Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 108 – Ling’er yang Terluka

Share

Bab 108 – Ling’er yang Terluka

Author: Andi Iwa
last update Last Updated: 2025-04-23 08:30:06

"Ling’er! Ling’er!!" Li Feng menerobos asap tebal dan kobaran api yang menjilat langit malam. Debu, bara, dan darah bercampur jadi satu. Tubuhnya penuh luka, pakaiannya koyak oleh pertempuran, namun matanya liar mencari satu sosok—sosok yang ia rindukan, yang tak pernah ingin ia lepaskan lagi. Tapi... kosong.

"Tidak!!"

Ia berlari menuju tenda tempat terakhir ia melihat Putri Ling’er. Di sana—puing-puing tenda terbakar, bercak darah segar, dan... sehelai kain merah. Kain itu, terburai ditiup angin malam, tertancap panah hitam panjang di ujungnya.

Jantung Li Feng seakan diremas.

Ia berlutut. Tangannya gemetar saat ia menyentuh kain merah itu. Bekas sobekan di pinggirnya—ia mengenalinya. Itu dari gaun tempur milik Ling’er. Gaun yang ia pilihkan sendiri, saat mereka bersiap menyambut serangan pertama dari musuh. “Supaya kau bisa bertarung dengan tetap anggun,” katanya waktu itu. Dan ia tertawa, jenaka seperti biasa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 109 – Jalan Sunyi Seorang Pendekar

    Angin malam berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan darah yang belum kering dari pertempuran semalam. Di kejauhan, suara burung hantu terdengar menyayat, seolah ikut meratapi nasib yang tertulis malam itu. Di balik bayang-bayang pepohonan gelap, seorang pria muda melangkah pelan, membawa luka dalam dada yang tak kasat mata. "Ling’er..." bisik Li Feng, nyaris tanpa suara. Sehelai kain merah—robek dan ternoda darah—masih tergenggam erat di tangannya. Panah yang menancapkannya di batang pohon telah ia patahkan, tetapi rasa sakit yang ditinggalkan lebih dalam dari luka mana pun yang pernah ia terima. Ling’er... ditangkap. Ling’er... terluka. Dan ia... gagal. "ARGHHH!!!" Pekikan itu menggema di hutan, menggetarkan dedaunan dan membuat burung-burung malam beterbangan. Li Feng jatuh berlutut, kedua tangannya menggenggam tanah. Gigi terkatup rapat, rahangnya bergetar. Luka di bahu kirinya belum kering, tetapi amarah dan rasa

    Last Updated : 2025-04-24
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 110 – Dua Pedang yang Berbicara

    Langit malam dipenuhi awan gelap, seperti menutupi bisikan alam yang tahu bahwa sesuatu besar akan terjadi. Angin berhembus pelan namun membawa hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Li Feng berdiri terpaku di hadapan sosok berjubah hitam, di tengah hutan sunyi di perbatasan wilayah musuh. Nafasnya terengah, tubuhnya dipenuhi debu dan luka dari perjalanan panjang. Namun matanya—ya, matanya—tetap tajam, penuh tekad. Sosok itu tidak bergerak. Hanya helai jubahnya yang berkibar lembut mengikuti angin malam. Di kedua sisi pinggangnya tergantung dua pedang: satu berwarna hitam kelam dengan gagang berukir naga, satunya lagi keperakan dengan kilau samar seperti cahaya bulan. "Siapa kau?" tanya Li Feng dengan suara serak, tangannya menggenggam erat sarung Pedang Naga Langit di punggungnya. "Namaku tak penting," jawab sosok itu, suaranya dalam dan bergema, seperti datang dari dua arah sekaligus. "Yang penting adalah—kau membawa pedang itu."

    Last Updated : 2025-04-24
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 111 – Penjaga Gerbang Neraka

    Kabut hitam yang menggulung lembah seakan berhenti bergerak. Angin mendadak lenyap. Suasana di makam kuno itu seperti membeku. Suara langkah kaki menggema… pelan, berat, dan dalam. Duk… Duk… Duk… Li Feng berdiri membatu. Tubuhnya masih terbungkus jubah yang koyak oleh pertempuran sebelumnya, darah kering di bahunya belum sempat dibersihkan. Di hadapannya, dari balik gerbang batu yang setengah runtuh, muncul sosok berjubah hitam. "Siapa… kau?" gumam Li Feng, nafasnya terengah. Sosok itu tak menjawab langsung. Ia melangkah perlahan ke tengah altar batu yang dikelilingi patung pendekar tua. Suara langkahnya seperti gema dari dunia lain. "Hahh… Astaga… hawa ini…" Li Feng memegangi dadanya. Pedang Naga Langit di punggungnya mulai bergetar. Tidak seperti biasa. Getaran itu terasa… seperti ketakutan. Lalu, suara berat itu terdengar. "Aku adalah Penjaga Gerbang Neraka." Apa?!

