Beranda / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 6 - Ujian Masuk Akademi Militer Kekaisaran

Share

Bab 6 - Ujian Masuk Akademi Militer Kekaisaran

Penulis: Andi Iwa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 01:45:04

Li Feng berdiri di tengah alun-alun akademi militer, dikelilingi oleh ratusan pemuda lain yang juga berharap bisa menjadi bagian dari pasukan kekaisaran. Cahaya matahari yang menyengat membakar tanah berpasir, membuat keringat mengalir di pelipisnya. Namun, bukan panas yang membuatnya gugup, melainkan pandangan tajam para penguji—para jenderal berpengalaman yang akan menentukan siapa yang layak melangkah lebih jauh.

Di depannya, seorang pria tinggi berotot dengan bekas luka di wajah berjalan ke tengah lapangan. Itu adalah Jenderal Zhao, pria yang dikenal karena kebengisannya dalam melatih prajurit baru.

"Siapa pun yang ingin menjadi prajurit kekaisaran harus melewati tiga ujian!" suara Jenderal Zhao menggema, membuat banyak calon prajurit menelan ludah. "Pertama, ujian fisik. Kedua, ujian pertarungan. Ketiga, ujian strategi. Jika kau gagal dalam satu saja, anggaplah impianmu berakhir di sini!"

Sorak-sorai dan desahan terdengar dari kerumunan. Beberapa wajah berubah pucat, sementara yang lain mengepalkan tangan dengan penuh tekad. Li Feng? Ia tetap diam, menatap lurus ke depan dengan sorot mata tenang.

Ujian Pertama: Ketahanan Fisik

"Ujian pertama!" Jenderal Zhao mengangkat tangannya. "Lari mengelilingi benteng sepuluh kali! Yang tidak bisa menyelesaikan dalam waktu yang ditentukan, keluar!"

Benteng akademi sangat luas. Sekali putaran saja bisa membuat orang kelelahan, apalagi sepuluh! Tapi tanpa ragu, Li Feng mulai berlari bersama yang lain.

Di sekelilingnya, ada yang mencoba mendahului, ada pula yang tertatih-tatih di belakang. Seorang pemuda kekar dengan seragam kusut berusaha menabraknya, tapi Li Feng dengan sigap menghindar.

"Lemah," gumam pemuda itu sambil melesat ke depan.

Li Feng menghela napas. Ia tahu, sejak awal, ini bukan hanya ujian fisik. Ini juga tentang menjatuhkan lawan dengan cara apa pun.

Putaran demi putaran, tubuhnya mulai lelah, napasnya memburu. Tapi ia bertahan, mengingat wajah ibunya yang ia tinggalkan di desa. Ia tidak boleh gagal!

Saat akhirnya ia melewati garis finis, ia melihat banyak yang sudah tumbang. Dari ratusan peserta, hampir setengahnya gagal.

"Bagus! Sekarang bersiap untuk ujian berikutnya!" teriak Jenderal Zhao.

Ujian Kedua: Pertarungan

Lapangan akademi diubah menjadi arena duel. Li Feng berdiri di tengah, berhadapan dengan lawannya—pemuda yang tadi mencoba menjatuhkannya saat berlari.

Namanya Han Wu, salah satu peserta terkuat di sini. Dengan tubuh tinggi dan tangan sebesar batu, ia jelas bukan lawan yang mudah.

"Gadis desa sepertimu tidak akan bertahan lebih dari tiga serangan," ejek Han Wu sambil mengayunkan tinjunya.

Li Feng menghindar dengan langkah ringan, lalu menendang ke arah kaki lawannya. Han Wu goyah, tapi tak jatuh.

"Licik!" geramnya.

Ia menyerang lagi, kali ini dengan pukulan kuat ke arah kepala Li Feng. Tapi sebelum tinju itu mengenai wajahnya, Li Feng merendahkan tubuhnya dan menghantam dada Han Wu dengan siku!

"Bugh!"

Han Wu terdorong mundur, napasnya memburu. Ia tak menyangka pemuda kurus di depannya bisa bergerak secepat itu.

"Keparat!" Han Wu menyerang lagi dengan amarah, tapi kali ini Li Feng sudah siap. Ia menghindari serangan itu, lalu dengan satu pukulan telak ke perut lawannya, Han Wu jatuh tersungkur di tanah, tak sadarkan diri.

Kerumunan bergumam. Beberapa orang menatap Li Feng dengan kagum, sementara yang lain mulai memandangnya sebagai ancaman.

