Mereka semua reflek menoleh ke arah sumber suara yang membuat Roni menghentikan kata-katanya. Suara itu berasal dari kamar Pak Darma. Suara itu suara Pak Darma. Yang berteriak lantang, memaki pada Iblis yang sudah menjeratnya.
Spontan mereka semua bergerak, dengan langkah cepat menuju kamar Pak Darma. Belum lagi mereka sampai ke kamarnya, Pak Darma sudah keluar dengan wajah beringas. Terlihat marah sekali. Pak Darma berlari ke arah luar rumah. Mereka semua ikut berlari mengejarnya.
"Pak! Mau kemana?" tanya Roni sambil berusaha mengejar Pak Darma.
Pak Darma tak mempedulikan panggilan Roni. Dia terus saja berlari, dia berlari ke arah gudang, seperti mencari-cari sesuatu. Pak Darma kelihatan sibuk, matanya liar melihat kesana kemari. Dengan dada yang b
"Bawa Bapak ke dalam!" titah Ustad Faruk.Roni langsung memapah Pak Darma yang kelihatan sangat tak berdaya. Dibantu Iwan, yang dengan sigap ikut memapah Pak Darma dari posisi yang berlawanan. Pak Darma masih dalam keadaan sadar. Tapi seperti tak bertenaga. Dia benar-benar mengalami luka batin yang sangat berat.Dewi segera membuat teh hangat juga membawakan handuk kecil, untuk mengelap wajah Bapak mertuanya. Diserahkannya handuk itu ke tangan Roni. Roni dengan telaten mengelap wajah Bapaknya, juga tangannya. Ada kristal bening yang siap melesak dari matanya. Tapi berusaha ditahan sekuat tenaga, dia tak boleh cengeng dihadapan Bapaknya. Karena dia harus menjadi pundak bagi Bapaknya sekarang.Tak pernah Roni melihat Bapaknya terpuruk seperti ini. Biasanya Pak Darm
"Mas mau cari informasi dari Bulek Ipah. Bisa saja dia tau sesuatu. Selama ini pun, Bulek Ipah tak pernah bercerita kalau Mas punya dua orang kakak yang sudah meninggal. Apalagi Mas baru tau, kalau Mas bukan anak kandung Bapak sama Ibu. Banyak hal yang masih menjadi pertanyaan," papar Roni dengan pandangan menerawang.Dewi mengerti maksudnya. Bukan hanya Roni, Dewi pun sangat ingin tahu. Dewi merasa ada keterkaitan atas semua yang telah terjadi dengan dirinya. Dia masih mengingat kata-kata Pak Darma untuk mencari Bu Wiyah."Mas, kita cari Bu Wiyah yuk," ajak Dewi. Pandangan Roni langsung beralih pada istrinya.Roni menatap Dewi lekat, tepat di manik matanya. Dewi tak berani beradu pandang berlama-lama dengannya. Dia menunduk, menghindari tatapan Roni, yang seakan menyi
Siang ini Roni dan Dewi bersiap mau pulang ke kampung halaman Bu Wati. Rasa penasaran mereka tak bisa dibendung lagi. Banyak pertanyaan yang belum mereka temukan jawabannya. Sementara Pak Darma, orang yang seharusnya bisa mereka harapkan untuk memberi jawaban. Sedang dalam masa pengobatan di Pesantren. Mental Pak Darma sangat terguncang. Membuat Pak Darma belum bisa untuk diajak berkomunikasi dengan baik.Saat ini hanya satu tujuan mereka, Bu Ipah. Ya, siapa tau Bu Ipah bisa memberikan jawaban. Dewi masih merasa heran. Kenapa Bu Ipah tak pernah memberi tahu perihal kuburan Danu dan Suci kepadanya. Padahal dulu, saat dia masih remaja, dia sering menginap di rumah Bu Ipah."Mas, kamu yakin … kita naik motor ke kampung? Apa tak sebaiknya kita bawa mobil saja?" tanya Dewi. Tangannya sibuk memasukkan beberapa potong baju gant
