Home / Fantasi / PEDANG TIGA ELEMEN / HMT 6 - Penculikan

Share

HMT 6 - Penculikan

Author: Dewa Amour
last update Last Updated: 2022-12-28 05:37:12

Matahari mulai mencondongkan sinarnya. Bertanda hari mulai petang. Ratu Yang dan Yihua tanpak asik menikmati perjalanan. Jalan menuju bukit Huan Zhu memang sangatlah indah. Di sana terdapat lembah-lembah bukit yang menghijau yang ditumbuhi bunga-bunga liar yang indah dan mewangi.

Tak heran jika tempat ini dijuluki serambi istana langit oleh semua orang. Dari udara segar yang berhembus tercium wangi bunga Lie Mie. Bunga keabadian yang tumbuh di tebing bukit gunung Huan Zhu.

Bunga Lie Mie dipercaya semua orang dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Namun bunga Lie Mie hanya mekar menjelang malam bulan purnama saja. Seperti petang ini.

"Wangi itu, aku sangat menyukainya," ucap Ratu Yang segera menyikap tirai pentutup jendela tandunya. Sepasang mata melihat bunga Lie Mie yang mulai bermekaran seolah menyambut kedatangannya di gunung Huan Zhu sore itu.

"Yihua akan meminta prajurit memetik bunga Lie Mie untuk Yang Mulia Ratu. Kemudian Yihua akan membuatkan parfum dari sari bunga suci itu. Bagaimana?" tukas Yihua sembari tersenyum menggoda sang ratu.

"Ide yang sangat bagus. Aku suka, Yihua!" Ratu Yang memekik senang mendengarnya.

Yihua hanya membalas senyum untuknya. Sebagai abdi setia sekaligus sahabat Ratu Yang, Yihua selalu ingin melihat wanita cantik itu selalu tampak ceria.

Baru satu tahun terakhir ini Ratu Yang bisa tersenyum lagi. Setelah kematian ayahnya dua tahun yang lalu, gadis itu selalu murung dan tampak bersedih. Yihua sangat bersyukur karena kini Ratu Yang mulai bisa menerima kematian sang ayah.

"Berhenti!"

Suara itu seiring dengan tandu yang ditumpangi oleh Ratu Yang dan Yihua ikut berhenti. Ada apa ini? Ratu Yang dan Yihua tampak saling pandang cemas. Ratu Yang segera menyikap tirai jendela di sampingnya.

"Jenderal Chou, ada apa?" tanya Ratu Yang pada Jenderal Chou yang ternyata sudah berdiri di samping jendela tandunya.

"Maaf, Yang Mulia. Sepertinya kita harus menunda perjalanan sejenak. Jembatan di depan tampak rusak parah karena badai semalam. Kami harus memperbaikinya lebih dulu. Mohon Yang Mulia bisa bersabar," jawab Jenderal Chou sembari menundukkan wajahnya di hadapan sang ratu.

"Baiklah," balas Ratu Yang tampak sedikit kecewa. Hh, padahal perjalanan tinggal sebentar lagi, kenapa malah terjadi masalah? Ada-ada saja, pikirnya.

"Silakan, Yang Mulia." Yihua membantu Ratu Yang keluar dari tandunya setelah para prajurit menurunkannya lebih dulu.

"Yang Mulia silakan beristirahat lebih dulu. Kami akan memperbaiki jembatan itu segera," sambut Perdana Menteri Han sembari membungkuk, mempersilakan Ratu Yang untuk memasuki tenda yang sudah prajurit dirikan.

Ratu Yang hanya mengangguk dan segera mengayunkan sepasang tungkainya menuju tenda. Yihua dan beberapa dayang mengapitnya dari belakang. Sedangkan Jenderal Chou mulai mengerahkan prajurit untuk segera memperbaiki jembatan. Mengingat hari semakin sore, apa pun bisa saja terjadi di dalam hutan begini.

"Yang Mulia, minumlah teh ini. Anda pasti sangat kelelahan." Yihua meletakkan talam dari logam perak dengan poci kecil dan satu gelas terbuat dari keramik pada meja di hadapan Ratu Yang.

