"Yuk berangkat sekarang," kataku pada Sigit.Selepas magrib aku pun berangkat ke kantor polisi. Dan tadi aku telah menelepon seorang pengacara yang nantinya kami akan bertemu di kantor polisi.Tepat pukul delapan malam aku telah tiba di kantor polisi. Pengacara yang ku sewa pun ternyata telah sampai di sini. Kami pun langsung masuk bersama Sigit juga.Mas Chandra kemudian mendekatiku, saat pengacara berkordinasi dengan polisi."Dek, ngapain sih kamu ajak Sigit segala?" bisik Mas Chandra padaku."Memangnya kenapa kalau aku ngajakin dia sih Mas?" jawabku sok bodoh."Haduh masih tanya lagi kamu ini Dek. Ya aku malulah sama dia. Eh iya, kamu nggak bilang kan ke seluruh pekerja di rumah kita kalau aku di tangkap polisi?"Tuh kan benar dugaanku, kamu pasti malu jika semua pek
Cari saja sampai kiamat, Mas. Kamu tak akan pernah menemukan barang berharga itu di ruangan ini.***** *****"Kamu lagi ngapain Mas?!""Eh kamu kok bangun sih, Dek." Spontan Mas Chandra menoleh ke arahku dan menutup pintu lemari."Ini aku lagi cari baju, eh jaket dingin banget soalnya malam ini, hehe," ucapnya lagi."Ngapain cari baju di lemariku?" ujarku.Mas Chandra segera menggeser tubuhnya ke arah kiri, ke depan lemarinya. Memang dari dulu aku tak pernah mencampur pakaian kami, ada lemari dua lemari tersendiri."Loh maaf, Dek. Ternyata ini tadi keliru to? Pantesan aku dari tadi nyari nggak ketemu." Mas Chandra pun mengambil jaket dari lemari dan segera memakainya, kemudian kembali berbaring di sampingku."Aku tidur duluan ya, Dek. Sudah
***** *****"Masuk saja Pak, pintu tidak terkunci."Pak Sugeng pun kemudian masuk sambil menundukkan kepala, kurasa dia sudah tahu kenapa kupanggil ke sini."Silahkan duduk, Pak.""Iya, Bu," ucapnya lirih sambil duduk di kursi depan meja kerjaku."Pak Sugeng baik-baik saja kan? Atau lagi tidak enak badan hari ini?" Mataku menatap lekat dia yang masih saja menunduk dari tadi."Tidak, Bu, saya baik dan sehat-sehat saja hari ini," ucapnya dia mendongakkan kepala beberapa saat kemudian menunduk lagi."Lalu kenapa dari tadi menunduk terus? Pak Sugeng masih ingat denganku 'kan? Tolong jangan terus menunduk, aku tidak suka jika lawan bicaraku tak memperhatikanku saat berbicara!" Sontak dia menghadap kepadaku."Masih, Bu. Bu Dita kan putri sem
Malam ini aku tak pulang ke Jombang, setelah menyelesaikan semua aktifitasku seharian aku kemudian menuju rumah lamaku di sini. Kebetulan ada satpam dan juga petugas kebersihan yang selalu standby di sini. Karena kadang kala aku akan mampir atau menginap jika malas pulang ke Jombang.Aku sengaja meminta Linda untuk datang ke sini dan menemaniku nanti malam untuk mengeksekusi Mas Chandra dan komplotannya. Juga ada dua orang bodyguard pribadi yang mulai menemaniku saat ini.Entahlah perasaan dilema itu muncul lagi di diriku. Haruskah aku melanjutkan semua rencanaku hingga waktu pernikahan mereka tiba yang masih kurang sebelas hari lagi? Atau semua kuselesaikan malam ini juga?Karena jujur aku sedikit takut jika tetap membiarkan Mas Chandra berada di rumahku, dia akan nekat melakukan apa saja hingga mungkin akan membunuhku dengan tangannya sendiri. Tetapi jika harus berhenti sampai di sini, k
