pov RomaAku mengamati Adelia dan Andi dari dalam ruang tamu, kenapa Adelia tampak malu-malu begitu dan Andi tampak senyum-senyum gak jelas. Aku jadi menyesal melepas Adelia dulu karena dia gendut. Sekarang jadi langsing cantik, seperti before afternya jessica milla dalam film imperfect.Aku jadi tersenyum sendiri membayangkan pertemuan pertamaku dengan Adel saat dia pingsan di acara MOS saat SMA dulu.Flash back si Roma :"Alhamdulillah aku diterima juga di SMA favorite di kota ini. " Gumamku sambil melihat lembar nama siswa yangtergantung di papan pengumuman."Kepo ah, siapa sih yang meraih peringkat NEM terbaik masuk di SMA ini, " aku menelusuri nomor paling atas dengan telunjukku."Ah ini dia ketemu, Adelia Nareswari. Namanya cantik, deketin aja ah, siapa tahu bisa nebeng bikin PR, " aku bersorak dalam hati dengan ide cerdasku.Aku memang siswa pas-pasan. Pas mau jawab ujian, pas bener. Pas malas bikin PR, pas ada teman yang meminjamkan PRnya untuk kusalin.Berkat wajah rupawan d
pov Roma"Caranya adalah kamu bawa ponsel aja ke kelas Del, ntar kalau sudah selesai mengerjakan ujian, kamu tinggal whatsapp aku saja, gimana ?" pintaku."Ntar kalau ketahuan gimana Roma? aku takut, " serunya."Kalau kamu duduk di depan, kamu gak perlu ngasih aku jawaban, tapi kalau kamu duduk di tengah atau di belakang, kamu harus ngasih tahu aku jawaban via whatsapp, gimana?" pintaku memelas. Agar lebih meyakinkan aku menggenggam tangannya. Tangan tebal yang teraba kasar. Mungkin Adelia ini sudah biasa nguli. "Kelulusanku tergantung padamu Del," kataku.Dan, Adelia pun mengangguk. "Oke, aku setuju dengan ide mu Roma." Sahutnya mantap."Dasar bucin tingkat nasional, hahahaha, " aku tertawa penuh kemenangan dalam hati.Keberuntungan berpihak padaku. Saat UAN, aku dan Adel memang beda kelas. Tapi kita sama-sama duduk di belakang.Mulus sudah jalanku menuju kelulusan karena seorang Adelia.Tentu saja aku juga membayar jerih payah Adel belajar dengan membawakan sekantung kresek kelengk
pov RomaAku menatap wajah Rania. "Ibu whatsapp yang, meminta kita cepat pulang. "Jawabku cepat seraya memasukkan ponsel ke saku celana. Tentang whatsapp Adelia, bisa dipikirkan nanti.Rania tersenyum dan mengangguk, " ya sudah, ayo pulang yang," tukasnya sambil mengelap bibir dengan tissue."Oh iya, aku boleh gak jenguk mamamu? " tanya Rania saat kami sudah berada dalam mobil menuju arah pulang."Jangan dulu yang, aku ada urusan toko sama mama, aku antar kamu pulang dulu ya," sahutku cepat.Aku ingin pulang sendirian ke rumah dan langsung menelepon Adelia untuk menjelaskan apa yang terjadi diantara aku dan Rania."Roma, tunggu ," seru mama saat aku sampai di rumah dan hendak nyelonong ke kamar.Dengan malas aku mendatangi ibu yang bersedekap di tangga rumah."Kenapa mukamu seperti ditekuk? kamu ada masalah dengan Adelia kan?" tegur mama.Aku terhenyak. Kenapa mama bisa tahu. Jangan-jangan...."Mama ya yang kirim fotoku sama Rania ke nomor Adel?" tanyaku mengintimidasi."Iya, memang m
pov RaniaHari ini tiba-tiba perutku mulas, keluar lendir darah dari area kewanitaanku. Memang bulan ini adalah waktu perkiraan bersalinku. Setelah seminggu yang lalu aku merasa mulas dan saat periksa ke dokter kandungan hanya pembukaan satu, maka aku diinstruksikan untuk pulang kembali membawa beberapa obat yang telah diresepkan.Aku berteriak memanggil mami dan bang Roma, suamiku. "Mi...Mami, perutku mules sekali, tolong," seruku."Yang, tolong, sepertinya anak kita mau keluar inih !" aku yang saat itu sedang tidur siang berteriak-teriak tiada henti.Mami segera berlari ke kamarku di lantai dua. Bang Roma pun demikian. Tergopoh-gopoh menghampiriku yang sedang kesakitan."Yang, aku tidak kuat berjalan lagi, tolong gendong aku, " seruku memelas.Mas Roma tampak melongo.Mungkin merasa keberatan karena sejak hamil berat badanku bertambah 15 kilo."Jangan melongo saja Roma, ayok berangkat ke rumah sakit. Kebetulan Andi kan sedang dinas, gendong istrimu dong masa ga mau sih." Mami merepe
