PAPA MUDA 4 B
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Dengan melangkah cepat, pria yang menikmati peran ganda untuk buah hatinya langsung membersihkan diri sesampainya di rumah. Kaos oblong berserta celena pendek menjadi pilihan untuk kenyamanan di rumah. Suara televisi dari ruang santai pun menarik perhatiannya.
Alsaki keluar kamar, menuju ruang santai untuk melihat sang anak. Sudah menjadi kebiasaannya menonton acara kartun favorit seperti Ultraman dan lainnya.
"Sayang, kok, be--" Pertanyaannya terhenti karena sang ibu menempelkan jari telunjuknya ke bibir sebagai kode jangan berisik.
"Gala baru tidur," bisiknya setelah anak lelakinya ikut duduk di sebelahnya.
"Aku gendong ke kamar," jawabnya ikut berbisik.
Seketika tubuh mungil itu sudah berpindah dalam gendongan dengan sekali angkat. Wajahnya terlihat begitu polos tanpa beban. Alsaki meletakkan Gala begitu hati-hati, takut terbangun karena merasa ada gerakan.
"Maafkan, Papa, Sayang ...," ucapnya sembari membelai lembut rambut hitam sang anak. Kecupan selamat malam juga tidak lupa diberikan.
Setelah memastikan sang anak tidur di kamar, pria yang melupakan makan malam kembali keluar dan menuju dapur. Ia ingin mengisi tenaganya untuk mengganti lelahnya hari ini.
"Loh, kamu baru mau makan?" Sang ibu tiba-tiba bertanya. Ia berpikir Alsaki sudah makan malam.
"Belum, Bu. Kan, baru pulang. Bapak mana?"
"Bapak udah tidur. Kamu pikirkan lagi ucapan Ibu, Al ... Ibu lama-lama nggak tega lihat kamu melakukan semuanya sendiri. Lihat badan kamu? Seperti nggak terurus," ujar wanita yang hendak pergi ke kamarnya.
Alsaki menelan sisa nasi dalam mulutnya lalu menjawab, "Akan aku pikirkan. Ibu tenang aja. Sebaiknya Ibu tidur udah malam."
Wanita berhati lembut itu perlahan menjauh dari pandangan. Sedangkan pria yang kini mulai memikirkan ucapan sang ibu memilih menyudahi makan malamnya, lalu kembali ke kamar untuk menemani mimpi sang anak. Tidur berdua dan berpelukan terkadang bisa menguatkan segala gundah dari keresahan jiwa. Bahkan banyak harapan terselip dan menggantung setinggi bintang untuk masa depan Gala—anaknya.
~
Ketika mentari memberi kehangatan bumi, wanita yang ingin mengubah nasibnya telah bersiap untuk mengadu keberuntungan. Dyra tidak ingin lagi merepotkan Namira—sang kakak dengan banyak hal. Selama ini ikut menjaga Cantika sebagai balasan yang bisa ia lakukan, termasuk mengantar jemput gadis kecil itu ke sekolah.
"Loh, kamu mau ke mana, Ra? Rapi banget? tanya wanita yang memiliki hati begitu baik.
"Anu, Mbak ... mau ngelamar kerja di konter gitu. Pas kemarin pulang jemput Cantika, kebetulan lihat selebaran," jawabnya tanpa menutupi.
"Oh, ya ,udah. Bagus malah. Nanti kamu bagian nganter Cantika aja. Biar aku yang jemput. Kalau kerja jangan sering baca novel online, nanti dipecat sama yang punya," goda sang kakak dengan tawa mengejek.
"Ish, Mbak, kok, gitu ... aku juga baca gituan tahu tempat kali, Mbak. Ya udah, aku berangkat dulu. Cantika mana?"
"Cantika di sini, Tante ... ayo berangkat." Gadis kecil itu tiba-tiba berada di belakang sang kakak sambil merapikan rambutnya.
"Oke."
Keduanya bergandengan tangan menuju roda dua yang sudah terparkir di halaman rumah. Bahkan mereka melambaikan tangan bersama untuk berpamitan pada wanita yang tengah berdiri di teras rumah. "Kalian hati-hati!" pesannya sambil berteriak.
Dyra melajukan roda duanya dengan bersemangat. Bibirnya pun tidak berhenti membentuk dua lengkungan tipis. Angin pagi seakan lembut menyapa wajahnya. Seakan tahu kalau hatinya tengah butuh belaian semangat.
"Moga aja diterima, biar nggak nyusahin Mbak Namira terus," doanya dalam hati.
Sepuluh menit berlalu akhirnya sampai di sekolah Cantika. "Kamu jangan nakal di sekolah," pesannya tanpa turun dari roda duanya.