Mungkin syaratku ini sangat sepele dan terlalu ringan untuk Mas Chandra. Tapi percayalah ini akan menjadi salah satu amunisiku dan sangat berguna untuk rencana finalku nanti."Tentu Dek, aku tentu akan menuruti semua syaratmu itu, asal jangan laporkan polisi dan jangan minta bercerai." Mas Chandra langsung mengiyakan syarat-syaratku itu.Tentu saja dia langsung mau karena mungkin pikirnya hanyalah hal yang sepele. Belum tahu dia, hehehe."Kalau begitu tanda tangani surat pernyataan ini sekarang, Mas." Kuangsurkan kertas perjanjian dan juga bolpoint untuknya."Kenapa pakai ginian lagi sih, Dek? Kamu nggak percaya sama aku?""Emang nggak! Kamu itu nggak bisa dipercaya sama sekali kok memang! Baru kemarin berjanji saja sekarang sudah kayak gini!""Maaf Dek, ini semua kan aku lakukan karena aku bingung dan aku nggak mau ter
Jahat sekali kamu Mas, padahal orang tuamu di kampung cuma mengandalkan sawah tersebut sebagai mata pencahariannya. Sebisa mungkin akan ku beli kembali sawah itu untuk mertuaku, karena mereka adalah orang yang baik yang juga selalu sayang kepadaku, tentunya tanpa sepengetahuan Mas Chandra.Tunggu sepertinya aku tahu siapa yang baru saja di telepon Mas Chandra tersebut, pasti itu Koko Alvin. Pria beretnis tionghoa itu adalah teman baik kami berdua, dia seorang pengusaha sukses juga. Ayahnya juga berteman baik dengan almarhum papaku. Aku akan coba meneleponnya, semoga saja dugaanku benar."Hey Dita. Ada apa nih? Barusan Chandra meneleponku, sekarang ganti kamu," ucapnya membuka percakapan kami lewat sambungan telepon.Hemmm, tak salah lagi benar dugaanku. Kali ini aku tak akan menggagalkan rencana Mas Chandra, tapi aku hanya ingin sawah itu kembali kepada yang punya. Biarlah dia menikmati dulu kemenangannya dan melangsukan ijab dengan selingkuahnnya it
Malam itu, atau tepatnya pagi buta setelah pulang dari Kediri, karena rencana yang di buatnya kembali di gagalkan oleh Dita, Chandra merasa amat marah pada dirinya sendiri. Karena terlalu bodoh hingga selalu kalah dengan Dita. Namun untuk kali ini dia menyerah untuk melakukan rencana lain yang berhubungan dengan Dita, hanya akan buang-buang waktu saja dan akan membuatnya makin rugi.Suatu ide gila muncul dipikiran Chandra, untuk menjual sawah orang tuanya di kampung, meski hanya itulah satu-satunya mata pencharian mereka. Dia tak peduli lagi pada mereka yang penting pernikahanya dengan Raisa berjalan lancar minggu depan.Setelah mendapatkan pembeli, langsung saja Chandra menemui Dita agar mau ke rumah sakit lebih pagi. Karena dia sudah tak sabar lagi mendapatkan uang dan juga mengurusi semua keperluan acara pernikahan. Seperti membayar ke agen poperty, menyewa gedung balai desa, memesan catering, juga keperluan pernikahan lainnya.Ketika di rumah sak
Sepulang dari rumah mertuaku, aku pun mampir dan menuju ke kantor. Sekedar untuk melepas lelah dan sedikit membubuhkan tanda tangan pada berkas- berkas. Karena memang belum ada yang menggantikan posisi Mas Chandra di sini.Setelah menyelesaikan tumpukan berkas, sebuah ide terlintas di pikiranku. Aku harua segera menelepon Raisa sebelum terlambat, aku yakin dia pasti mau dengan tawaran yang kuberikan. Dua kali panggilanku terabaikan, namun panggilan ketiga dijawab olehnya."Mbak Dita, ada apa Mbak?" katanya ketika menerima panggilan teleponku."Maaf menganggu ya Sa. Cuma mau nanya sih, audah menyewa WO belum sih?""Belum sih Mbak, tapi kayaknya nggak pakai jasa WO deh, ngirit budget gitu. Rencananya aku dan Mas Wisnu sendirilah yang akan menghandle semuanya. Soalnya kata Mas Wisnu, perusahaanya sedang ada masalah jadi harus sedikit menekan biaya."