Akhirnya Dewi bangkit, melangkah ke arah jendela, mencoba memberanikan diri mengintip keluar. Dengan tangan gemetar dibukanya jendela kamarnya. Disibaknya tirai jendela perlahan. Dia celingukan melihat ke luar jendela. "Tak ada apa-apa. Apa cuma pendengaranku saja?" Lagi-lagi Dewi bergumam sendiri. 'Ah sudahlah, aku lanjut tidur lagi. Mungkin hanya suara angin' batin Dewi.
Baru Dewi akan melangkah kembali ke ranjangnya, Dewi mendengar suara itu lagi, bahkan kali ini disertai dengusan. Mendadak Dewi merasa takut, peluh membasahi pelipisnya. Rasa penasaran itu datang lagi, hingga mampu mengalahkan rasa takutnya.
Hati-hati Dewi membalikkan badan, mencoba mengintip dari balik tirai jendela lagi. Dewi menajamkan penglihatannya. Dia terkesiap melihat ada seekor kuda di depan jendela kamarnya. Matanya seketika membulat, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Digosok
"Disini biasanya pekan hanya setiap hari Sabtu, biasanya selalu ramai dari pagi hingga sore hari," sambung Roni.Roni memarkirkan sepeda motornya. Mereka berjalan terus hingga memasuki area pekan, hiruk pikuk khas Pasar juga terasa di Pekan ini."Kamu suka tiwul kan?" tanya Roni. Dewi mengangguk saja."Kita cari makanan tradisional, sudah jarang ada kalau di kota."Mereka terus menyusuri Pekan, hingga terus masuk lebih jauh ke dalam. Sampai mereka pada seorang Ibu yang duduk di sebelah emperan pedagang sayur. Ibu itu hanya duduk di atas bangku plastik kecil, dia memakai jarik, dengan tampah yang berisi bahan dagangan, ada di hadapannya. Dewi terus memperhatikan Ibu penjual tiwul. 'Ibu ini … seperti Ibu tadi. Ya, gak salah. Ibu ya
Roni yang belum selesai menghabiskan tiwulnya, terburu-buru melahap habis sarapannya itu. Dia langsung menenggak segelas teh manis panas yang sudah disediakan oleh Bik Jum. Dan terburu-buru menyusul Pak Darma."Dewi, kita ke samping yuk. Bantuin Ibu membersihkan tanaman di samping rumah," ajak Bu Wati pada Dewi, begitu Roni dan Pak Darma sudah pergi.Dewi mengekor saja di belakang Bu Wati. Sepertinya membersihkan tanaman menjadi satu alternatif, menghilangkan rasa takut Dewi di rumah mertuanya.Dewi dan Bu Wati mulai asik membersihkan dedaunan kering dari tanaman-tanaman hias koleksi Bu Wati."Dewi, ambilkan sekop kecil di dalam gudang. Ibu mau menggemburkan tanah di dalam pot-pot ini," suruh Bu Wati, tangannya masih asik me
Dewi sebenarnya sudah sangat mengantuk, tadi malam dia hampir tak tidur sama sekali. 'Tapi sebaiknya aku makan dulu, kasian bik Jum, udah capek-capek masak' batin Dewi."Bik, saya boleh nanya sesuatu?" tanya Dewi ke bik Jum. Saat dia sedang melintas di dekat meja makan"Mau nanya apa Mbak?" tanya Bik Jum langsung berhenti di hadapan Dewi."Bibi kan, udah lama kerja di sini. Kira-Kira Bibi tau gak, ruangan yang ada di dalam gudang?" Dewi mencoba menyelidiki melalui bik Jum dulu tentang ruangan yang tadi dilihatnya di gudang."Bibi gak tau, Mbak. Yang boleh masuk ruangan itu, cuma Bapak sama Ibuk aja.""Oh gitu.""
