREL TIDAK MENYUKAIMU? KARENA KAU WANITA LEMAH, KAU HANYA BISA MENGALAH DAN MENGALAH. KAU KIRA KAU SUDAH JADI ISTRI YANG SEMPURNA? BENARKAH KAU ISTRI SEMPURNA? HAH?? JAWAB AKU!!!"
Bella ternganga, hatinya tiba-tiba lebur dan luluh seketika mendengar ucapan Lea yang begitu spontan menusuk jantungnya. Sejenak ia lemah dan terhuyung mundur, ia sudah tak sanggup lagi berkata apa-apa di hadapan Lea.
"Kau mungkin saja bisa menghajarku sepuas hatimu, kau bisa saja membunuhku atau membantaiku namun apakah perbuatanmu itu bisa mengakhiri segalanya? Yang ada Varrel akan semakin membencimu dan kau akan semakin dijauhkan dari dirinya. Apakah itu yang kau mau, Nyonya Bella Damington. Katakan dan jawablah pertanyaanku! Jangan hanya diam dan terus menangis! Tunjukkan dirimu yang berapi-api seperti tadi Bella! Tunjukkan!!"
****
"Aaww....."
"Aku menyesal hal ini bisa terjadi." ucap Varrel dengan wajah sedih setelah membantu memasang plester di pipi Lea.
"Kau tahu, Bella sangat beringas hari ini. Aku tidak pernah berdebat dengan wanita seperti hari ini." ucap Lea tertunduk sedih.
Varrel terdiam, ia berjongkok di hadapan Lea dan menggenggam jemari tangan gadis itu guna menguatkan.
"Kau sudah dibuat susah oleh Bella hari ini, aku minta maaf karena aku tidak bisa melindungimu. Aku akan pergi menemui dirinya dan membahas ini kepadanya. Aku tidak suka jika...."
"Tidak usah." cegah Lea sembari menahan tangan Varrel kuat-kuat.
"Kenapa?"
"Aku tahu dia sedang emosi jadi sebaiknya kau tak mengusik dirinya. Bagaimanapun aku tahu bagaimana perasaannya saat ini. Rasanya tak perlu jika kau harus membahas hal ini padanya. Namun jika kau ingin pergi untuk menenangkannya, aku memperbolehkanmu." jawab Lea dengan bijak membuat Varrel tak habis pikir.
"Kenapa? Kenapa kau justru berkata begitu?"
"Dia sedang cemburu Arrel, dia sedang berjalan di atas emosinya bukan di atas logikanya. Orang seperti itu mudah sekali terbakar dan meledak tak karuan."
"Tapi lihatlah! Dia sudah membuat luka wajahmu, dia juga sudah membuatmu malu. Aku tidak ingin melihat kau sedih tapi kau justru...."
"Dia istrimu dan aku? Aku bukan siapa-siapa untukmu. Arrel, jangan timpakan kemarahan kepadanya. Dia wanita yang baik hanya emosinya sedang tidak terkontrol. Jika kau membahasnya aku takut dia semakin tak terkontrol." ucap Lea terus menatap wajah Varrel seolah memohon pengertian.
Mereka bertatapan cukup lama hingga akhirnya Varrel mengulum senyum lalu mengusap pipi Lea dengan penuh sayang.
"Kau jauh lebih dewasa daripada Bella, Lea. Entah kenapa setiap aku berada di sampingmu, aku merasa begitu nyaman." ungkap Varrel pelan.
"Kau selalu saja pandai membuatku terbang, Arrel. Bagaimanapun dia juga istrimu, sebaiknya kau kembali ke kediamannya dan mulai menenangkannya." saran Lea lantas berdiri dan menuju ke meja belajarnya.
"Tidak, aku akan tetap di sini." ucap Varrel dengan bersikeras sambil mengikuti langkah Lea.
"Kau harus pergi, Arrel. Aku tidak apa-apa sendirian di sini. Kau tahu, dia lebih membutuhkanmu." ucap Lea tanpa menatap wajah Varrel.
Pria itu mendengus kesal lalu menangkup kedua wajah Lea dan menatapnya dengan tatapan begitu kesal.
"Aku tetap akan di sini."
"Arrel percayalah padaku, Bella lebih membutuhkanmu daripada diriku. Pergilah untuk malam ini saja, setelah itu kembalilah esok hari. Aku tidak apa-apa."
"Kau yakin?"
"Ya." jawab Lea dengan mantap.
Varrel kembali menatap Lea seakan tak tega namun ia lebih memilih untuk menurut setiap kata-kata gadis itu.
"Jika begitu berhati-hatilah di rumah, aku akan pergi. Kalau ada sesuatu yang penting jangan segan untuk menelponku. Kau tahu kan maksudku?" tanya Varrel dengan wajah begitu ragu.