"Iya, Tante ... semoga diterima kerja ya? Biar nanti bisa membeli es krim banyak buat Cantika," jawab Cantika dengan suara khasnya. Dyra mengusap lembut rambut hitam gadis kecil yang kerap membuat hatinya tidak kesepian.
"Makasih doanya, Sayang ... masuk gih," titahnya sebelum melajukan roda dua yang masih dalam keadaan menyala.
Dyra menatap punggung kecil itu menjauh, lalu melajukan roda duanya menuju tempat yang akan mengadu nasibnya. Tidak menunggu lama, konter yang ia tuju tampak di depan mata.
Roda dua menepi tepat di depan konter yang mulai kedatangan pengunjung. Jemarinya melepaskan helm, meletakkannya di jok boncengan, lalu mendekat perlahan menuju pria yang tengah melayani pembeli.
Dyra memperhatikan pria itu dengan seksama. Ia menerawang usianya mungkin hampir sama. "Ternyata benar karyawannya masih muda semua," batinnya.
Pria berkaos hitam itu seketika menyapa setelah pengunjung berlalu. "Ada yang bisa dibantu, Mbak? Insyaallah Gala Cell bisa memenuhi semua kebutuhan tentang handphone yang Mbak cari," sapanya terdengar ramah.
Dyra meremas ujung bajunya untuk menutupi rasa gugup yang tiba-tiba menghampiri. "Em ... saya ke sini mau daftar sebagai karyawan, Mas. Bisa?" tanyanya ragu.
Seketika Adrian mengingat pesan Mas Alsaki tentang kemarin. "Oh, Mbak, yang sudah kirim pesan ya? Namanya siapa, usia berapa, statusnya apa?" tanyanya tanpa jeda.
Wanita yang sudah menyiapkan jawaban untuk semua pertanyaan itu menatap lekat pria di depannya. Dengan penuh percaya diri, ia menjawab, "Nama saya Andyra Arsha, usia sembilan belas mau mendekati dua puluh, status jomlo elit."
Pria berkaos hitam itu menahan tawa dengan tangan kanannya. "Silakan masuk ke ruangan itu, sepertinya pemilik toko juga sudah datang," ujarnya sembari menunjuk ruangan kecil di belakang dinding yang penuh aksesoris handphone.
Dyra melangkah perlahan menuju ruangan yang ditunjukkan pria itu. Pelan, jemarinya mengetuk pintu. "Permisi ...! Saya datang untuk bertemu pemilik toko. Saya yang kemarin melamar," ucap Dyra, lalu menarik pegangan pintu hingga terbuka.
"Masuk saja." Alsaki yang masih tenggelam bersama beberapa kertas menjawab tanpa melihat ke arah wanita yang sudah berdiri di depannya. "Nama?" tanyanya singkat.
"Andyra Arsha."
Mendengar nama itu kedua kali, Alsaki langsung mendongak, menatap wanita yang bertemu di sekolah anaknya. "Kamu? Jadi, kamu yang mau melamar kerja?" tanya Alsaki sedikit terkejut.
Begitu juga Dyra, ia tidak kalah terkejut melihat pria yang menarik pesona semua perempuan di sekolah Cantika. "Jadi, kamu pemiliknya? Ya Gusti, kenapa aku nggak peka kalau nama konter ini Gala Cell. Gala, kan, ponakanmu," jawabnya sambil memukul pelan kepalanya sendiri.
Alsaki tertawa melihat tingkah konyol wanita di depannya. Namun, sedetik kemudian kembali bersikap profesional. "Jadi usiamu berapa? Belum menikah, kan?" tanyanya lagi.
"Usia saya sembilan belas tahun menuju dua puluh, bulan Desember nanti. Alhamdulillah belum menemukan jodoh yang siap mengajak menikah." Dyra mendadak ciut nyali menjawab semua pertanyaan di depan pria yang diam-diam memiliki kharisma tersendiri saat duduk berhadapan puluhan lembar kertas.
"Haish, kenapa jadi kayak orang mau dilamar rasanya," rutuknya. Akan tetapi, sebelum memberi keputusan diterima atau tidak, satu suara membuat perbincangan keduanya berjeda. Seorang wanita seusia ibunya masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu.
"Al, nanti kamu jemput Gala, ya? Ibu ada urusan sama Bapak. Ini mau berangkat. Makan siangnya udah Ibu siapkan di tempat biasa. Kamu harus selalu sanggup jadi papa yang bisa diandalkan," ucapnya kemudian berbalik, tetapi matanya melirik wanita yang tengah berdiri di depan sang anak sebelum melangkah keluar.
Dyra seketika terdiam. Perkataan wanita yang tidak lain ibunya Alsaki membuat akalnya meracau. Ia baru tahu kalau pria muda di depannya adalah seorang papa.
