Hari mulai gelap. Namun tampaknya sang surya enggan untuk terbenam menutup hari. Terlihat dari sinar jingganya yang masih mengapung di atas permukaan laut gunung Huan Zhu.
Lu Sicheng menaiki kudanya dengan santai. Rumput di bukit Huan Zhu sangatlah hijau. Sepertinya dia harus menepi dan bermalam di tempat ini. Terlebih kudanya pun membutuhkan makan.Baru saja Lu Sicheng turun dari kudanya. Dia berjalan menuju sungai yang mengalir di antara bukit-bukit. Airnya sangat jernih. Sepertinya bisa ia gunakan untuk minum dan membersihkan diri.Bibir kemerahan pria muda itu mengulas senyum. Dia segera berjongkok di tepi sungai kecil itu. Saking jernihnya air sungai itu, dia bahkan bisa menangkap siluet dirinya di sana. Lu Sicheng menyibak rambut panjangnya ke belakang, lantas ia segera meraih air sungai dengan kedua telapak tangannya. Meminumnya serta membasuh wajahnya.Perjalanan menuju kerajaan Dong Taiyang memang sangat jauh. Sudah sepuluh hari dirinya menaiki kuda dan bermalam di beberapa tempat yang ia singgahi, mulai dari hutan dan perkampungan.Kerajaan Dong Taiyang terletak di belakang gunung Huan Zhu. Sementara dirinya baru saja tiba di kaki bukit gunung itu. Hh, sepertinya dia memang harus bermalam di tempat ini sekarang.Lu Sicheng segera bangkit. Dia hendak mengikat tali kudanya pada sebuah pohon. Namun tiba-tiba ia mendengar suara seseorang meminta tolong. Indera pendengarannya berusaha fokus dengan apa yang didengarnya itu."Tolong aku!"Benar, itu suara seorang gadis meminta tolong. Namun dari mana asal suara itu? Lu Sicheng menanggah ke atas langit. Menurut indera pendengarannya suara itu berasal dari atas sana."Tolong!"Manik hitam Lu Sicheng membulat sempurna melihat seorang pria tampak membawa kabur seorang gadis dengan terbang melayang di atas langit. Astaga, mau dibawa kemana gadis itu? Lu Sicheng segera melesat ke atas. Terbang mengejar pria yang sedang membawa kabur seorang gadis tadi."Lepaskan gadis itu! Kampungan sekali jaman sekarang masih menculik seorang gadis," cetus Lu Sicheng setelah berhasil menghadang pria yang dikejarnya tadi. Bibirnya tersenyum sinis seolah meremehkan aksi pria itu."Hei, siapa kau? Apa kau tak mengenalku, hah? Aku Pangeran Tong Yi dari Selatan. Kau pasti akan menyesal karena berani menghadang jalanku!" Pangeran Tong Yi memandangi penampilan Lu Sicheng yang ternyata tampak jauh lebih tampan darinya. Tubuh pria di hadapannya itu sangat bagus. Sedangkan wajahnya sangat memukau bagai paras para dewa.Sementara Ratu Yang sangat kaget melihat Lu Sicheng. Wajah itu adalah wajah pemuda yang muncul dalam mimpinya semalam. Sepasang netranya sampai tak ingin berkedip melihat wajah tampan pria itu.Lu Sicheng tersenyum tipis lantas berkata, "Jadi kau seorang Pangeran rupanya. Aku pikir kau lebih pantas menjadi pencopet di pasar Lan Hua," ucapnya asal."Apa katamu?!" Jelas saja Pangeran Tong Yi langsung murka mendengar celoteh pemuda itu.Sedangkan Ratu Yang tampak mengulum senyumnya mendengar ucapan lugas Lu Sicheng.Pangeran Tong Yi segera melepaskan Ratu Yang,"Kau akan menyesali ucapanmu tadi, Pendekar busuk!"TAK!TAK!PRANG!Pangeran Tong Yi segera menyerang dan Lu Sicheng langsung menyambutnya. Terjadilah pertarungan sengit antara mereka. Pangeran Tong Yi tampak membabi buta menyerang Lu Sicheng dengan pedangnya. Sedangkan Lu Sicheng tampak santai saja menangkis serangan pedang pria kurus itu.Ketiganya masih mengapung di atas awan. Ratu Yang hanya berdiri sembari berdoa untuk pria yang