"Yihua, apakah masih lama? Aku sudah tak betah berlama-lama di sini," tukas Ratu Yang sembari menatap Yihua yang sedang menuangkan poci teh pada cangkir kecil di hadapannya.

"Yihua baru saja melihatnya. Sepertinya sebentar lagi akan segera selesai. Bersabarlah," balas Yihua sembari tersenyum. Dua tangannya meletakkan cangkir kecil berisi teh di hadapan sang Ratu, "minumlah dulu. Anda pasti akan lebih baik," lanjutnya.

Ratu Yang hanya menatapnya bosan sembari meraih gelas teh itu, lantas menyesapnya seketika. Yihua tersenyum senang melihatnya.

"Serahkan Ratu Yang pada kami!"

"Siapa kalian?!"

"Dimana Ratu Yang?!"

"Lancang!!"

Suara bising itu terdengar sampai ke telinga Ratu Yang. Siapa yang datang? Dia dan Yihua saling pandang penuh tanya.

"Yang Mulia!" Yihua memekik kaget karena Ratu Yang langsung bangkit dan meninggalkan tenda tanpa berkata apa pun. Dia segera menyusulnya.

TAK!

PRANG!

Sepasang netra Ratu Yang membulat sempurna melihat Jenderal Chou dan para prajurit sedang bertarung dengan sekelompok pria tak di kenal. Siapa mereka? Beraninya melawan para prajurit istana, pikirnya geram. Ratu Yang segera menghunus pedangnya dan maju.

"Yang Mulia, apa yang Anda lakukan? Hamba mohon tetaplah di dalam tenda. Ini sangat berbahaya." Perdana Menteri Han dan Yihua segera menghadang sang ratu yang siap untuk bertarung.

"Minggir kalian, aku tak bisa duduk saja melihat para bajingan itu melukai para prajuri istana." Ratu Yang menatap geram pada pertempuran yang sedang terjadi di hadapannya.

"Yang Mulia, hamba mohon kembalilah ke dalam tenda. Biarlah Jenderal Chou dan para prajurit yang menangani mereka," tukas Perdana Menteri berusaha mati-matian agar Ratu Yang tidak sampai ikut bertarung.

Sedangkan Yihua menatap sang ratu penuh kecemasan.

"Jangan cemaskan aku." Ratu Yang segera mengayunkan langkahnya menuju medan perang. Tangannya sudah gatal ini menebas leher para begundal itu dengan pedangnya.

"Yang Mulia!"

Perdana Menteri Han dan Yihua hanya bisa meraung cemas. Sedangkan Ratu Yang mulai memainkan pedangnya. Mencari leher para bajingan itu untuk ditebas. Gerakannya cukup lihai dan cekatan.

"Yang Mulia, apa yang Anda lakukan? Kembalilah ke tenda. Biarkan hamba yang mengurus mereka!" Jenderal Chou sangat kaget sekaligus cemas melihat Ratu Yang sedang bertarung membantunya.

"Tak apa, Jenderal! Ayo kita habisi mereka!" teriak Ratu Yang sembari menoleh pada Jenderal Chou yang berada agak jauh di seberang sana. Sedangkan pedangnya terus menyabet para musuh di depannya dengan sengit.

Meski sangat cemas, Jenderal Chou tetap melanjutkan peperangan. Dia hanya berdoa agar Ratu Yang tetap baik-baik saja.

Pertarungan sengit itu masih terus berlangsung. Perdana Menteri Han dan Yihua hanya menonton dengan jantungnya yang berdebar-debar. Terlebih tampaknya para pria tak di kenal itu mengincar Ratu Yang. Meski sang ratu mahir jurus pedang, namun bagaimana jika dia terus dikeroyok begitu. Mereka sudah hampir menangis saking cemasnya.

Ratu Yang semakin bengis melawan para musuh dengan sabetan pedangnya. Namun tiba-tiba ada dua tangan kekar yang mencengkeram kedua bahunya dan mengangkatnya ke atas. Terbang. Sial! Pria dengan jubah hitam itu semakin tinggi membawanya.

"YANG MULIA!"