"Jadi, pria ini bukan om-nya Gala, tapi papanya? Baru aja ingin mengenal cinta malah salah sasaran ...."
-------***------
Bersambung
PAPA MUDA 5 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraPenampilan terkadang tidak selalu menunjukkan sisi terdalam seseorang. Bisa saja semua itu berbanding terbalik dengan apa yang kita pikirkan. Ibarat buah nangka yang kulit luarnya berduri, tetapi dalamnya lembut memikat hasrat untuk menikmati. Wanita yang masih sedikit terkejut itu hanya diam, menunggu gilirannya bicara. Benih kagum yang semula hampir memunculkan tunas, dengan cepat ia menepisnya. Alsaki menyadari perubahan wanita yang masih berdiri di depannya. Pasti terkejut mendengar perkataan ibunya. "Ehem! Baiklah, kita bisa lanjutkan. Jadi, kapan kamu bisa mulai kerja?" tanyanya langsung tanpa basa-basi. "Oh, ya, wajahmu nggak perlu begitu. Gala memang anakku," ucapnya lagi seolah memberi tahu bahwa yang didengarnya memang benar, bukan kesalahan.Seketika Dyra menoleh kanan kiri untuk menghilangkan gugup yang begitu jelas merantai kesadarannya. "Em, a--anu ... sekarang pun bisa. Jadi, saya memenuhi semua syarat yang ada, Mas?" tanyanya
PAPA MUDA 5 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraKetika azan Zuhur berkumandang, karyawan Gala Cell mulai istirahat secara bergantian. Karena pengunjung memang datang silih berganti. Tidak bisa jika semua karyawan istirahat bersama, mereka harus bisa memanfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin."Dyra, kami berdua makan siang dulu ya? Kamu tungguin sebentar. Udah bisa melayani pembeli, kan?" tanya Adrian sebelum pergi mencari makan di warung sebelah pertigaan. "Bisa, Adrian. Kamu tenang aja. Buruan ya, kan, gantian," pintanya. "Siap!" Kedua pria itu berlalu pergi mencari makan siang. Sedangkan Dyra memilih sendiri sambil menunggu pembeli datang. Namun, belum ada pembeli yang hadir karena masa istirahat. Jadi, ia memutuskan untuk bermain dengan ponselnya sejenak.Hari ini ia belum membaca novel online sama sekali. Begitu ada celah dan kesempatan, wanita yang menyukai cerita sejak sekolah langsung berselancar di aplikasi grup menulis. Bahkan dirinya sudah mulai memiliki penulis favorit. "Wah
PAPA MUDA 6 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMendengar kembali nama yang dulu memilih pergi dalam wujud berbeda setelah menggapai mimpi sungguh seperti petir di siang bolong. Bukan tidak bahagia bisa tahu berada di titik sekarang, tetapi ada amarah saat menengok kembali jalan yang harus dilewati sebelum sampai tempat tujuan.Bertahun-tahun Alsaki mencoba memahami dan mengerti alasan Arista—istrinya ingin menjadi penulis terkenal. Namun, hingga detik ini akalnya masih tidak terima. Karena dirinya dan Gala mendadak tersingkirkan dari prioritasnya sebagai perempuan yang sudah menikah.Hingga tali yang seharusnya menguat malah terlepas begitu saja. Akan tetapi, sekarang wanita di depannya dengan begitu mudah mengatakan hal yang membangkitkan lagi luka hatinya. Alsaki masih menatap tajam setelah berhasil mengungkapkan apa yang ia rasakan. Bahkan ada rasa ingin mempertegas sekali lagi."Kalau lagi makan itu mending fokus! Enggak usah ngelirik ponsel terus! Ini hari pertama, Dyra! Saya bisa bua
PAPA MUDA 6 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Entah kenapa ada perasaan tidak enak mendengar permintaan cucunya. Tidak biasanya Gala berseri keras meminta sesuatu. Ia pun diam-diam memperhatikan wanita yang tengah menikmati makan siangnya. "Masih muda. Dari cara bersikap sepertinya menyukai anak-anak. Tapi, kenapa baru lihat sekarang? Apa Alsaki mencari karyawan baru?" tebaknya lagi dan lagi. Wanita yang memberi perhatian sejak kecil pada sang cucu kembali mengulum senyum, lalu membelai kepala dan pipi mungil bocah di depannya. "Sayang ... dengerin Nenek. Tante itu di sini kerja. Bukan untuk main. Kita ke tempat Papa aja ya?" rayunya lagi dengan suara begitu lembut. Seketika wajah Gala tertunduk lesu. Ia merasa tidak bisa bermain dengan orang selain Papa dan neneknya. Namun, sikapnya mengiakan ucapan yang didengarnya. Ketika dua manusia beda usia itu hendak melangkah, satu ucapan berhasil menghentikan mereka. Dyra yang diam-diam mencuri dengar percakapan mereka merasa kasian. Ia