menolongnya itu. Pertarungan mereka tampak mulai sengit. Lu Sicheng berhasil melumpuhkan Pangeran Tong Yi dengan serangan pedangnya."Pendekar busuk, tunggu pembalasanku!" Sembari memegangi dadanya yang sakit, Pangeran Tong Yi segera kabur."Tuan, Anda baik-baik saja? Terima kasih atas bantuanmu," tukas Ratu Yang dengan pipinya yang bersemu merah memandang punggung Lu Sicheng yang berdiri agak jauh darinya."Aku baik-baik saja, Nona. Permisi." Lu Sicheng hanya sekedar menoleh dan hendak segera pergi."Tunggu, Tuan! Apakah kau bisa membawaku turun?" sergah Ratu Yang berharap bisa menahan pria itu. Padahal bukanlah hal yang sulit baginya hanya untuk turun ke bawah saja. Namun dirinya masih ingin mengenal pria yang baru saja menolongnya itu. Terlebih, dia pun belum memberikan imbalan atas pertolongannya.Lu Sicheng menghentikan langkahnya. Dia kembali memutar tubuhnya dan menghampiri Ratu Yang. Tanpa berkata apa pun lagi, pemuda itu langsung meraih tangan sang ratu, lantas membawanya turun ke bawah. Padahal Ratu Yang sangat cantik, tapi kenapa Lu Sicheng acuh begitu? Apakah dia tidak menyukai wanita?Entahlah, mari kita lihat apa yang akan teejadi selanjutnya.Lu Sicheng tampak fokus melesat ke bawah untuk membawa Ratu Yang turun. Tangan kanannya mendekap sang ratu di dadanya, sedangkan tangan kirinya mengimbangi terbangnya.Sang ratu tampak memandangi wajah pria yang tampak acuh padanya itu. Benar, pria inilah yang ada dalam mimpinya semalam. Bibirnya mengulas senyum dengan pipinya yang bersemu merah. Dia tak menyangka akan bertemu dengan pria dalam mimpinya itu secepat ini. Matanya tak ingin berpaling dari wajah Lu Sicheng.Ekor mata Lu Sicheng melirik pada Ratu Yang. Sepertinya dia mengetahui jika gadis itu sedang memperhatikan dirinya. Ratu Yang sangat kaget, dia segera menundukkan wajahnya. Astaga, perasaan apa ini? Di mana wibawanya sebagai seorang ratu? Kenapa dia seperti lupa diri memandangi pria asing itu sampai sebegitunya. Ratu Yang merutuki dirinya dalam hati. Sedangkan Lu Sicheng tetap memasang wajah dinginnya."Kita sudah sampai di bawah, Nona." Lu Sicheng terpaksa membuka suara karena gadis itu belum juga melepaskan pelukannya."Ah, iya. Maaf," ucap Ratu Yang tampak kaget dan salah tingkah.Dia sangat malu. Kenapa dia memeluk pria asing itu begitu eratnya.Lu Sicheng hanya tersenyum tipis,dia tak pandai bicara dengan seorang gadis. Terlebih gadis di hadapannya itu tampak terpelajar dan berasal dari keluarga bangsawan. Ah, untuk apa dia memikirkannya? Lebih baik ia segera pergi sekarang, pikirnya tak ambil pusing."Yang Mulia, apa Anda baik-baik saja?" Jenderal Chou segera menghampiri Ratu Yang. Wanita itu masih berdiri bersisian dengan Lu Sicheng."Jenderal Chou, aku baik-baik saja." Ratu Yang menjawab santai.Apa? Yang Mulia? Apakah gadis ini seorang ratu? Lu Sicheng bertanya-tanya dalam hati. Perasaannya tiba-tiba menjadi tak nyaman. Astaga, jika gadis ini seorang ratu, bisa dipenggal kepalanya, karena tak sengaja ia telah mendekap gadis itu saat turun dari atas tadi.Lu Sicheng masih tampak mencerna dengan rasa terkejutnya."Yang Mulia Ratu, siapa pria ini?" tanya Jenderal Chou sembari menilik pada Lu Sicheng.Mati! Ternyata benar gadis itu seorang ratu? Lu Sicheng mulai ketakutan. Namun dia berusaha tetap tenang berdiri."Jenderal Chou, Pendekar ini yang telah menolongku. Aku berhutang nyawa padanya," jawab Ratu Yang sembari tersenyum pada Lu Sicheng. Pria itu segera menunduk."Terima kasih, Pendekar muda. Kau