Perdana Menteri Han dan Yihua berteriak melihat seorang pria membawa Ratu Yang terbang tinggi. Tentu saja mereka sangat cemas.

Para dayang dan para prajurit berhamburan sembari menanggah ke atas. Kemana pria itu akan membawa ratu mereka.

"Sial!" Jenderal Chou segera melesat ke atas menyusul Ratu Yang. Dia pun terbang dengan cepat agar tidak tertinggal jejak mereka.

"Lepaskan aku, siapa kau?!" Ratu Yang berusaha berontak. Memukul dada bidang pria jubah hitam yang mendekap tubuhnya.

Pria itu menutupi sebagian wajahnya dengan kain hitam. Ratu Yang berusaha mengenali wajahnya dengan menanggah menatap pria itu.

"Tenanglah, Yang Zhu. Aku akan membawamu terbang ke istanaku," jawab pria itu kemudian.

Suara itu? Ratu Yang tampak kaget mendengar suara pria yang merengkuh tubuhnya saat ini. Pangeran Tong Yi? Ya, itu suara pangeran Tong Yi, pangeran dari Selatan.

"Tong Yi, kau?!" Ratu Yang menatap tajam pada wajah pria itu.

Pria itu membuka kain penutup wajahnya, "Rupanya kau masih mengingatku, Yang Zhu."

Ratu Yang menatapnya penuh dendam. Bola matanya menyala merah, seperti bola api yang muncul dari neraka. Bagaimana tidak? Putra Mahkota Tong Yi adalah putera dari Raja Tong Hao, orang yang telah membunuh ayahnya.

"Jangan marah seperti itu. Kau hanya akan terlihat semakin memesona saja di mataku, Yang Zhu. Diamlah dan ikut denganku ke Selatan," tukas Pangeran Tong Yi. Dia kembali fokus mengerahkan seluruh kekuatan untuk terbang lebih tinggi lagi.

"Lepaskan aku!" Ratu Yang hanya bisa berusaha berontak. Sedangkan Tong Yi malah tertawa gemas melihatnya ketakutan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEDANG TIGA ELEMEN   HMT 121 - Kesimpulan Akhir (End )

    Badai salju tampak memutih di atas permukaan bukit. Kuil suci berada di bawah kaki gunung. Sedang di seberang timur, tampak kemegahan Kota Kekaisaran Nandong yang terlihat samar-samar diselimuti kabut.Kuil suci tampak sepi dan terbengkalai. Sejak kematian Master Liu, sang penjaga kuil, tempat suci itu jadi tidak terurus.Sejarah akan terulang kembali. Setelah inti sari dari Maha Dewa kembali ke kayangan dan bereinkarnasi, maka sang legenda akan segera datang.Angin bertiup kencang dari arah hutan. Dahan-dahan pohon bambu saling bergesekan dan menimbulkan bunyi yang terasa menyayat hati.Dua puluh tahun lamanya tak lagi tersiar kabar tentang Raja Iblis Xin Yi dan para pengikutnya.Lambat laun peradaban manusia mulai berubah. Meski hanya dianggap rumor belaka, tapi keberadaan Pedang Tiga Elemen masih jadi pertanyaan dan tetap menjadi teka-teki besar di Timur.Angin masih bertiup kenceng saat beberapa orang penunggang kuda memasuki hutan. Terdengar suara mereka yang sedang memacu kudany

  • PEDANG TIGA ELEMEN   HMT 120 - Putra Mahkota Langit

    Malam itu sedang turun salju di kayangan. Permaisuri menangis saat bayinya diambil oleh Dewa Ming. Dikecup berkali-kali wajah bayi laki-laki itu sebelum diserahkan pada Dewa Ming.Kaisar Langit hanya mengangguk dengan wajah sedih saat istrinya menoleh. Permaisuri menangis semakin cetar saat Dewa Ming melangkah pergi."Bayiku!" jerit Permaisuri. Ingin rasanya dia mengejar Dewa Ming lalu mengabil bayinya lagi.Kaisar Langit segera merangkul bahu istrinya. Dia pun amat sedih akan kehilangan Putra Mahkota. Namun, takdir semesta tak bisa dirubah. Putra Mahkota merupakan suku dewa terpilih. Dia yang kelak akan menghabisi suku iblis.Langkah Dewa Ming kian menjauh dari pintu kamar Permaisuri. Penasehat Yu dan kedua Dewa Utama mengikuti dari belakang. Bayi laki-laki itu digendong oleh Dewa Ming menuju aula istana.Sinar jingga menyambut di depan pintu saat langkah mereka nyaris keluar dari istana. Mata Dewa Ming menanggah ke langit hitam malam itu. Salju masih berjatuhan disertai embusan angi