    Last Updated : 2025-04-25
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 112 – Lingkaran Dendam

    Langit di atas Gunung Esmeralda tampak kelabu, seolah menyatu dengan kabut pekat yang menggulung di sekitar kaki gunung. Aroma tanah basah dan darah yang lama mengering menyelimuti udara. Li Feng berdiri tegak, matanya menatap tajam sosok berjubah hitam di hadapannya—Penjaga Gerbang Neraka. Di tangan kanannya, Pedang Naga Langit bergetar pelan, seakan ikut merasakan ketegangan yang menggerogoti udara."Hancurkan pedang itu sekarang juga, sebelum terlambat," ujar si Penjaga, suaranya datar namun tegas. Tak ada emosi, hanya keyakinan.Li Feng menggeleng perlahan. "Tidak. Pedang ini telah membawaku sejauh ini. Ia bukan hanya senjata, tapi saksi dari segala pengorbanan.""Pengorbanan? Hmph," suara si Penjaga merendah seperti gemuruh jauh di bawah tanah. "Itu hanya awal. Kutukan pedang itu tidak mengenal belas kasihan. Ia akan membunuh semua yang kau cintai. Satu demi satu.""Bohong!""Apakah kau benar-benar yakin?"Tiba-tiba, dunia d

    Last Updated : 2025-04-25
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 113 – Pertemuan Tiga Pedang

    Kabut tipis menyelimuti puncak Gunung Ranjing saat matahari mulai tergelincir ke balik cakrawala. Udara menggigit tulang, dan hembusan angin yang menusuk seolah ingin menyingkap rahasia yang telah lama terkubur di puncak sunyi ini.Li Feng berdiri mematung di sisi tebing, memandangi cakrawala yang perlahan memerah. Tubuhnya masih terasa dingin oleh penglihatan mengerikan yang ia lihat sebelumnya — penglihatan tentang dirinya sendiri, membunuh Putri Ling’er dengan tangannya sendiri. Dada Li Feng sesak, napasnya memburu. "Apa... apa semua ini hanya mimpi buruk...?""Tidak, ini adalah peringatan," bisik suara dari dalam Pedang Naga Langit."Diam kau!" Li Feng menggertakkan gigi, menahan amarah yang naik dari dalam dirinya. Tangannya mencengkeram gagang pedang erat-erat, seolah berharap bisa membungkam suara itu selamanya. Tapi pedang itu bergetar pelan... seolah merasa gelisah.Tiba-tiba, suara langkah kaki bergema di antara bebatuan. Suara itu tenan

    Last Updated : 2025-04-26
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 114: Rahasia Darah Leluhur

    Hujan gerimis masih mengguyur hutan lebat di perbatasan utara Kekaisaran. Udara dipenuhi aroma tanah basah dan dedaunan yang berguguran. Di antara kabut yang menggantung rendah, tiga sosok berdiri dalam lingkaran batu kuno yang terukir dengan simbol-simbol tua. Li Feng menggenggam Pedang Naga Langit erat-erat. Di depannya, dua orang tua berjubah hitam berdiri diam bagaikan arca. Mata mereka—tajam dan penuh kenangan—menatapnya tanpa berkedip. Mereka adalah pemilik dua pedang kembar: Pedang Angin dan Pedang Petir. Merekalah dua penjaga rahasia terdalam dunia persilatan. Dan kini, rahasia itu terkuak. "Jadi... kalian bilang darahku berasal dari garis keturunan yang mengikat tiga pedang ini?" Li Feng bertanya, suaranya lirih namun bergetar. Orang tua berjanggut putih, pemilik Pedang Angin, mengangguk pelan. "Bukan sekadar berasal. Kau adalah warisan terakhir dari klan Leluhur Langit. Tiga pedang ini—Naga, Angin, dan Petir—diciptakan untuk sat