telah menyelamatkan Yang Mulia Ratu," tukas Jenderal Chou pada Lu Sicheng sembari membungkuk hormat.Lu Sicheng hanya mengangguk. Sedangkan Ratu Yang masih asik memperhatikan dirinya. Sial! Lu Sicheng sudah tak tahan lagi berada di sini. Ingin rasanya dia segera pergi membawa rasa malunya."Tuan, siapa namamu? Kau berhak mendapatkan hadiah besar karena sudah menyelamatkan Ratu Dong Taiyang." Jenderal Chou melanjutkan dengan mendekat pada Lu Sicheng dan menepuk bahu kirinya.Apa?Ratu Dong Taiyang?Lu Sicheng terkesiap mendengarnya. Diam-diam ekor matanya melirik pada wanita cantik yang sedang berdiri memperhatikan dirinya. Tidak mungkin wanita itu istri Yang Jingmi. Bahkan dia masih sangat muda. Lu Sicheng mengerjapkan matanya. Mencoba menepis pikiran yang baru saja melintas."Tuan?" Jenderal Chou tampak heran menatap pada Lu Sicheng."Ah, iya, maaf. Namaku Lu Sicheng. Aku datang dari Barat," jawab Lu Sicheng kemudian tanpa berani mengangkat wajahnya pada dua orang di hadapannya itu.Jenderal Chou tersenyum kagum sembari menepuk lagi bahu Lu Sicheng. Sedangkan Ratu Yang sangat puas karena sudah mengetahui nama pemuda yang baru saja menolongnya itu."Lu Sicheng, mau kah kau ikut dengan kami ke istana Dong Taiyang?" Ratu Yang berkata sembari mendekat pada Lu Sicheng.Jenderal Chou tersenyum sembari mengangguk pada Lu Sicheng seolah memintanya untuk tidak menolak tawaran sang ratu.Lu Sicheng hanya terdiam. Apakah ini kesempatan emas baginya?Badai salju tampak memutih di atas permukaan bukit. Kuil suci berada di bawah kaki gunung. Sedang di seberang timur, tampak kemegahan Kota Kekaisaran Nandong yang terlihat samar-samar diselimuti kabut.Kuil suci tampak sepi dan terbengkalai. Sejak kematian Master Liu, sang penjaga kuil, tempat suci itu jadi tidak terurus.Sejarah akan terulang kembali. Setelah inti sari dari Maha Dewa kembali ke kayangan dan bereinkarnasi, maka sang legenda akan segera datang.Angin bertiup kencang dari arah hutan. Dahan-dahan pohon bambu saling bergesekan dan menimbulkan bunyi yang terasa menyayat hati.Dua puluh tahun lamanya tak lagi tersiar kabar tentang Raja Iblis Xin Yi dan para pengikutnya.Lambat laun peradaban manusia mulai berubah. Meski hanya dianggap rumor belaka, tapi keberadaan Pedang Tiga Elemen masih jadi pertanyaan dan tetap menjadi teka-teki besar di Timur.Angin masih bertiup kenceng saat beberapa orang penunggang kuda memasuki hutan. Terdengar suara mereka yang sedang memacu kudany
Malam itu sedang turun salju di kayangan. Permaisuri menangis saat bayinya diambil oleh Dewa Ming. Dikecup berkali-kali wajah bayi laki-laki itu sebelum diserahkan pada Dewa Ming.Kaisar Langit hanya mengangguk dengan wajah sedih saat istrinya menoleh. Permaisuri menangis semakin cetar saat Dewa Ming melangkah pergi."Bayiku!" jerit Permaisuri. Ingin rasanya dia mengejar Dewa Ming lalu mengabil bayinya lagi.Kaisar Langit segera merangkul bahu istrinya. Dia pun amat sedih akan kehilangan Putra Mahkota. Namun, takdir semesta tak bisa dirubah. Putra Mahkota merupakan suku dewa terpilih. Dia yang kelak akan menghabisi suku iblis.Langkah Dewa Ming kian menjauh dari pintu kamar Permaisuri. Penasehat Yu dan kedua Dewa Utama mengikuti dari belakang. Bayi laki-laki itu digendong oleh Dewa Ming menuju aula istana.Sinar jingga menyambut di depan pintu saat langkah mereka nyaris keluar dari istana. Mata Dewa Ming menanggah ke langit hitam malam itu. Salju masih berjatuhan disertai embusan angi