Lea hanya mengangguk pelan dan disambut dengan ciuman singkat di keningnya oleh Varrel. Pria itu segera meraih jas hitam dan memakainya kembali.
Perlahan si pria tampan meraih kunci mobil dan bergegas meninggalkan Lea seorang diri. Sejenak ada perasaan kehilangan dalam hati Lea, namun ia buru-buru menepisnya.
"Aku ini siapa? Aku bukan siapa-siapa."
**************
***Braakk. Bella menggebrak meja, mencengkeram kuat-kuat kain yang melapisi meja itu dan tak lama kemudian jari-jarinya bergerak, merenggut serta merampas kain itu ke samping hingga berhamburan semua yang berada di atas meja. Semua terasa gelap di pandangan matanya, ia tak menyangka jika orang ketiga dalam rumah tangganya adalah gadis muda yang pantas ia panggil adik dan terlalu polos untuk melakukan hal bejat seperti itu. Kesal, kesal dan kesal. Tak ada yang bisa diungkapkan seorang Bella Damington untuk mengusir kekecewaannya selain marah dan marah. "KAU TAHU KENAPA VARREL TIDAK MENYUKAIMU? KARENA KAU WANITA LEMAH, KAU HANYA BISA MENGALAH DAN MENGALAH. KAU KIRA KAU SUDAH JADI ISTRI YANG SEMPURNA? BENARKAH KAU ISTRI SEMPURNA? HAH?? JAWAB AKU!!!"Entah, jika mengingat kejadian tadi hatinya mendadak terbakar dan tersulut kobaran api. Bagaimana bisa gadis yang terlihat begitu polo
****Hujan awal bulan itu belum juga mereda, Lea Kalilea masih meringkuk di kasur empuknya dengan dipeluk kekasihnya. Semakin dingin, semakin erat Varrel memeluknya seolah pria tampan itu tak ingin beranjak walau sebentar saja. Pagi itu Lea membuka matanya, ia masih merasakan bagaimana hidung Varrel beberapa kali diusapkan di punggungnya. Perlahan jemari Lea menyambut tangan Varrel yang masih melengkung manis di atas perutnya. "Jangan pergi, aku masih ingin memelukmu." ucap Varrel di sela-sela tidurnya. "Kau tak ingin bekerja? Kartu kreditku sudah berteriak-teriak ingin diisi." jawab Lea lirih lalu berbalik badan dan menatap wajah tampan Varrel. Pria itu tersenyum kendati kedua matanya masih terpejam erat."Kau nakal! Kau selalu menyuruhku mencari uang sedangkan dirimu selalu ogah-ogahan jika bersamaku lebih lama. Kau sungguh tak adil." jawab Varrel tenang lalu membuka kedua matanya perlahan.
****"Lihat Lea! Ini adalah calon suamimu di masa depan," suara ibu dengan bangga seraya menunjukkan sebuah foto pria remaja yang tengah tersenyum dengan gantengnya.Lea mau tak mau harus melihatnya, melihat foto yang ditunjukkan oleh sang Ibu. Dengan wajah polos, Lea kembali menatap ibunya tak mengerti. Wanita di hadapannya tersenyum lalu menangkup wajah Lea, "Namanya Varrel Damington, tidak ada alasan untuk tidak mendekatinya. Seminggu lagi ia akan datang kemari untuk mengikuti pertemuan keluarga. Kau bisa mengenalnya dengan baik nanti."Seperti biasa Lea hanya terdiam, guna menyenangkan ibunya ia terpaksa mengangguk dengan patuh. Tapi sayang belum seminggu seperti yang dijanjikan Ibunya, sebuah kecelakaan maut merenggut kedua orangtuanya. Naasnya lagi belum sebulan Ayah dan Ibunya pergi, perusahaan ayahnya diambil alih oleh Dammington Inc. Salah satu sebab kenapa Lea Kaliea harus mengejar Varrel Damington sampai ke lubang semut sekalipun.Bayangan buram ma
WARNING 21+****Lea tak pernah menyangka jika Kevin akan menciumnya di depan umum seperti tadi. Jantungnya sempat bergetar karena sebelumnya ia belum pernah menerima ciuman dari siapapun selain ciuman dari Varell. Hari ini benar-benar hari yang tak terduga bagi Lea Khalilea.Berjalan sedikit cepat menuju ke apartemen, Lea berusaha melupakan bayangan Kevin yang tiba-tiba menaut bibirnya. Jika diingat kembali, pria tersebut memang tengah mencuri kesempatan pada dirinya. Sungguh, pria dimanapun tetap sama saja.Lea mempercepat langkah, dengan tergesa ia memasuki kediaman mewah persembahan dari Varell Damington. Belum sempat melihat siapa yang ada di dalam kamarnya, tangan Lea segera ditarik oleh seseorang. Gadis tersebut terkesiap menyadari ada seseorang yang kini begitu posesif terhadapnya."Varell ... Sejak kapan kau ada di sini?" Lea bergumam tak mengerti ketika Varell berusaha memonopoli dirinya.Varell tak menjawab, pria tersebut mendorong tubu
