PAPA MUDA 15 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraKetika menuduh sebuah kesalahan yang dilakukan diri sendiri pada orang lain, pastilah yang ada hanya rasa malu. Malu yang tidak sengaja menorehkan kata-kata tajam hingga membuat hati terluka. Karena sejatinya ucapan itu lebih tajam dari sebilah pisau. Alsaki masih terus merutuki kebodohannya yang tidak meninggalkan pesan apa pun setelah melakukan transaksi dengan nominal cukup besar. Bahkan bibirnya dengan tega mengeluarkan kata yang mungkin membuat Dyra terluka. "Haruskah aku minta maaf? Kenapa dia selalu suka membuat orang salah paham? Apa yang harus kulakukan?" tanyanya dalam hati sembari menggigit ujung kuku. Bingung begitu cepat menyerang pikirannya. Gala yang baru saja mengeluarkan krayon menjadi tertarik melihat pria di depannya gelisah. "Papa kenapa? Sakit? Apa mau pergi?" tanya bocah kecil itu dengan wajah dibuat serius.Pria berusia dua lima tahun itu seketika gugup dan hilang wibawa di depan anaknya sendiri. Namun, itu tidak men
PAPA MUDA 15 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraDyra bangkit dari kursi, "apa ada hal penting, Mas? Soal tadi siang, kan, katanya mau dipotong kalau nanti gajian," ujarnya ikut mempertanyakan panggilan tidak biasa ini. "Jangan banyak tanya. Kamu bisa ikut sebentar? Tidak lama, kok ...," ulangnya lagi masih pertanyaan yang sama. Wanita pemilik nama Andyra Arsha itu melirik Adrian sejenak, seolah meminta pendapat. Namun, pria itu dengan cepat mengangguk. Mau tidak mau ia melangkah maju ke arah pria yang tengah menunggunya. Bukankah lebih baik menyelesaikan semua masalah agar hati tidak lagi merasa bersalah?"Mau bicara apa, Mas?" tanya Dyra setelah berdiri di hadapan. "Kita bicara di ruangan saya aja," jawabnya singkat, lalu berjalan menuju ruangannya. Akan tetapi, dari awal berlawanan sang ibu datang di saat yang tepat. Alsaki bisa meminta sang ibu untuk membawa pulang Gala agar tidak membuat rasa malu itu kian menggunung. "Al, Gala mana?" tanya wanita yang seperti sapu tangan untuk b
PAPA MUDA 16 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraApabila dihadapkan situasi yang hampir terlupakan tentang gejolak, maka hasrat akan dengan mudah mendorong sisi liar manusia yang mendamba cinta tanpa ada luka. Walaupun berusaha menepikan sekian lama, rasa itu akan tetap hadir tanpa bisa diusir. Bahkan untuk sekedar sembunyi di balik tabir ketidakinginan tidak akan sanggup membuang rasa yang terlanjur terukir bersama pola pikir hingga membuat hati seakan berbalik jungkir.Pria yang masih mengintai bibir tipis itu akhirnya menyerah bersama hasrat. Alsaki sengaja menatap dalam mata bening wanita di depannya, seolah meminta izin untuk meneguk manisnya madu dari bibir seorang Andyra Arsha—wanita yang tanpa sengaja membuat hidupnya tidak baik-baik saja setelah mengenalnya. Walau perasaan belum sedalam lautan, tetapi berdekatan tanpa kesengajaan membuat hasrat menyerah tertunduk keadaan.Perlahan tapi pasti, Alsaki menunduk hingga berhasil merasakan sesuatu yang lembut dan hangat. Meski ada gerak
PAPA MUDA 16 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraKetika ada orang yang susah payah menahan bayang kemanisan tanpa rencana dan rasa, di tempat lain justru ada pria yang merasa bersalah. Ya, Alsaki merasa bersalah telah membiarkan nafsu mengikatnya seperti saat dulu mengawali dosa bersama Arista—wanita yang pernah membuatnya jatuh hati dan terluka setengah mati. Alsaki memukul pelan bibirnya sendiri sambil berucap, "dasar bibir nggak ada sopan santun! Apa kamu tidak ingat kejadian lalu terjadi gara-gara hal seperti ini juga? Harusnya jangan diulangi lagi!" Kejadian hampir lima tahun lebih lamanya itu seketika hadir kembali layaknya putaran film yang mau tidak mau teringat kesekian kali. Ada rasa bersalah yang menggunung bersikap lancang pada wanita bernama Andyra Arsha. Bahkan mulai ada ketakutan yang merayap menguasai hati karena menyentuh sesuatu yang bukan haknya. "Semoga Dyra tidak berpikiran buruk tentangku. Mau ditaruh mana muka ini jika nanti bertemu?" ujarnya yang masih meratapi ke