PAPA MUDA 7 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Kehidupan yang terajut benang penuh kehitaman bisa menyisakan kekhawatiran tanpa ujung. Apalagi bias hasrat memulai hubungan baru tidak kunjung berpendar setelah lima tahun lamanya. Entah karena masih sakit atau cinta itu telah terkikis dan menyempit, tidak ada yang tahu. Wanita yang memilih menemani perjalanan sang anak hingga detik ini perlahan mendekat ke arah dua manusia beda usia di depannya. Ia memutuskan untuk membiarkan keadaan bisa merayu waktu supaya perasaan itu lekas bersemayam. "Gala, Sayang ... Nenek ke ruangan papamu dulu ya? Kalau udah selesai nanti nyusul aja," ucapnya seakan memberi ruang pada cucunya untuk menikmati kebersamaan dengan orang baru. Gala menjawab tanpa melepaskan krayon di tangan, "iya, Nek. Nanti kalau udah selesai, Gala ke ruangan Papa." Sang nenek tersenyum. Cucunya itu memang istimewa. Meski terlahir dari usia wanita belum matang secara mental, tetapi ia bisa tumbuh menjadi anak yang baik dan cerd
PAPA MUDA 7 BOleh: Kenong Auliya Zhafira"Memang susah bicara sama kamu, Al." Sang ibu kembali menarik napas dan mengembuskannya kasar. Kesal. Ia memilih membaca majalah yang ada di tumpukan meja kecil dekat sofa. Merayu hati yang beku rasanya seperti memecah karang di lautan dengan tangan. Sia-sia. Alsaki menggeleng melihat wanita di depannya yang sudah beberapa kali bersikap demikian. Ya, ini bukan pertama kali dirinya mendapat permintaan untuk mencari istri sekaligus mama untuk Gala—anaknya. Ia hanya berhati-hati saja mencari pendamping hidup. Pengalaman lalu cukup memberi tamparan sekaligus pelajaran. Tidak selamanya cinta bersemi nan semerbak wangi bisa bertahan ketika angin datang menerpa. Nyatanya dirinya gugur dalam lembah dosa hingga terjebak pernikahan penuh drama. Bukan bahagia yang didapat, tetapi luka kehilangan karena wanitanya menganggap tugas sebagai istri sekaligus ibu bukanlah impian terbesar dalam hidupnya. Mengingat kisah lalu membuat dadanya kembali nyeri. Als
PAPA MUDA 8 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMelupakan memang hal tersulit dalam hidup. Bahkan mungkin tidak bisa dilakukan meski waktu sudah berjalan begitu lama. Karena sia-sia saja jika memaksa melupa, tetapi hati masih menyimpan perasaan, baik cinta atau pun luka. Semua itu justru kian membawa diri pada orang yang telah memilih pergi. Ibarat pepatah menelan bratawali yang sudah jelas rasanya pahit.Alsaki masih saja memukul kecil kepalanya sendiri. Ia terus merutuki ucapan yang keluar dari bibirnya. "Dasar bodoh, bodoh, bodoh!" lirihnya sembari berjalan ke ruangannya. Dari luar pintu suara anaknya terdengar begitu bahagia bersama sang nenek. Pikirannya mungkin tengah memamerkan hasil mewarani hari ini. Namun, ketika tangan hendak membuka pintu, pertanyaan Gala pada neneknya membuat Alsaki mematung di tempat. Bahkan ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke ruangan demi mendengar pembicaraan serius tentang wanita yang tidak pernah dilihatnya. "Nenek ... kalau Gala meminta Kak Dyra sepe
PAPA MUDA 8 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSementara Adrian—pria yang membenarkan penuturan wanita di sebelahnya mulai tersihir pesona Dyra—karyawan yang belum ada sehari bekerja. Ia mengakui kecantikan dan keceriaannya memberi suasana berbeda di konter. Seakan ada bunga yang tumbuh di antara rumput semak-semak. Tanpa sadar bibirnya membentuk lengkungan bulan sabit. Manis."Apa aku mulai menyukainya?" tanyanya dalam hati. Baginya seorang Andyra sosok wanita yang mudah menyesuaikan diri di lingkungan baru, terutama di Gala Cell. "Aku pasti udah gila. Masa baru kenal udah kayak gini rasanya," batinnya lagi mencoba menepis rasa yang berkecamuk dalam dada. Akan tetapi, satu tepukan dari Malik—teman kerja satu tahun lalu menyadarkan akalnya."Jangan dilihatin terus, nanti kamu jatuh cinta. Kalau sampai itu terjadi, saingan kamu