    Last Updated : 2025-04-26
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 115 – Jalan yang Terbelah

    Malam itu, angin dingin berhembus kencang di Gunung Ranjing, membawa aroma hutan basah dan keheningan yang dalam. Li Feng berdiri di tepi jurang, memandangi langit yang gelap, di mana bintang-bintang tampak pudar di balik kabut yang mulai turun. Pedang Naga Langit terasa lebih berat dari sebelumnya, seolah mengingatkan akan beban yang harus ia tanggung. Tangannya gemetar, namun ia tetap menggenggam erat, tak mau melepaskannya.Putri Ling’er berdiri di belakangnya, dengan mata yang penuh keraguan. Ia tahu betul bahwa perjalanan ini sudah berada di ujungnya. Namun, yang membuat hatinya semakin berat adalah kenyataan bahwa Li Feng kini berada di persimpangan jalan yang tak bisa lagi dihindari. Kutukan pedang itu semakin mencekik mereka berdua.“Li Feng…” suara Ling’er terdengar pelan, namun mengandung beban yang begitu besar. Ia berjalan mendekat, berhenti beberapa langkah di belakangnya, dan menatap punggung pemuda itu. “Kita harus berhenti. Kau tak bisa terus sepert

    Last Updated : 2025-04-27
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 116 – Perburuan Para Penjaga

    Li Feng merasakan hawa dingin yang menusuk tulang menembus tubuhnya. Malam itu, langit di atas Gunung Esmeralda begitu gelap, hanya diterangi oleh pendar cahaya redup dari pedangnya yang kini tergeletak di tanah. Dalam keheningan yang hampir mencekam, pikirannya terperangkap oleh bayang-bayang yang terus menghantuinya. Bayang-bayang yang berasal dari kutukan Pedang Naga Langit, dan lebih lagi, bayang-bayang yang berasal dari dirinya sendiri.Tapi saat ini, ada sesuatu yang lebih besar yang mengancamnya. Sesuatu yang lebih mengerikan dari apapun yang pernah ia hadapi sebelumnya.Di kejauhan, terdengar suara langkah kaki. Lambat, namun pasti. Semakin mendekat, semakin jelas. Langkah itu datang dari arah yang tak terduga. Dari kegelapan yang penuh misteri. Hanya suara itu yang terdengar, meski segala sesuatu di sekelilingnya tetap sunyi. Li Feng mendongak dan melihat sosok yang berdiri di atas batu besar, memandang ke arahnya. Sosok itu mengenakan jubah hitam yang mel

    Last Updated : 2025-04-27

Latest chapter

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 136 – Pertarungan Jiwa Jenderal Bai

    Li Feng berdiri tegap di hadapan gua yang gelap. Udara di sekitar Padang Asin ini terasa lebih berat dari biasanya. Angin yang seharusnya menyegarkan malah menambah kesan angker, menggulung sepi yang semakin menyesakkan. Pikirannya berkelana, meraba ke segala arah, berusaha menyusun kata-kata yang tepat untuk menyentuh hati seorang pria yang telah terasing begitu lama—Jenderal Bai. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa mengubah arah pertempuran yang akan datang. Bai, yang dulu dikenal sebagai Jenderal Perang terkuat, kini tinggal bayangannya sendiri, seolah terlupakan oleh dunia. Namun, ada satu hal yang Li Feng tahu pasti: hanya Bai yang bisa menghentikan pasukan Shen Lu yang datang bagaikan badai, menggulung semua yang ada di hadapannya. Li Feng melangkah memasuki gua, diikuti oleh Putri Ling’er yang setia. Setiap langkahnya terasa semakin berat. Mereka mendekati tempat di mana Bai mengasingkan diri, tempat di mana dia memilih untuk melupakan semua

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 135: Jenderal yang Terlupakan

