Home / Romansa / Our Secret Wedding / Bab 1 Aku, Kau dan Rumitnya Cinta

Share

Our Secret Wedding
Our Secret Wedding
Author: Cadiz Eitrama

Bab 1 Aku, Kau dan Rumitnya Cinta

Author: Cadiz Eitrama
last update Last Updated: 2025-05-07 23:30:00

Langit Jakarta menjingga keemasan ketika Rengganis Prabakusuma memasuki lobi kantor WEDHATAMA GROUP. Denting hak sepatunya bergema di lantai marmer, seirama dengan degup jantung yang terasa lebih cepat dari biasanya. Sore itu, ia tak hanya datang sebagai sekretaris CEO muda Javindra Wedhatama, tetapi juga sebagai kekasih rahasia yang menunggu sebuah kepastian.

Rengganis melirik jam di tanganya. Sudah pukul enam lebih lima belas. Hampir semua karyawan sudah pulang kecuali beberapa staf penting dan tentu saja dirinya. Javin masih berada di ruangannya, ia masih sibuk rapat daring dengan klien bisnisnya dari Hongkong.

Rengganis mengetuk pelan pintu ruangan CEO.

"Permisi Pak???"

Javin yang masih memandang layar leptop sejenak mengalihkan pandanganya kepada Rengganis dan mengangguk sembari menyimpulkan senyum manis dari wajah tampannya.

Rengganis menunggu dalam diam di sofa ruangan lantai delapan itu, sesekali membenarkan poni dari rambut coklatnya yang tergerai lemas. Jantungnya berdesir setiap kali suara bariton Javin terdengar penuh dominasi ditengah daringnya. Suara bariton tegas yang selalu berubah menjadi sangat lembut ketika berbicara kepadanya, suara yang kerap kali meluluhkan logikanya.

"Ganis?" suara bariton Javin mendekatinya.

Gadis itu berdiri menyambutnya penuh kasih.

"Sudah selesai?"

Javin mengangguk. Kemeja putihnya masih rapih, sementara dasinya sedikit ia longgarkan. Dan mata itu... mata yang selalu saja mampu menenggelamkan Rengganis dalam perasaan cinta, namun kali ini mata itu nampak menatap dengan lelah.

"Nis?"

"Ada apa Mas?"

"I miss you!" ucap Javin menyandarkan kepalanya di bahu Rengganis.

"Ini di kantor Mas?"

"I knew... But I really miss you Nis?"

"Mas kenapa?"

"I said I miss you!"

"I miss you too"

Javin terdiam sejenak, membiarkan dirinya larut dalam dekapan hangat yang hanya bisa ia dapatkan dari bahu seorang Rengganis. Sore menjingga itu semakin meredup dibalik tirai kaca kantor. Tapi kehagatan dua insan itu seolah menahan waktu agar berhenti untuk tidak melaju.

"Aku lelah, Nis." bisiknya pelan.

Rengganis mengusap lembut pelipis pria itu. "Kamu nggak sendirian, Mas. I'm here with you."

Javin menarik napas panjang lalu menatap mata Rengganis dalam-dalam.

"Sampai kapan kita harus terus seperti ini?"

Pertanyaan itu menghantam dada Rengganis. Ia tahu, cepat atau lambat percakapan ini akan datang. Hubungan yang mereka jaga diam-diam terlalu lama tersembunyi dibalik profesionalisme. Ia menunduk, menghindari tatapan pria yang dicintainya.

"Kamu takut, ya?" tanya Javin, lembut namun menusuk.

"Aku... Aku... Aku takut kehilangan semuanya, Mas." bisiknya.

Javin menggenggam erat tangan Rengganis.

"Kalau aku bilang, aku ingin semua orang tahu tentang kita??? Aku siap, Tapi kamu juga harus siap menghadapi mereka. Terutama... Dru!"

Rengganis terdiam. Nama itu... Druwenda Wedhatama. Adik laki-laki Javin, Pria yang menjadi senjata utama keluarga Wedhatama dalam menjaga nama baik dan citra publik mereka. Sikapnya terkenal dingin dan mematikan. Sungguh bertolak belakang dengan Javin yang hangat dan bersahaja.

"Ini bukan cuma soal Dru, Mas!" suaranya bergetar. "Tapi tentang Nyonya, Keluarga besar dan tentang masa depan kita. Jujur aku bingung, tapi aku masih belum siap kalau kamu sampai ribut sama Dru nanti, Mas!!! kamu tahu sendiri gimana ganas dan menakutkanya Dru... media juga pasti bakal goreng hubungan kita habis-habisan."

Javin terdiam sejenak. Napasnya berat.

"Aku bisa handle itu semua, Nis..."

Rengganis membuka mulutnya perlahan, suaranya bahkan hampir tak terdengar.

"Aku... Aku... Aku takut..."

Keheningan menggantung di ruangan mewah itu, menyisakan detak jam dan helaan napas yang tak beraturan. Sorot mata Javin mengeras.

"Kapan kamu siap?" tanya Javin, suaranya berubah lebih dingin.

Rengganis menunduk dalam, tak sanggup membalas tatapan itu.