Elang hitam berjongkok di atas sebuah tebing di mana di bawahnya tampak seorang pria yang sedang berkuda. Sepasang manik merah itu memandangi pria berkuda di sana. Wu Xian memacu kudanya menuju kayangan. Urusannya dengan Chen Guo dan Siolang telah selesai, ia ingin kembali ke tempat asalnya yaitu alam suku dewa.Mata jeli Elang hitam masih mengintai dari atas tebing. Pangeran Agung Wu, ternyata benar jika pria itu adalah rinkarnasi Lu Sicheng dan merupakan perwujudan nyata dari Maha Dewa Ying.Ini sungguh tak masuk akal! Namun, dia melihatnya sendiri saat Wu Xian memusnahkan Chen Guo lalu mengunci Siolang sebagai roh penjaga. Itu mimpi buruk bagi suku iblis.Chen Guo telah tiada dan Siolang menjadi abdi setia suku dewa, ini sungguh sesuai rencana. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Apakah dia harus kembali ke istana Raja Iblis dan menjadi budaknya lagi?Tidak, tidak, ini justru kesempatan baginya untuk terlepas dari belenggu Raja Iblis Xin Yi. Benar, dia bisa kembali ke tempat asal
Salju berjatuhan dari langit disertai embusan angin dari Barat. Wu Xian memacu kudanya menyusuri lembah berbatu. Badai salju terlihat putih di depannya, tapi ksatria sejati tak gentar sedikit pun.Perpisahannya dengan Pedang Tiga Elemen telah menyisakan luka mendalam di hati Wu Xian. Dia telah gagal mengemban tugas dari para dewa.Meski darah dewa mengalir di tubuh, Wu Xian menyangkal akan dirinya yang merupakan reinkarnasi Lu Sicheng. Dia tak sehebat itu.Kuda hitam berlari makin kencang menembus badai salju. Wu Xian menyipitkan mata dengan pandangan yang samar.Dari kejauhan dilihatnya sekumpulan pasukan berkuda. Jumlahnya cukup banyak. Apa yang sedang mereka tunggu? Apakah perang masih belum berakhir. Wu Xian semakin kencang memacu kudanya ke depan.Di seberang, tampak pasukan yang sudah siap menunggu kedatangan musuh. Chen Guo membawa tentara iblis ke tanah Timur.Seperti yang dikatakan Elang Hitam, Pangeran Agung Wu telah memenggal kepala Raja Iblis lalu membawa tubuhnya entah ke
Salju putih berjatuhan dari langit kayangan. Angin cukup bersahabat sore itu. Bangunan istana langit diselimuti kabut putih dan rasa berkabung yang kental.Perang besar telah berakhir. Wu Xian dan Tiga Dewa Utama telah berhasil mengunci Naksu dalam Pedang Tiga Elemen.Peti mati berisi tubuh tanpa kepala Raja Iblis Xin Yi disimpan di dalam kuil tua yang berada di lereng bukit salju. Letaknya amat jauh dari kayangan dan alam iblis.Peti mati itu di segel oleh mantra suci Budha. Hanya orang khusus yang bisa membukanya. Setelah peti disimpan dalam ruangan bawah tanah, Wu Xian menutup mulut gua dengan mantra sakti.Tidak ada satu orang pun yang bisa memasuki gua dan menemukan peti mati Raja Iblis Xin Yi.Peti mati itu akan tersiman untuk waktu yang lama. Namun, Xin Yi memiliki keabadian. Tubuhnya tidak bisa busuk atau hancur meski terus berada di dalam peti hingga ribuan tahun."Apa rencanamu selanjutnya?" Kaisar Langit bertanya pada Wu Xian setelah hari berikutnya. Mereka tengah berdiri
Raja Iblis Xin Yi membulatkan matanya melihat Wu Xian menuju sambil mengacungkan Pedang Tiga Elemen. Semuanya terjadi begitu cepat. Xin Yi tak sempat menghindar saat mata pedang pusaka itu mengenai lehernya.Elang Hitam yang sedang menyimak sangat terkejut melihat apa yang terjadi. Wu Xian berhasil menebas leher Xin Yi. Dilihatnya kepala Raja Iblis yang menggelinding.Kaisar Langit dan Dewa Ming sangat tercengang. Mereka tak menyangka Xin Yi akan tewas di tangan Wu Xian. Namun, mereka tak boleh lengah. Raja Iblis Xin Yi bisa hidup kembali jika kepalanya tidak dipisahkan dari tubuhnya.Menyadari semua itu, Xi Wang pun segera melesat menuju Wu Xian yang masih berdiri sambil memegang pedangnya di depan tubuh Xin Yi yang sudah tergolek tanpa kepala.Wu Xian masih menatap siaga pada jasad Xin Yi. Dia tak yakin jika pria itu sudah tewas. Bisa saja ini hanya fantasi yang Xin Yi ciptakan. Sejatinya Raja Iblis amatlah licik.Cukup lama keadaan di sana menjadi hening. Hingga kemudian bayangan