Jenderal Zhao memperhatikan Li Feng dengan ekspresi sulit ditebak, lalu mengangguk pelan.

Ujian Ketiga: Strategi

Para peserta yang tersisa duduk di dalam aula besar. Di hadapan mereka, sebuah papan kayu dengan simbol-simbol perang terukir di atasnya.

"Perang bukan hanya tentang kekuatan," kata seorang pria tua dengan jubah hitam. Ini adalah Panglima Wei, salah satu ahli strategi terbaik kekaisaran. "Siapa pun bisa membunuh, tapi hanya sedikit yang bisa memimpin."

Ia menunjuk papan strategi. "Tunjukkan padaku bagaimana kau akan mempertahankan benteng ini dari serangan musuh yang lebih kuat."

Satu per satu peserta maju, memberikan jawaban mereka. Beberapa menawarkan strategi defensif, yang lain memilih menyerang langsung. Tapi ketika giliran Li Feng tiba, ia mengamati papan itu selama beberapa detik, lalu berbicara.

"Aku tidak akan bertahan di dalam benteng," katanya.

Panglima Wei menaikkan alis. "Oh? Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan membuat jebakan di luar benteng," jelas Li Feng, tangannya bergerak menunjuk bagian peta. "Aku akan menarik musuh ke jalur sempit ini, lalu membakar jembatan di belakang mereka. Dengan begitu, mereka terjebak tanpa bisa mundur, sementara pasukan kita menyerang dari dua sisi."

Hening.

Lalu, Panglima Wei tersenyum tipis. "Kau menarik," katanya. "Dan... brilian."

Jenderal Zhao memandangnya dengan mata menyipit, tapi tak mengatakan apa-apa.

Hasil Ujian

Setelah tiga ujian berakhir, hanya sedikit peserta yang tersisa. Li Feng berdiri di antara mereka, menunggu dengan napas tertahan.

Jenderal Zhao melangkah ke depan. "Selamat. Kalian yang berdiri di sini telah diterima di Akademi Militer Kekaisaran!"

Sorak-sorai terdengar, tapi Li Feng tetap tenang. Ia tahu ini baru awal.

Namun, saat ia berbalik untuk pergi, ia merasakan tatapan dingin menusuk dari kejauhan. Ketika ia melihat ke arah sumbernya, ia melihat Han Wu menatapnya dengan penuh dendam.

Dan yang lebih mengerikan lagi... di sudut aula, seorang pria berbaju hitam berbisik pada Jenderal Zhao, matanya sesekali melirik ke arah Li Feng.

"Aku rasa... ini belum selesai," pikir Li Feng, tangannya mengepal pelan.

Siapakah pria misterius itu? Dan apakah Jenderal Zhao benar-benar menerima Li Feng, atau justru menyiapkan sesuatu di balik bayangan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 171 – Penerus Pedang Kegelapan

    Li Feng berdiri di atas reruntuhan sebuah kuil kuno yang hampir seluruhnya tertutup lumut, membiarkan angin dingin utara menyapu wajahnya. Pedang Naga Langit yang kini terasa berat di tangannya mengingatkan dia pada segala pengorbanan yang telah ia lakukan. Namun, di balik ketenangan di luar, ada kekhawatiran yang membakar dari dalam hatinya. Setiap langkah yang dia ambil semakin mendekatkan dirinya pada ancaman yang tak terelakkan. Musuh yang tak pernah ia bayangkan—anak dari Kaisar Shen Lu—kini telah tumbuh dan menyebut dirinya sebagai Penerus Pedang Kegelapan. "Sialan," Li Feng bergumam, menatap reruntuhan kuil yang menjadi saksi bisu dari kebangkitan musuh terbesarnya. Nama itu kembali berputar-putar dalam benaknya, tak bisa ia singkirkan: Penerus Pedang Kegelapan. Anak itu, yang dahulu disembunyikan dalam bayang-bayang perang, kini menguasai kekuatan yang jauh melampaui apa yang pernah dibayangkan. Pendidikan yang diterimanya di sekte sesat utara t

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 170 – Musuh Terakhir yang Bangkit