"Hehhh, sampai kapan Bapak seperti itu?"[Sabar Bung. Banyak-banyak berdoa, semoga Allah segera mengembalikan kesadaran Pak Darma. Tadi kau bilang mau minta tolong, Bung. Minta tolong apa?]"Aku mau minta tolong, lihat-lihat rumahku untuk beberapa hari ini. Aku akan berangkat ke kampung siang ini. Ada hal yang harus aku urus."[Insha Allah, besok aku kesana. Masih ada sedikit pekerjaan di sini]"Apa gak bisa sore ini atau nanti malam Wan? Bik Jum takut ditinggal. Mungkin dia masih teringat kejadian kemaren."[Aku usahakan. Kalau nanti aku sudah selesai di sini. Aku langsung ke rumahmu]
"Yang, kita jalan kaki saja ya!" Roni berbicara dengan agak berteriak agar Dewi bisa mendengar."Iya." Dia juga menjawab dengan agak berteriak.Tak mungkin mereka bertahan di tengah hujan deras seperti ini. Menunggu ada yang lewat pun rasanya sangat kecil kemungkinan. Siapa yang mau keluar rumah, saat cuaca buruk begini.Roni terpaksa menuntun motornya. Beberapa kali Roni harus terjerembab. Jalannya sangat licin. Tapak sepatunya sudah dipenuhi lumpur, sehingga membuat langkahnya jadi berat.Mereka diam saja sepanjang jalan, apa yang mau diobrolkan, saat begini? Bisa-bisa pita suara mereka rusak. Akibat teriak-teriak. Dewi sangat takut, dia memegang erat bagian belakang mantel hujan Roni
"Mas mau cari informasi dari Bulek Ipah. Bisa saja dia tau sesuatu. Selama ini pun, Bulek Ipah tak pernah bercerita kalau Mas punya dua orang kakak yang sudah meninggal. Apalagi Mas baru tau, kalau Mas bukan anak kandung Bapak sama Ibu. Banyak hal yang masih menjadi pertanyaan," papar Roni dengan pandangan menerawang.Dewi mengerti maksudnya. Bukan hanya Roni, Dewi pun sangat ingin tahu. Dewi merasa ada keterkaitan atas semua yang telah terjadi dengan dirinya. Dia masih mengingat kata-kata Pak Darma untuk mencari Bu Wiyah."Mas, kita cari Bu Wiyah yuk," ajak Dewi. Pandangan Roni langsung beralih pada istrinya.Roni menatap Dewi lekat, tepat di manik matanya. Dewi tak berani beradu pandang berlama-lama dengannya. Dia menunduk, menghindari tatapan Roni, yang seakan menyi
Siang ini Roni dan Dewi bersiap mau pulang ke kampung halaman Bu Wati. Rasa penasaran mereka tak bisa dibendung lagi. Banyak pertanyaan yang belum mereka temukan jawabannya. Sementara Pak Darma, orang yang seharusnya bisa mereka harapkan untuk memberi jawaban. Sedang dalam masa pengobatan di Pesantren. Mental Pak Darma sangat terguncang. Membuat Pak Darma belum bisa untuk diajak berkomunikasi dengan baik.Saat ini hanya satu tujuan mereka, Bu Ipah. Ya, siapa tau Bu Ipah bisa memberikan jawaban. Dewi masih merasa heran. Kenapa Bu Ipah tak pernah memberi tahu perihal kuburan Danu dan Suci kepadanya. Padahal dulu, saat dia masih remaja, dia sering menginap di rumah Bu Ipah."Mas, kamu yakin … kita naik motor ke kampung? Apa tak sebaiknya kita bawa mobil saja?" tanya Dewi. Tangannya sibuk memasukkan beberapa potong baju gant
"Hehhh, sampai kapan Bapak seperti itu?"[Sabar Bung. Banyak-banyak berdoa, semoga Allah segera mengembalikan kesadaran Pak Darma. Tadi kau bilang mau minta tolong, Bung. Minta tolong apa?]"Aku mau minta tolong, lihat-lihat rumahku untuk beberapa hari ini. Aku akan berangkat ke kampung siang ini. Ada hal yang harus aku urus."[Insha Allah, besok aku kesana. Masih ada sedikit pekerjaan di sini]"Apa gak bisa sore ini atau nanti malam Wan? Bik Jum takut ditinggal. Mungkin dia masih teringat kejadian kemaren."[Aku usahakan. Kalau nanti aku sudah selesai di sini. Aku langsung ke rumahmu]