    Li Feng menatap horizon dengan pandangan kosong. Langit yang kelabu, penuh dengan awan mendung, seakan menggambarkan beratnya perjalanan yang harus dilalui. Di depan matanya, medan perang semakin mendekat, dan Shen Lu dengan pasukannya yang tak terhentikan hampir mencapai gerbang ibu kota. Namun, Li Feng tahu bahwa ada satu harapan terakhir yang bisa mencegah kehancuran. “Jenderal Bai... di mana dia?” pikirnya, menggenggam erat Pedang Naga Langit yang ada di tangannya. Pedang itu masih terbalut energi gelap yang terus-menerus mengalir ke dalam tubuhnya, mengingatkannya akan kutukan yang kerap mengganggu. Namun, ia sudah terbiasa dengan rasa sakit itu—lebih baik rasa sakit itu daripada kehilangan segalanya. Dari dalam kedalamannya, suara Putri Ling’er terngiang, mengingatkannya pada kata-kata terakhir mereka sebelum berpisah. “Kamu bisa menghadapinya, Li Feng. Tak peduli betapa beratnya jalan ini, kamu harus menemukan jalan keluarnya. Jangan biarkan peda

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 134 – Surat Wasiat yang Tertinggal

    Angin malam berdesir di antara pilar-pilar Istana Selatan, membawa aroma darah yang masih hangat. Li Feng berdiri mematung. Di hadapannya, tubuh Perdana Menteri Gao tergeletak tak bernyawa, darah mengalir perlahan dari luka di lehernya — merah pekat di atas lantai batu putih yang bersih. "Guru..." gumamnya lirih, hampir seperti bisikan yang hilang tertiup angin. Ia mengepalkan tinjunya, gemetar. "Mengapa harus begini...?!" Di tangan Gao yang membeku, sebuah gulungan kecil tampak tersembunyi, hampir terlewatkan jika Li Feng tidak memperhatikannya dengan saksama. Dengan langkah berat, seolah setiap gerakan menambah beban di pundaknya, ia berlutut dan mengambil gulungan itu. Kulitnya sudah rapuh, nyaris retak di setiap sudutnya, seperti usianya yang sudah terlalu tua untuk membawa rahasia besar. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Srek! Ia membuka gulungan itu perlahan, takut bahwa sedikit saja kecerobohan akan m

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 133 – Kesetiaan yang Palsu

    Langkah-langkah itu terdengar menggema di lorong panjang Istana Timur, seirama dengan detak jantung Li Feng yang berdentam di telinganya. “Hah... hah...” Napasnya berat, tapi matanya tetap tajam, menusuk kegelapan seperti pedang yang terhunus. Bayangan Perdana Menteri Gao sudah tampak di depan. Tubuh tua itu berdiri tenang, seolah-olah telah menunggunya sejak lama. Sebuah senyum getir melintas di wajah keriput itu, penuh kelelahan... dan penyesalan. "Li Feng..." Gao mengangguk pelan, suaranya serak. "Akhirnya kau datang." Li Feng berhenti beberapa langkah di depannya. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. "Mengapa, Guru...?" suaranya pecah, setengah berteriak, setengah memohon. "Mengapa Anda... Anda yang dulu mengajarkan saya tentang kehormatan, tentang kesetiaan pada negeri ini... malah berkhianat?!" Perdana Menteri Gao menghela napas panjang. "Kesetiaan?" Ia terkekeh pahit. "Apa itu kesetiaan, anak muda? Pada siapa ka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 132 – Jejak Pengkhianat di Istana

    Malam itu, langit di atas ibu kota menggantung berat, seolah menahan ribuan jeritan yang tak pernah diucapkan. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan batu, membuat istana megah di kejauhan tampak seperti bayangan raksasa yang menyamar di balik dunia nyata. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Sial… pikirnya. Setiap langkah yang ia ambil di atas tanah kekaisaran kini terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Tidak ada lagi tempat yang aman. Tidak ada lagi wajah yang bisa dipercayai. "Kau yakin mau melakukan ini?" suara Mei Yue, pelan seperti desir angin, membelah kebisuan malam. Li Feng menoleh. Mata perempuan itu bersinar dalam temaram lentera jauh di belakang mereka. Ada ketegangan, ada keraguan. Tapi yang paling kuat… ada ketakutan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuknya — untuk Li Feng. "Huh," Li Feng mendengus, setengah tersenyum getir. "Kalau bukan aku, siapa lagi?" Tanpa menunggu jawaban, ia melangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 131 – Negeri yang Telah Lama Hilang