    Li Feng berdiri tegak di depan istana Kekaisaran, angin dingin meniup wajahnya, namun hatinya terasa lebih dingin dari segala yang ada di dunia ini. Sesuatu yang buruk akan datang, dan ia bisa merasakannya dengan kuat, meski langit cerah tak ada tanda-tanda apapun. Tidak ada yang tahu, bahkan para jenderal di sekitarnya, bahwa bayangan yang jauh lebih gelap dari apa pun sedang merayap ke arah mereka. Shen Lu. Nama itu menggema dalam benak Li Feng seperti kenangan pahit yang tak akan pernah hilang. Pemimpin kultus yang telah lama jatuh, namun sisa-sisanya tetap ada. Bahkan sekarang, ia tahu bahwa sisa-sisa itu tumbuh menjadi ancaman yang jauh lebih besar daripada sebelumnya. Sekelompok pengikut yang setia—bayangan yang terus berkembang di tempat yang tak terjangkau oleh para penjaga Kekaisaran—telah membentuk sekte baru. Mereka menyembah seseorang yang konon adalah anak dari Kaisar lama, seorang bayi yang disembunyikan selama perang demi menjaga kelangsu

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 169 – Damai yang Tak Sempurna

    Desa kecil di pegunungan itu mulai bangkit dari luka-luka lama yang ditinggalkan oleh perang dan penderitaan. Li Feng dan Mei Yue, dua sosok yang dulunya terjerat dalam badai peperangan, kini mencari kedamaian di sini. Rumah kayu sederhana yang mereka bangun bersama tampak berdiri kokoh di bawah langit biru yang luas, jauh dari hiruk-pikuk ibu kota yang penuh intrik dan darah. Namun, meski tubuh mereka mungkin telah selamat, hati mereka masih terluka. Setiap kali Li Feng melihat Mei Yue, ada kenangan yang mengalir di dalam dirinya, kenangan tentang pengorbanan, tentang kehilangan, dan tentang cinta yang telah dipertaruhkan. Tetapi, meskipun dia merasa dekat dengan wanita itu, ada sesuatu yang masih membelenggu dirinya—sesuatu yang menghalangi kedamaian yang ia cari. Di malam yang tenang itu, mereka duduk berdua di luar rumah, menatap bintang-bintang yang menghiasi langit malam. Li Feng menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Mei Yue d

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 168 – Kepergian Tanpa Kata

    Li Feng berdiri di depan altar, matanya kosong menatap sosok yang terbaring di sana. Tidak ada kata yang bisa keluar dari bibirnya, tidak ada air mata yang bisa menetes lagi. Hanya hampa, seperti ada sebuah ruang yang membeku di dalam dirinya, yang semakin lama semakin membesar. Putri Ling’er sudah menyerahkan dirinya, tanpa ragu. Tentu saja, pengorbanan itu bukan tanpa beban. Sebelum ritual dimulai, ia sempat menatap Li Feng, memberikan senyuman yang lembut namun penuh kesedihan. "Setidaknya salah satu dari kita hidup bahagia," kata-katanya begitu tulus, meskipun ia tahu, kehidupan ini tidak akan pernah lagi sama setelah ini. Mei Yue, wanita yang telah mendampinginya dalam setiap langkah, yang telah menyelamatkan hidupnya berkali-kali, kini terbaring dengan tenang di sisi altar. Racun yang meracuni tubuhnya telah berhasil dikeluarkan. Semua itu berkat pengorbanan Putri Ling’er. Namun, bukan itu yang membuat Li Feng merasa begitu hancur. Ada sesuatu yan

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 167 - Rahasia Makam Kaisar Naga

    Desiran angin dari dalam lorong bawah tanah makin terasa dingin. Bukan sekadar dingin biasa, melainkan dingin yang menggigit tulang, seperti hembusan napas arwah yang tak pernah lelah menunggu. Li Feng memejamkan mata sejenak, meresapi bisikan yang bergaung dari dinding batu tua. “Apakah ini… tempat itu?” bisiknya. Putri Ling’er menggenggam erat lengan bajunya. “Li Feng… aku bisa merasakannya. Sesuatu yang kuno… sesuatu yang sangat tua… menunggu kita di sana.” Langkah kaki mereka menyusuri lorong sunyi yang diterangi cahaya lentera biru kehijauan dari jimat pengusir roh yang digantung di ujung tombak Li Feng. Bayangan mereka terpantul remang-remang di dinding batu yang lembap. Setiap langkah terasa berat, bukan karena beban tubuh, tapi beban sejarah. “Tempat ini dibangun bukan hanya untuk menyimpan jenazah,” ujar Li Feng lirih. “Ada sesuatu yang dijaga… sesuatu yang ingin dilupakan dunia.”