pov dokter AndiNamaku Andi. Andi Satria Abadi. Papa mamaku adalah pemilik perusahaan pengalengan ikan sarden terbesar di kota kelahiranku ini.Saat lulus SMA, aku diharapkan untuk kuliah di jurusan ekonomi manajemen agar bisa menggantikan papa memimpin perusahaan. Karena kakakku seorang perempuan, maka aku satu-satunya yang diharapkan untuk menggantikan posisi papa.Tapi aku punya pilihan lain. Aku ingin kuliah kedokteran. Menjadi dokter adalah impianku sejak kecil.Aku mengikuti bimbel setiap hari dan belajar keras setiap malam. Agar aku bisa diterima di fakultas kedokteran. Papa dan mama mengira aku bimbel dan belajar untuk masuk ke jurusan yang mereka inginkan.Tibalah saat pengumuman UMPTN, dan aku diterima di salah satu universitas negeri di Surabaya jurusan kedokteran.Aku bahagia tapi ketakutan. Bingung campur senang untuk memberitahukan pada orang tuaku.Maka dengan segenap keberanian aku mengungkapkan kelulusan dan pilihanku pada papa. Dan seperti kuduga pemilik perusahaan
Aku melajukan vario kesayangan dengan tersenyum sendiri. Setelah borokokok baru kali ini ada yang mengajak jalan-jalan lagi.Kulihat di sekeliling jalan bunga seolah bermekaran dan Kupu seolah beterbangan. Dan tiba-tiba terdengar alunan musik india janam-janam dilwalee. Elah. Kok bisa sih. Penyuka drakor tapi musik suka india.Sengaja kubuka kaca depan helm agar udara bebas bisa mengelus pipiku. Sepanjang jalan aku sengaja tersenyum pada siapa saja yang kutemui.Abang tukang bakso, tukang bakpao, cilok, pengendara- pengendara motor lainpun tak luput dari senyumanku. Ada yang menanggapinya dengan tersenyum juga, ada yang menanggapinya dengan diam saja. Dan yang lebih ekstrim, memandangiku dengan melotot, mungkin mengira kenapa ada orang stres keluyuran di jalan lagi senyum-senyum sendiri dan dilepas oleh keluarganya.Ah, entahlah, aku tidak peduli. Hatiku masih berbunga saja rasanya. Sebenarnya terbersit sedikit ragu di hatiku. Untuk apa dokter Andi mendekatiku. Aku takut dokter Andi h
Sampai, " Arrrggghhh, tidak!! " Dokter Andi berhasil menarik tanganku tepat waktu sehingga badanku terjatuh di dalam pelukannya.Untung kedua tanganku secara otomatis menyangga di antara dada kami. Mobil yang hendak menabrakku melaju melewati kami begitu saja. Oke memang aku yang salah, menyeberang jalan tanpa menoleh ke kiri dan ke kanan. Aku berdebar dalam dekapan dokter Andi. Bersyukur sekali bisa selamat dari mobil yang hampir menabrakku karena dokter Andi menarik tanganku tepat waktu. Aku baru tersadar bahwa bukan hanya jantungku saja yang berdebar kencang. Jantung dokter Andipun suaranya sudah seperti genderang mau perang. Tinggiku yang sekitar dada dokter Andi, membuatku bisa mendengar detak jantungnya dengan jelas. Aku mendongakkan kepala ke atas. Ingin mengucapkan terimakasih pada dokter Andi, tapi gerakanku terhenti karena, "Jddduuggghhh, wadooowww!"Dokter Andi rupanya terkena sundulan kepalaku yang mendongak secara tiba-tiba. Refleks kami saling melepaskan pelukan d
pov dokter Andi👨⚕: Kamu tahu nggak perbedaan kamu dan termometer?👩⚕: nggak tahu👨⚕: kalau termometer dipasang diketiak, kalau kamu dipasang di hatiku. Eaaaa.**Aku mendengarkan Adelia bercerita tentang masa lalunya dengan Roma. Yang tidak pernah aku perkirakan adalah Adelia adalah korban juga. Aku kira Adelia berniat menggoda Roma yang sudah punya istri. Tapi ternyata Adelia pun pernah dikadalin oleh Roma.Rasa kasihan menyeruak bersama dengan rasa nyaman yang tiba-tiba. Tapi aku ingin jujur pada Adelia bahwa awalnya aku mendekati dia karena ingin membuat Roma cemburu. Nyaliku menciut saat Adelia mengatakan bahwa kalau ada laki-laki lain yang mempermainkannya lagi, Adelia tidak akan pernah memaafkannya. Mati aku! "Baik, saya sudah selesai cerita tentang masa lalu saya dan Roma, yang mengakibatkan saya tidak ingin sering-sering ke rumah bu Rania. Sekarang giliran dokter yang cerita pada saya, " Kata Adelia padaku.Aku gugup sekali. Bingung mulai darimana menjelaskan tentang