"Kasih aku bukti, Mas... Kalau kamu benar-benar bisa baik-baik aja ketika kita go public." ucapnya pelan, namun tegas.

"Nis... You know I love you, right?"

"You know I love you too...."

Rengganis menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kembali kekuatan hatinya. Ia tahu, terlalu banyak yang harus dipertaruhkan malam itu. Namun, daripada larut dalam ketegangan yang membakar batas logika dan perasaan, ia memilih untuk mengalihkan arah.

"Mas..." ucapnya pelan, sambil melangkah mendekati pria yang kini memunggunginya. "Mas Javin udah makan?"

Pertanyaan sederhana itu menggantung di udara, menyejukan sejenak atmosfer yang mulai menghasukan.

Javin menoleh perlahan. Ada sedikit kerutan di dahinya, seolah tak menyangka Rengganis akan menanyakan hal sepele setelah percakapan yang begitu emosional. Tapi justru dari pertanyaan itulah, ia sadar jika Rengganis sedang menyelamatkan mereka dari jurang ledakan perasaan yang belum saatnya meledak.

"Belum..." jawabnya pelan. "Nggak kepikiran makan."

Rengganis tersenyum kecil, mencoba menenangkan suasana. "Mas selalu kayak gitu. Sibuk, stress, terus lupa isi perut."

Ia meraih tas kecilnya lalu mengeluarkan kotak makan bening berisi nasi, ayam panggang madu, dan sambal bawang kesukaan Javin. Masakan rumah, buatab tanganya sendiri. Bukan karena niat awalnya ingin memberi, tapi karena ia tahu setiap kali Javin sibuk rapat malam, ia akan melewatkan waktu makan dan hal itu pula yang membuat Rengganis selalu bersiap.

"Untung aku bawa ini." ucapnya, menyodorkan kotak makan itu dengan senyum hangat.

Javin menatapnya lama, seakan ingin mengingat wajah Rengganis baik-baik. Kemudian, ia mengambil kotak makan itu, membuka tutupnya pelan, dan aroma lezat langsung menyeruak.

"Kamu selalu tahu yang aku butuhin, ya Nis?" gumamnya pelan.

"Kalau bukan aku siapa lagi?" jawab Rengganis dengan nada menggoda, meski ada sedikit rasa getir dalam tawa pelannya.

Javin duduk di tepi sofa, menyendokkan nasi perlahan. "Kita harus berhenti pura-pura Nis...."

Rengganis tak menjawab. Ia hanya duduk disampingnya, membiarkan waktu kembali mengalir pelan, sambil menunggu malam Jakarta benar-benar menelan sisa jingga di langit.

Javin meletakkan sendoknya perlahan ke dalam kotak makan, lalu menatap Rengganis tanpa senyum. Matanya meredup, tak lagi segan menunjukkan luka yang sejak tadi ia sembunyikan.

"Kamu tahu Nis..." gumamnya, "Setiap kali ada klien yang datang ke kantor dan mulai sok ramah ke kamu, senyum-senyum, ngobrol terlalu lama, dan matanya gak pernah lepas dari kamu itu aku selalu pengen lempar mereka keluar ruangan!"

Rengganis menoleh cepat. "Mas..."

"Aku cemburu, Nis. Gila aja rasanya ngeliat kamu dilihat orang lain, disapa pakai nada sok akrab, padahal... Aku ini"

"Rengganis terdiam, matanya menatap kosong sejenak, lalu lembut berkata,"Tapi kamu ga pernah bilang."

Javin menghela napas. "Aku gak punya hak, kan? Kita sembunyi, Kita bahkan gak bisa sekedar bilang ke orang kalau kita saling memiliki!"

Rengganis memegang tangan Javin, menggenggamnya erat. "Tapi kamu tetap punya hati. Dan aku tahu Mas, kita sama-sama dihadapkan dnegan perasaan yang rumit."

"You know I really love you Honey" Ucap Javin yang luluh dan mencium lembut bibir ranum Rengganis.

~TBC~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Our Secret Wedding   Bab 5 Sosok Asing Yang Ku Benci

    Rengganis terbangun dengan nyeri ringan di pelipis, seolah semalaman ia berada di dalam pusaran mimpi yang membakar sekaligus menyesakkan. Matahari belum benar-benar naik, hanya semburat oranye lembut yang menyusup di sela tirai hotel yang belum sepenuhnya tertutup. Ia menggeliat pelan di bawah selimut satin putih. Tubuhnya terasa ringan dan hangat. Namun, rasa nyaman itu segera berubah menjadi beku ketika matanya menatap sosok pria yang tengah terlelap di sampingnya.Rengganis membeku.Itu bukan Javindra.Rahang pria itu lebih tegas, kulitnya sedikit lebih terang, dan rambutnya... meskipun sama-sama hitam namun terlihat lebih lembut. Jantung Rengganis mencelos, debarannya bak genderang perang bertalu menandakan tanda bahaya. Ia menelan ludah, berusaha mengingat kembali detail semalam. Gelas wine, ciuman, sentuhan, napas berat, desahan, lalu ..Tidak! Ia segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Detak jantungnya menggila."Astaga... apa yang sudah aku lakukan?" bisiknya ketak

