Share

BERTEMU SAAT DEWASA

Maysa yang tak sadarkan diri sudah di kelilingi sanak saudaranya, mereka berkumpul dengan melantunkan ayat suci Alqur'an untuk keselamatan anak perempuan dari Ibu Rohma itu. Di ujung kepala Maysa, ada Ibunya yang mengusap kepala anaknya dengan lembut.

Di alam yang berbeda, Arlesa memasuki kamar rahasianya kembali, di lihatnya setiap sudut ruangan megah itu, dia terbayang dengan Maysa yang hadir di kamarnya, matanya mengarah ke sebuah boneka beruang berwarna coklat tergeletak di atas kasur, Arlesa meraih boneka beruang yang ia yakini itu milik Maysa.

Dia memandangi boneka beruang kecil itu seraya berkata.

"Suatu saat aku akan mengembalikan ini padamu, Maysa."

**************

15 tahun kemudian..

Dunia manusia.

"Apa pelanggan banyak siang tadi?" tanya perempuan berambut panjang itu pada seorang remaja laki-laki.

"Ah, lumayan, Kak. Cukup memutar modal hari ini." Sahut adiknya yang masih meracik kopi untuk persiapan para pelanggannya. 

"Alhamdulillah, syukur. Karna bulan ini banyak yang harus kita bayar, sewa tempat, uang kuliahmu, belum lagi Yoga harus masuk SMP, nanti malam kakak akan lembur." Tuturnya yang berlalu ke arah dapur utama cafe miliknya.

Dia mencuci semua buah-buah yang di belinya dari pasar, aktivitas kesehariannya hanya di habiskan bekerja mengelola cafe kecil yang ia rintis bersama adiknya, Gala. Semua kebutuhan hidup bergantung pada usahanya tersebut, sebagai tulang punggung keluarga, dia harus sadar diri agar tidak menjadi pribadi manja.

"Kak Maysa, aku ke toilet dulu. Ada pelanggan di luar, layani, ya," Gala berlalu ke toilet belakang.

Di meja pemesanan, sudah ada seorang pria tampan yang berdiri. Usianya tidak beda jauh dengan Maysa yang berusia 25 tahun, Pria itu memiliki badan tegap atletis, wajahnya oriental campur Eropa memiliki alis tebal dan hidung lancip.

Maysa memperhatikan pelanggannya itu, sepertinya orang itu baru pertama kali mampir di cafenya, semua yang ia kenakan melambangkan barang mahal. Orang ini pasti pengusaha dari luar kota, batin Maysa menerka.

"Mau pesan apa, Pak ?" tanya Maysa pada pria itu.

Waktu terasa berhenti berdetik, seakan Maysa dan pria di hadapannya mengalami Deja Vu, kenangan masa silam saat mereka kecil terkenang, tapi bagi Maysa suatu keanehan karna apa yang terbayang di pelupuk matanya hal yang tak pernah ia lakukan dan tempat itu sama sekali ia tak  ketahui.

Pria itu masih memandangi Maysa yang kebingungan, matanya begitu sendu, wajah itu yang selama ini ia cari, lima belas tahun dia menantikan moment ini agar bertemu dengan gadis kecil yang pernah memasuki kerajaannya.

Dia Arlesa, dua minggu telah ia lewati mencari keberadaan Maysa, terakhir di Desa tempat Ayah Maysa berasal disitu Pangeran Arlesa berkeliling namun Maysa tak kunjung ia temukan. Info yang ia dapatkan dari warga Desa setempat Maysa dan keluarganya sudah tidak tinggal lagi di Desa tersebut.

Arlesa bersama kedua pengawalnya mencari informasi tentang Kota dimana Maysa menetap bersama keluarganya, perjuangan Arlesa menemukan titik terang, dari pengawal yang membantunya ada seseorang yang mengatakan Maysa dan keluarga berada di Kota Maluli,  Arlesa memutuskan untuk ke Kota ini.

Memang Sejak kepergiaan Ayah Maysa, Ibu Rohma memilih untuk kembali ke Kota asalnya, dia membesarkan Maysa dan kedua adiknya tanpa seorang suami mendampingi.

"Pak, maaf. Tadi rasakan keanehan juga? seperti saya mengenali anda." tanya Maysa pada pelanggannya itu.

"Iya, saya juga merasakannya." Sahut Arlesa.

"Dimana? Maaf, saya terkejut karna baru kali ini saya membayangkan keanehan itu."

"Saya, ingin pesan kopi americano."

Arlesa mengalihkan pembicaraan, dia rasa ini belum saatnya untuk memberitahu Maysa bahwa dia adalah Arlesa putra mahkota Kerajaan Wandara.

Mendengar itu, tanpa mengulur waktu, Maysa langsung membuatkan kopi pesanan Arlesa, meski jawaban yang ia tunggu belum terjawab oleh pria tampan itu.