***Setibanya di istana megah milik keluarga Varell Damington, pria bersurai kelam memasuki halaman rumahnya dengan langkah tenang. Pria itu tahu jika lambat laun perselingkuhannya dengan Lea akan tercium juga apalagi oleh keluarga Bella.Ketika pria berjas hitam tampak memasuki rumah, seluruh tatapan penghuni rumah teralihkan ke arahnya. Ruang tamu yang biasanya sepi kini mendadak menjadi ruangan penuh lautan manusia dari keluarga Bella.Varrell terus melangkah menghampiri keluarga besarnya, ia tersenyum seolah tak terjadi apa-apa."Apa kabar semuanya? Bagaimana kabarmu Ayah? Ibu? Kakak ipar?" sapa Varell dengan nada santai sembari menghempaskan bokongnya di sofa mewah, dimana keluarga besarnya tengah berkumpul.Tak ada jawaban. Keluarga Bella terlihat masam ketika melihat kehadiran Varell Damington, apalagi ditambah dengan sikapnya yang seolah-olah tak terjadi apa-apa."Varrell, kataka
****Ruang tengah milik keluarga Varrell Damington kini kembali sepi. Setelah Varell pergi, kini rumah itu hanyalah tinggal keluarga Bella yang masih terduduk dengan amarah yang meluap-luap di dada. Wajah Louis tidak dapat disembunyikan, rasa marah bercampur kecewa kini tercetak jelas di wajahnya yang tegas."Bella, apapun demi dirimu, Ayahmu ini tidak akan menyerah. Jika Varell tidak bisa meninggalkan wanita itu maka akan kubuat wanita itulah yang akan meninggalkan Varell," ujar Louis Brandon dengan tangan mengepal sangat erat.Bella yang menangis sesenggukan mulai menenangkan tangisnya. Ada harapan baru yang muncul dari pelupuk matanya yang basah. "Dengan apa? Sedangkan aku sudah mencobanya namun selalu gagal."Luois Brandon terdiam, tatap matanya masih lurus ke depan. Sebagai ayah, ia tetap tidak bisa menerima segala alasan yang Varell lontarkan padanya."Kau tidak cukup mengerti lawanmu, Nak. Biarkan a
****Lea menggeliat ketika sinar matahari menebus jendela kaca yang tepat berada di dalam kamarnya. Sinarnya yang keemasan begitu menyilaukan, membuat tubuh sang wanita bereaksi dan segera bangun dari mimpi-mimpi indah.Menoleh ke samping, Lea tersenyum tipis ketika menyadari bahwa Varrell Damington memilih untuk tidur di sini semalaman hanya untuk menemaninya. Lea mengembuskan napas, ia merebahkan diri lagi di samping Varell.Wanita bermata indah itu menatap wajah Varell yang teramat tampan. Ia kembali tersenyum seraya mengelus wajah sang kekasih dengan lembut."Varell, maafkan aku. Aku telah memanfaatkan dirimu selama ini. Aku ingin segera mengakhiri tapi, semua sudah terlalu dalam untuk diakhiri. Varell, sekali lagi maafkan aku yang telah menggunakan dirimu untuk kepentinganku." Lea berbisik lirih.Varell perlahan membuka mata, membuat mata Lea terbelalak kaget. Mungkinkah pria yang tidur disampingnya i
***Seperti biasa Varrel menyempatkan waktunya untuk mengantar sang pujaan hati untuk pergi ke tempat kuliah. Pagi menjelang siang yang sedikit terik lengkap dengan riuhnya lalu lalang kendaraan tidak menyurutkan keinginan Varrel Damington untuk tetap pergi menemani Lea Khalilea untuk berangkat kuliah hari itu."Jam berapa kau akan pulang?" tanya Varrel pada Lea tanpa sekalipun pria itu menatap wajah ayu sang pujaan hati.Lea tersenyum tipis, menatap jalanan yang ramai pikirannya pun mengembara tepatnya pada sore hari nanti. Pria itu bahkan bertanya sesuatu yang jelas-jelas belum ia lakoni sedikitpun. Tak ada jawaban dari bibir Lea, membuat Varell menoleh sejenak ke arah Lea Khalilea."Kenapa hanya diam? Kau tidak ingin aku menjemputmu?" tanya Varrell dengan nada sedikit emosional. Sekali lagi Lea tersenyum, ia bahkan tidak tahu bagaimana dengan jalan pikiran pria itu."Sayang, ini masih