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 166 – Dilema Pendekar Suci

    Angin malam menggigit tulang saat Li Feng berdiri mematung di hadapan dukun gila itu. Bau dupa aneh memenuhi udara, dan di dalam gubuk reyot yang hanya diterangi cahaya kuning dari lentera bambu, suara burung hantu bersahutan dengan lolongan serigala dari kejauhan. Tubuhnya tak bergerak, tapi hatinya berkecamuk. "Kau harus membunuh satu orang tak bersalah... demi menyelamatkan nyawanya," ulang sang dukun dengan suara serak, seperti suara daun kering yang digerus angin. "Tidak... tidak... itu bukan pilihan...!" Li Feng menggertakkan giginya. "Ada cara lain, pasti ada!" Dukun itu tertawa, getir dan panjang. "Pendekar suci, hah... Tapi bahkan dewa pun menuntut harga. Tak ada mukjizat tanpa tumbal." Li Feng mengepalkan tinjunya. Tangannya bergetar. Dadanya naik turun dengan napas tertahan. Wajah Mei Yue—pucat, lemah, tapi tetap tersenyum di balik rasa sakitnya—terbayang jelas dalam benaknya.

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 165 – Pertemuan dengan Sang Dukun Gila

    Li Feng berlari, jantungnya berdegup kencang. Matanya tak pernah lepas dari tubuh Mei Yue yang semakin lemah. Tujuh hari—hanya itu yang tersisa. Racun yang menggerogoti tubuh Mei Yue semakin merasuk, menghapuskan kehidupan dari dalam dirinya perlahan. Tak ada obat, tak ada pengobatan yang bisa menolong, kecuali satu—Dukun Gila. Dukun itu adalah legenda di kalangan orang-orang yang tahu cara-cara hitam dan gelap, cara-cara yang tak terjamah oleh kebanyakan orang. Dukun Gila hidup di pedalaman, jauh dari peradaban. Dalam dunia yang penuh dengan seni bela diri dan kekuatan fisik, Dukun Gila adalah sosok yang memiliki keahlian di luar nalar manusia. Namun, meskipun demikian, kata-kata mengenai sang dukun selalu dipenuhi dengan bisik-bisik ketakutan. Li Feng menggenggam pedangnya, jari-jarinya menegang, bergetar. Ini bukan tentang kehormatan, ini bukan tentang perang atau musuh-musuhnya yang tak terhitung jumlahnya. Ini tentang Mei Yue. Wanita yang telah men

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 164 – Racun yang Tak Bisa Ditawar

    Angin malam berhembus lembut di atas bukit tempat Li Feng berdiri, memandangi langit yang kelam tanpa bintang. Di bawahnya, desa kecil tempat Mei Yue dirawat tampak tenang, seolah tak menyadari badai yang tengah mengancam. Namun, di dalam hatinya, badai itu mengamuk tanpa henti. "Mei Yue..." bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar. Ia mengingat kembali saat panah beracun menancap di dada Mei Yue. Darah mengalir deras, dan wajah wanita yang dicintainya itu memucat seketika. Li Feng merasa dunia runtuh di hadapannya. "Tidak! Aku tidak akan membiarkanmu pergi!" teriaknya saat itu, menggenggam tangan Mei Yue yang mulai dingin. Pertarungan Melawan Waktu Hari-hari berlalu dengan cepat, namun racun dalam tubuh Mei Yue semakin menyebar. Para tabib terbaik telah dipanggil, namun tak satu pun yang mampu menemukan penawar. Li Feng merasa putus asa, namun ia tak menyerah.

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 163 – Bayangan Terakhir Shen Lu

    Angin malam berhembus lembut, membawa aroma darah dan racun yang samar. Di bawah cahaya rembulan yang pucat, tubuh Mei Yue terkulai dalam pelukan Li Feng. Panah beracun menancap di dadanya, dan darah segar mengalir perlahan, membasahi pakaian putihnya yang kini ternoda merah. "Mei Yue!" teriak Li Feng, suaranya parau dan penuh kepanikan. Tangannya gemetar saat mencoba mencabut panah itu, namun ia tahu bahwa gerakan sembarangan bisa mempercepat penyebaran racun. Mei Yue membuka matanya perlahan, menatap wajah Li Feng yang dipenuhi kecemasan. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Li Feng... aku... aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi seperti ini," bisiknya lemah. "Jangan bicara, Mei Yue. Aku akan menyelamatkanmu. Aku bersumpah!" Li Feng menatap sekeliling, mencari bantuan, namun malam itu terasa sunyi dan sepi. Tiba-tiba, dari balik bayangan pohon, muncul sosok berjubah hita

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status