"Silahkan  menunggu dulu, Pak. Pilih meja dan kursi yang nyaman untuk anda." Tutur Maysa mempersilahkan Arlesa duduk.

Sore itu cafe milik Maysa sangat sepi, entah karna hujan baru saja reda atau memang rezekinya lagi seret. Dia hanya memasrahkan diri saja, setidaknya kebutuhan bulanan harus tercukupi.

Arlesa memilih duduk di sudut paling kiri, cafe milik Maysa di desain minimalis dengan sentuhan klasik di interiornya. Tidak mewah, juga tidak sederhana. Lumayan nyaman buat hunting para muda mudi.

Sementara kopinya di racik, Arlesa membuka ponsel yang di kirim oleh Ratu Risani, Ibunya menanyakan keberadaannya sekarang, karna sudah dua minggu Arlesa tak kunjung kembali ke Wandara.

Ting ! ting !

Bunyi bel tamu terdengar lagi pertanda ada pelanggan yang akan memasuki Cafe. Pria paruh baya yang menenteng tas, memakai jas hitam dengan bandana hitam melingkar di kepalanya.

Mulut pria itu menganga, tercengang melihat penampakan Arlesa, perlahan dia mendekati Arlesa yang masih menatap ponselnya.

"Dari mencium aromamu, kau penghuni dunia lain. Seperti penghuni Wandara," ujar pria paruh baya itu mengamati garis wajah Arlesa, dia seorang praktisi spiritual yang sangat terkenal di Kota tersebut. Dia juga pernah menyambangi Kerajaan Wandara yang banyak membuat orang penasaran.

Tentu Arlesa terkejut sebab pria di hadapannya mengetahui jati dirinya. Dia masih mengunci mulut dengan rapat, Arlesa ingin menguji seberapa jauh ilmu spiritual pria di hadapannya itu.

Pria itu mengenduskan nafasnya kembali, cara itu agar lebih menerawang Arlesa dengan teliti.

"Kamu bukan jin muslim seutuhnya, ada darah manusia mengalir di tubuhmu. Kamu benar-benar penghuni Kerajaan Wandara." Tutur pria itu lagi penuh keyakinan.

"Tolong, rendahkan suaramu. Aku tidak ingin orang tahu dan ketakutan mendengarnya." Pinta Arlesa bernada rendah.

Tebakan pria itu sangat benar, Arlesa memiliki sebagian darah manusia pada tubuhnya itu karna Ibunya Ratu Risani seorang manusia seutuhnya, tetapi  karna tregedi penyiksaan dari suami terdahulunya, Ratu Risani mengalami keputusasaan sehingga memberanikan diri memasuki Kerajaan Wandara lalu di nikahi oleh Raja Garsan.

"Iya, saya minta maaf. Tapi tebakanku benar, kan? Kamu penghuni Wandara? Ah, kenapa bisa ada disini?" sederet pertanyaan pria itu yang sudah duduk anteng di samping Arlesa.

Arlesa mengeluarkan sejumlah uang di tas selempang hitamnya, dia berniat untuk menutup mulut pria yang sangat mengganggu ketenangannya itu.

"Ini cukup untuk merahasiakan identitasku. Jangan sampai orang lain tahu akan hal ini, saya tidak ingin mereka ketakutan." Ujar Arlesa menyelipkan tumpukan uang di saku jas ahli spiritual itu.

"Tidak, tidak usah. Saya bukan manusia mata duitan, saya hanya ingin memastikan bahwa kamu memang benar penghuni Wandara, ambil uangmu kembali. Tanpa itu pun, aku tetap menutup mulut."

Arlesa menatap menyelidik, dia mencari kebohongan di mata pria itu, namun dia menemukan suatu kejujuran bahwa pria itu memang akan menutupi rahasianya.

"Kalau begitu, terima kasih." Ucapnya.

Dengan suara berbisik, pria itu kembali bertanya.

"Apa yang kau lakukan di dunia manusia? mencari kelurgamu? atau ada yang kau inginkan?"

"Iya, bisa di bilang begitu. Aku juga mencari keluarga Ibuku dan juga mencari seseorang."

Pria itu mengangguk, ada banyak yang ingin ia tanyakan pada Arlesa, tetapi Maysa sudah datang mengantarkan kopi Arlesa yang mengepulkan asap beraroma.

"Ini kopi americanonya, Oh ya, teman anda mau pesan minuman apa?" tanya Maysa pada pria yang di samping Arlesa.

"Saya orange jus saja." Sahut pria itu.

Ketika Maysa sudah meninggalkan mereka berdua, pria itu kembali menyusun kalimat pertanyaannya.

"Apa yang kau inginkan di dunia kami, ha, saya yakin hal itu pasti sangat penting. Dunia kamu lebih maju di banding disini, masa hanya karna ingin berjalan-jalan di dunia kami, kamu keluar dari Wandara." Imbuh Pria itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status