    Langit abu-abu menggantung berat di atas reruntuhan Tianxiang, seakan langit sendiri menangisi kota yang pernah bersinar seperti permata di tengah kekaisaran. Angin membawa debu dan bau darah, menusuk ke dalam lubuk jiwa mereka yang masih bertahan. Li Feng berdiri diam, memegang gulungan kuno erat-erat di tangannya, seolah-olah kertas tua itu adalah satu-satunya jangkar yang mengikatnya pada kenyataan. "Sumpah Kaisar Pertama..." gumamnya lirih, matanya yang merah menatap kosong ke depan. "Shen Lu... negeri yang sudah lama dikabarkan lenyap... ternyata belum pernah benar-benar hilang..." Di sampingnya, Mei Yue memandang dengan tatapan gelap, seakan hatinya tahu lebih banyak daripada apa yang berani ia katakan. Akhirnya, ia menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik, “Li Feng, kita harus berbicara. Sekarang.” Li Feng mengangguk tanpa suara. Keduanya bergegas ke sebuah bangunan setengah roboh — bekas rumah seorang saudagar, kini hanya kerangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 130 – Sumpah Kaisar Pertama

    Angin malam menusuk kulit, bagai jarum-jarum halus yang menari di sepanjang reruntuhan Kota Tianxiang. Asap membubung ke langit gelap, dan di antara puing-puing, Li Feng berlutut dengan tubuh menggigil, memeluk tubuh rapuh Putri Ling’er. “Ling’er…” suaranya serak, hampir tak terdengar. Putri itu menggenggam tangan Li Feng, lalu — dengan napas tersengal — menyerahkan sebuah gulungan tua, warnanya pudar, talinya nyaris rapuh. "Ini... rahasia... takdir kita," bisiknya. "Bawa... gulungan ini... ke tempat yang aman, Li Feng... Demi kita semua..." Dan kemudian—duk!—kepalanya terkulai di pelukan Li Feng. Li Feng menahan napas. “T-tidak… Tidak! Jangan tinggalkan aku!” Ia mengguncang tubuh Ling’er, matanya memanas, suara di dadanya bergemuruh seperti badai. "Aaaaaargh!" pekiknya, membebaskan kemarahan, kepedihan, dan penyesalan dalam satu teriakan panjang yang menggetarkan udara. Namun, t

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 129 – Air Mata Pendekar

    Api masih membara di mana-mana. Langit di atas Kota Tianxiang bukan lagi biru — melainkan merah darah, seperti dewa-dewa marah menumpahkan kemarahan mereka ke bumi. Debu dan asap membuat napas terasa berat. Setiap langkah terasa seolah melangkah ke dalam dunia yang baru saja dilahirkan kembali… lewat penderitaan. "Li... Feng..." Suara itu... lemah, serak. Hampir tak terdengar di tengah gemuruh bangunan yang runtuh. Tapi bagi Li Feng, suara itu lebih nyaring daripada semua guntur di dunia ini. "Aku di sini!" teriak Li Feng dengan panik, berlutut di sisi tubuh rapuh Putri Ling'er yang tergeletak di atas reruntuhan bata dan kayu. "Ya Tian... ya Langit..." gumamnya. Luka di tubuh Ling’er begitu parah—darah mengalir di sudut bibirnya, dan kulitnya lebih pucat dari salju. Tapi matanya... mata itu masih mencari-cari dirinya. Masih hidup. Li Feng meraih tangan Ling’er yang gemetar, mengangkat tubuhnya

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 128 – Api yang Tak Bisa Dipadamkan

    Angin malam menerpa keras, membawa bau logam darah dan asap terbakar ke setiap sudut kota. "Sialan... Apa ini?!" Li Feng terhuyung beberapa langkah ke belakang, matanya membelalak saat melihat lautan api melalap jalanan utama Kota Tianxiang. Gedung-gedung kayu runtuh satu demi satu, jeritan manusia, ringkik kuda, dan dentang senjata saling bertubrukan di udara, menciptakan kekacauan yang mencekik. "Tidak mungkin..." bisiknya. Hanya dalam semalam, kota megah itu — yang dulunya penuh hingar-bingar pedagang dan rakyat yang bercanda riang — berubah menjadi neraka di bumi. "Li Feng!" Teriakan Mei Yue mengembalikannya ke dunia nyata. Wanita itu berlari mendekat, wajahnya dipenuhi abu dan darah — entah darah siapa. "Pasukan asing! Mereka menyerang!" serunya, napas memburu. "Kita harus segera keluar dari sini sebelum—" BOOM! Ledakan keras mengguncang tanah. Dari kejauhan, sebuah menara pengawas runtuh, meng

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status