  • Our Secret Wedding   Bab 4 Afrodisiak Yang Salah

    "Mas Javin?"Javin menoleh lalu meraba pelipisnya, matanya memerah dengan pupil yang membesar, napasnya berat dan ia hampir terjatuh namun Dru menahannya. "Dru...? What are you doing here?""Aku ada meeting di lounge bawah." jawab Dru mengerutkan alis, "What's wrong with you Mas? You look so drunk."Javin menghela napas berat dan menyandarkan tubuhnya ke dinding. "Only drink one glass of wine, I did'nt knew what happen to me. Kepala gue rasanya mau meledak Dru, badan gue juga panas banget!"Mata Dru menyipit, Ia mendekat lalu mencium aroma samar dari Javin. Bau wine parfum khas milik Rengganis, dan... sesuatu yang tak asing. "Shit!" gumamnya, Ia tahu betul jenis zat itu. Bukan racun, tetapi bisa sangat memabukkan dan menurunkan kontrol diri. Ia pernah melihat kasus serupa saat bergaul di lingkaran bawah tanah sewaktu kuliah di London."Damar!!!" panggilnya ke arah lift. Seorang pria bertubuh kekar dengan potongan rapi dan tatapan tajam datang mendekat. "Bawa Mas Javin pulang ke mansio

  • Our Secret Wedding   Bab 3 Rencana Gila Sang Kekasih

    Rengganis duduk terpaku di kursi kayu berukir yang menua bersama waktu, ditengah ruang tamu apartemen kecilnya yang sederhana namun nyaman. Lampu gantung kristal di langit-langit memancarkan cahaya hangat yang remang, menari pelan di dinding krem yang berhias lukisan abstrak. Suasana malam begitu hening, tapi justru itulah yang membuat hatinya semakin gaduh. Logikanya berperang melawan ide-ide jahat di otaknya, perlahan bisikan iblis mulai menyerang ketahanan moralitas Rengganis hingga membuatnya menjadi obsesif. Pikirannya telus berkeliaran memikirkan bagaimana cara mendapatkan Javin. Hingga muncul sebuah ide gila untuk mengikatnya secara sah. Ia menatap ponselnya yang menyala. Nama "Javindra" tertera di sana. Setelah kejadian memalukan siang tadi, Javindra menghubunginya berkali-kali. Ya... kalian pikir saja bagaimana rasanya Rengganis ditatap puluhan pasang mata yang siap mencabik dan menerkam segala tingkah lakunya, terlebih lagi disana ada Druwendra. Sosok wanita berkelas den

  • Our Secret Wedding   Bab 2 Tembok Yang Tinggi

    Rapat besar pemegang saham WEDHATAMA GROUP digelar di Ballroom utama gedung pusat yang di desain megah dan mencekam dengan dominasi hitam, emas, dan abu-abu. Di tengah ruangan dengan tata letak melingkar itu, duduk para pemegang kendali dinasti bisnis raksasa, anggota keluarga wedhatama dari berbagai cabang keluarga, pengacara, penasihat hukum, dan tentu saja para komisaris utama. Diantara mereka, Rengganis Prabakusuma duduk di pojok ruangan, tak jauh dari tempat duduk CEO muda, Javindra Wedhatama. Hari ini ia tak mengenakan seragam sekretaris seperti biasanya. Atas permintaan Javin, Rengganis mengenakan setelan formal warna navy dengan blouse satin putih dan sepatu high heels yang membuatnya terlihat seperti bagian dari lingkaran inti, tapi hal itu tentu saja tidak cukup untuk membuat keluarga besar Wedhatama mengakui keberadaanya. "Oh... Anda yang namanya Rengganis?" tanya salah seorang petinggi bernama Tante Melrose. "Benar, saya Rengganis, Nyonya." "Sebenernya kamu ini sek

  • Our Secret Wedding   Bab 1 Aku, Kau dan Rumitnya Cinta

    Langit Jakarta menjingga keemasan ketika Rengganis Prabakusuma memasuki lobi kantor WEDHATAMA GROUP. Denting hak sepatunya bergema di lantai marmer, seirama dengan degup jantung yang terasa lebih cepat dari biasanya. Sore itu, ia tak hanya datang sebagai sekretaris CEO muda Javindra Wedhatama, tetapi juga sebagai kekasih rahasia yang menunggu sebuah kepastian. Rengganis melirik jam di tanganya. Sudah pukul enam lebih lima belas. Hampir semua karyawan sudah pulang kecuali beberapa staf penting dan tentu saja dirinya. Javin masih berada di ruangannya, ia masih sibuk rapat daring dengan klien bisnisnya dari Hongkong. Rengganis mengetuk pelan pintu ruangan CEO. "Permisi Pak???" Javin yang masih memandang layar leptop sejenak mengalihkan pandanganya kepada Rengganis dan mengangguk sembari menyimpulkan senyum manis dari wajah tampannya. Rengganis menunggu dalam diam di sofa ruangan lantai delapan itu, sesekali membenarkan poni dari rambut coklatnya yang tergerai lemas. Jantungnya b

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status