Langit kayangan masih diselimuti awan hitan dan petir. Wu Xian mengangkat sepasang matanya. Tatapan yang marah tapi juga terlihat lirih dan sendu.Di langit masih tampak ular besar Naksu yang sedang mengincar. Juga Raja Iblis Xin Yi dan Xi Wang yang juga sedang menatap ke arah Wu Xian.Kaisar Langit dan Dewa Ming hanya terdiam bak patung. Tak ada yang bisa mereka lakukan lagi untuk mengembalikan jiwa Dewi Quan Hie. Segalanya sudah berakhir.Setelah mengabsen wajah-wajah di sekelilingnya, Wu Xian mengembalikan pandanagnnya pada wajah pias Yang Zhu. Kemudian tangan kekar itu meraih bahunya, mengangkat jasad lemas Yang Zhu serayak bangkit.Mata Wu Xian menatap lurus ke depan. Sinar jingga keemasan tiba-tiba terpancar dari dahinya. Sinar itu memantul ke depan dan membentuk sebuah lingkaran suci.Raja Iblis Xin Yi mengepalkan buku-buku jemarinya sampai memutih. Hatinya perih melihat Wu Xian memasukan jasad Yang Zhu ke dalam lingkaran suci yang ia ciptakan.Yang Zhu, putrinya. Sebagai seor
Kabut hitam masih menutupi kayangan. Angin puting beliung meluluh lantakan segalanya. Juga gemuruh badai dan petir yang menyambar-nyambar. Wilayah kayangan diselimuti aura yang mencekam.Wu Xian masih terbaring di tengah ranjang. Dia sedang bermimpi. Mimpi di mana dirinya dan Yang Zhu sedang berada di sebuah sampan. Keduanya duduk berdampingan sambil menikmati angin sore.Yang Zhu mengatakan banyak hal padanya. Salah satunya tentang hubungan mereka yang mungkin akan segera berakhir. Quensi telah meminjam raganya dan menguasai jiwa Yang Zhu. Ini lebih buruk dari akhir dunia.Wu Xian mengusap pipi licin Yang Zhu. Juga bulir bening yang berjatuhan di kedua pipi gadis itu. Cintanya memang tak mungkin dapat berhasil di kehidupan ini. Namun, itulah takdir semesta."Kakak Cheng, jika kau telah kembali, cepat habisi Quensi dan selamatkan alam semesta. Biarlah aku terkunci bersama Naksu dalam Pedang Pusaka. Aku rela, asal keseimbangan semesta kembali baik," lirih Yang Zhu. Matanya menatap sen
Manik merah Xin Yi mengunci pandangan tajam Quensi. Ratu Iblis bisa saja menghabisinya saat ini juga. Dia tak boleh lengah.Quensi sudah berevolusi. Dia bukan lagi iblis kecil yang pernah datang padanya dulu, dan mengabdi.Sejak Quensi meninggalkan istana Raja Iblis, wanita itu bukan lagi sekutunya.Meski memiliki misi yang sama. Namun, Quensi tak sudi bersekutu dengan Raja Iblis yang licik itu."Kau tidak akan bisa menggabisiku, Quensi," desis Xin Yi. Kemudian dengan gerakan tak terbaca ia menyelinapkan tanganya ke balik punggung Quensi."Aarkhh!"Quensi mendongkak saat tangan Xin Yi mencengkeram tengkuk lehernya. Manik merah itu memutar ke atas, lantas melirik pada Xin Yi.Raja Iblis menyeringai tipis. Tanpa membuang waktu lagi, dia segera memukul dada Quensi.Pukulan yang telak. Ratu Iblis terpental cukup jauh. Namun, dia berhasil memulihkan lagi tenaganya. Xin Yi menatap murka saat Quensi melayang-layang di udara sambil tertawa."Raja Iblis Xin Yi, kau pikir kau sudah hebat, hah?!