PAPA MUDA 17Oleh: Kenong Auliya ZhafiraMelihat kembali seseorang yang dulu pernah membuat raga seakan tidak bernyawa pastilah seperti meminum racun secara paksa. Menghindar pun bukan jalan keluar, apalagi menyapa juga bukan menjadi maunya. Dua hal yang sama-sama mendatangkan dilema. Apalagi hal ini bukanlah kali pertama. Ya, ketika beberapa hari lalu Alsaki memergoki kedatangan Arista ke konter, ia memilih bersembunyi. Namun, kali ini sepertinya di luar dugaan. Wanita yang pernah menjadi ratu satu-satunya dalam kemewahan cintanya tengah berbincang penuh tawa dengan Dyra—wanita kedua yang berhasil meluluhkan sedikit pandangannya tentang hidup. "Apa aku pura-pura dengerin pembicaraan mereka dari jarak sedang?" tanyanya pada diri sendiri, lalu bersembunyi di balik rak gantung berisikan aksesoris ponsel. Alsaki benar-benar memasang telinganya dengan baik. Suara mereka terdengar akrab, seolah telah lama mengenal. "Jadi, Mbak ini adalah Adila Arista? Penulis Cinta Pertama? Aku nggak ny
PAPA MUDA 17 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSebagai wanita yang baru menapaki perjalanan dalam dunia literasi, Dyra merasa mendapat energi baru untuk lebih gigih belajar memperbaiki tulisan. "Makasih, Mbak Adila Arista. Semoga kamu selamanya tetap bersikap seperti itu," lirihnya sembari melambaikan tangan pada punggung yang semakin menjauh. Sementara pria yang tengah mencuri dengar dalam diam tiba-tiba rasanya bagaikan diterpa angin badai. Dua wanita dari masa lalu dan masa kini didekatkan karena hobi dan cita-cita yang sama. Sungguh ini bukanlah sebuah kebetulan seperti dalam drama. Bayang kesakitan lalu perlahan datang menghampiri layaknya tragedi tanpa rencana. Alsaki sekuat tenaga melawan rasa sakit dalam dada. Usahanya selama beberapa tahun untuk tetap berdiri tegak tanpa bayang Arista seakan sia-sia. Tidak ada guna. Karena nyatanya dia kembali dengan segala pencapaian yang dulu dibanggakan di atas hati penuh goresan. "Jadi, Dyra kenal Arista lewat dunia literasi?" tanyanya den
PAPA MUDA 18 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMelihat sikap seseorang hampir mirip karena satu alasan yang sama persis selalu menumbuhkan banyak pertanyaan berbalut penasaran. Keinginan untuk mencari tahu pun kian menggebu layaknya perempuan yang suka bermain gosip tanpa berpikir perasaan orang lain. Ya, Dyra ingin mematahkan pikirannya tentang alasan di balik sikap seorang Alsaki yang terkesan membenci literasi. Padahal kalau mau sedikit bersabar bisa menjadi tempat nongkrong terasyik dan bisa membuat waktu yang tertodong perih perlahan berubah seperti sihir. Wanita yang masih menatap kepergian Alsaki hanya bisa menerka-nerka. "Kira-kira kenapa ya? Apa ada hal yang membuatnya begitu benci penulis?" tanyanya pada diri sendiri sembari kembali menunggu pembeli datang. Akan tetapi, pertanyaan itu justru semakin kuat melekat pada pikiran tanpa ada jawaban.Dyra menggeleng beberapa kali, mencoba tidak lagi membawa pertanyaan itu dalam pekerjaan. Meski rasa penasaran masih terus membayang
PAPA MUDA 18 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Di tempat lain, pria yang diingatkan kembali akan masa lalu tengah merebahkan dirinya di sofa. Sofa yang warnanya hampir pudar karena termakan usia. Bayangan dua wanita dengan cara pandang hampir sama benar-benar membuat akalnya menggila. Namun, sedetik kemudian tawa terdengar jelas mengudara. Tawa yang seolah mengejek nasibnya sendiri. "Kenapa Dyra harus punya mimpi yang sama dengan Arista? Untuk apa bermimpi jika akhirnya harus banyak yang dikorbankan? Baik itu tenaga dan biaya, juga asa dalam cinta, bahkan keluarga," batinnya seakan kian menjerit menolak mendapati kenyataan yang ada. Alsaki meremas kuat rambut pendeknya untuk menyamarkan rasa sakit di kepala. Akan tetapi, semakin bertambah berdenyut. Kesakitan lalu seakan saling tumpuk menjadi satu kesatuan yang berujung saling mengetahui sedalam mana luka dan sejauh apa rasa yang bersemayam. "Apa yang harus kulakukan jika Dyra memilih pergi untuk mengejar mimpi? Haruskah hati berser