"Yang, kenapa sih?" Roni menggaruk kepalanya, kebingungan melihat tingkah Dewi. "Tadi … aku duduk dan ngobrol di ayunan sama kamu Mas," bisik Dewi. "Bercanda kamu. Mas masih di dalam tadi." Roni tak percaya apa yang Dewi katakan, karena sedari tadi dia memang di dalam rumah tepatnya di dapur, membuat kopi. "Beneran Mas, ada yang aneh di rumah ini," kata Dewi. Bola mata Dewi liar menyapu setiap sudut kamar, Dewi merasa ada yang ikut mendengar pembicaraan mereka. Dewi merasa was-was. "Bukan Mas gak percaya sama kamu. Tapi Mas, sejak kecil tinggal di sini, tak pernah ada hal aneh. Mungkin hanya perasaanmu saja Yang." Roni masih berusaha meyakinkan Dewi. Bahwa tidak ada yang aneh di rumah orangtuanya
Roni langsung terburu-buru masuk kamar mandi begitu melihat Dewi keluar, panggilan alam katanya."Kok, gak sholat?" tanya suami Dewi itu. Yang terlihat ganteng dengan memakai sarung, baju koko dan kopiah."Lagi kedatangan tamu Mas.""Oh."Selama menunggu Roni sholat, Dewi membuka gawainya. Berselancar ke dunia maya. Rindu dengan adik-adiknya di Panti. Dewi mengintip akun mereka. 'Alhamdulillah, sepertinya adik-adikku sehat' kata Dewi di dalam hatinya. Mereka semalam pergi jalan-jalan ke kolam renang yang tak jauh dari Panti. Itulah yang di lihat Dewi dari postingan salah satu anak Panti di media sosialnya. Bu Yanti memang rajin membawa anak-anak Panti refresing. Paling tidak sebulan sekali. "Nanti siang, aku akan video call mereka. Kangen dengar celotehan mereka," gumam Dewi.Tiba-tiba, Dewi seperti melihat siluet orang di jendela kamar. Dengan berjingkat Dewi bangkit dari tempat tidur, dan berjalan pelan ke arah jende
"Mas, ini kan hari Minggu. Apa gak libur ke ke kebunnya.""Oh iya, Mas lupa. Biasanya sih, Bapak gak ke kebun kalau hari Minggu. Kalau nanti Mas gak diajak ke kebun sama Bapak. Kita ke rumah Iwan lagi.""Ngapain Mas?" Agak heran Dewi, apa hubungannya masalah ini dengan bang Iwan, pikirnya."Mas kan pernah bilang, kalau Iwan itu bisa melihat yang tidak bisa kita lihat. Iwan dulu juga pernah di Pesantren selama enam tahun. Siapa tau, dia bisa membantu kita."Dewi mulai mengerti, padahal baru kemarin Roni cerita padanya tentang Iwan."Iya ya Mas, mudah-mudahan dia bisa membantu kita. Mencari tau, apa yang sebenarnya terjadi sama Bapak dan Ibu."Mereka terus berlari kecil, sesekali berhenti untuk melakukan peregangan. Kembali mata Dewi tertuju ke arah Ibu penjual tiwul, yang mengambil daun-daun jati untuk membungkus tiwul-tiwulnya."Mas, itu Ibu penjual tiwul di Pekan," tunjuk Dewi ke arah
"Mas sekarang percaya kan? Ada yang aneh di rumah kita." Dewi menyambung pembicaraan mereka tadi."Iya, kita harus cari tau hal itu juga. Banyak misteri yang harus diungkap.""Ibu tadi juga aneh, ya Mas. Dia kok kayak mengenalku. Tapi, bagaimana bisa?""Mas rasa, Ibu itu mengetahui jati diri kamu sebenarnya."'Apa benar, Ibu itu tau jati diriku sebenarnya? Apa orang tua kandungku, juga berasal dari kampung ini. Ah, aku tak begitu perduli tentang jati diriku. Buat apa aku mencari mereka! Mereka juga sudah membuangku, bahkan … mungkin mereka mau aku mati saat itu. Berarti mereka tak menginginkan diriku. Ada rasa sakit di hati ini, bila mengingat aku hanya lah anak yang dibuang' batin Dewi terus berkecamuk sendiri."Mas, kalau memang benar Ibu itu tau tentang jati diriku. Biarkan saja lah, tak usah kita cari tau lagi." Roni menghentikan langkahnya ketika mendengar apa istrinya itu katakan."Kamu yaki
"Kebelet pipis." Dewi berdalih lalu masuk ke kamar mandi.Gantian Roni masuk kamar mandi setelah melihat Dewi keluar."Kita sarapan dulu," ajak Roni.Sebenarnya Dewi belum lapar, tapi gak enak juga menolak ajakan Roni. Apalagi Bik Jum sudah repot menyiapkannya buat mereka. Memang itu sudah menjadi tugas Bik Jum, tapi tentunya dia akan berkecil hati, bila ternyata sang majikan tak berkenan menyentuh makanan yang telah disiapkan. Dengan malas, Dewi bangkit juga dari ranjang memenuhi ajakan Roni."Bapak sama Ibuk kemana Bik?" tanya Roni pada Bik Jum, seraya menikmati sarapannya."Gak tau Mas, siap sarapan tadi langsung keluar," jawab bik Jum. Tangannya sibuk mengelap setiap furnit