  • PEDANG TIGA ELEMEN   HMT 119 - Kelahiran Putra Mahkota

    Elang hitam berjongkok di atas sebuah tebing di mana di bawahnya tampak seorang pria yang sedang berkuda. Sepasang manik merah itu memandangi pria berkuda di sana. Wu Xian memacu kudanya menuju kayangan. Urusannya dengan Chen Guo dan Siolang telah selesai, ia ingin kembali ke tempat asalnya yaitu alam suku dewa.Mata jeli Elang hitam masih mengintai dari atas tebing. Pangeran Agung Wu, ternyata benar jika pria itu adalah rinkarnasi Lu Sicheng dan merupakan perwujudan nyata dari Maha Dewa Ying.Ini sungguh tak masuk akal! Namun, dia melihatnya sendiri saat Wu Xian memusnahkan Chen Guo lalu mengunci Siolang sebagai roh penjaga. Itu mimpi buruk bagi suku iblis.Chen Guo telah tiada dan Siolang menjadi abdi setia suku dewa, ini sungguh sesuai rencana. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Apakah dia harus kembali ke istana Raja Iblis dan menjadi budaknya lagi?Tidak, tidak, ini justru kesempatan baginya untuk terlepas dari belenggu Raja Iblis Xin Yi. Benar, dia bisa kembali ke tempat asal

  • PEDANG TIGA ELEMEN   HMT 118 - Kemunculan Maha Dewa Ying

    Salju berjatuhan dari langit disertai embusan angin dari Barat. Wu Xian memacu kudanya menyusuri lembah berbatu. Badai salju terlihat putih di depannya, tapi ksatria sejati tak gentar sedikit pun.Perpisahannya dengan Pedang Tiga Elemen telah menyisakan luka mendalam di hati Wu Xian. Dia telah gagal mengemban tugas dari para dewa.Meski darah dewa mengalir di tubuh, Wu Xian menyangkal akan dirinya yang merupakan reinkarnasi Lu Sicheng. Dia tak sehebat itu.Kuda hitam berlari makin kencang menembus badai salju. Wu Xian menyipitkan mata dengan pandangan yang samar.Dari kejauhan dilihatnya sekumpulan pasukan berkuda. Jumlahnya cukup banyak. Apa yang sedang mereka tunggu? Apakah perang masih belum berakhir. Wu Xian semakin kencang memacu kudanya ke depan.Di seberang, tampak pasukan yang sudah siap menunggu kedatangan musuh. Chen Guo membawa tentara iblis ke tanah Timur.Seperti yang dikatakan Elang Hitam, Pangeran Agung Wu telah memenggal kepala Raja Iblis lalu membawa tubuhnya entah ke

  • PEDANG TIGA ELEMEN   HMT 117 - Keputusan Wu Xian

    Salju putih berjatuhan dari langit kayangan. Angin cukup bersahabat sore itu. Bangunan istana langit diselimuti kabut putih dan rasa berkabung yang kental.Perang besar telah berakhir. Wu Xian dan Tiga Dewa Utama telah berhasil mengunci Naksu dalam Pedang Tiga Elemen.Peti mati berisi tubuh tanpa kepala Raja Iblis Xin Yi disimpan di dalam kuil tua yang berada di lereng bukit salju. Letaknya amat jauh dari kayangan dan alam iblis.Peti mati itu di segel oleh mantra suci Budha. Hanya orang khusus yang bisa membukanya. Setelah peti disimpan dalam ruangan bawah tanah, Wu Xian menutup mulut gua dengan mantra sakti.Tidak ada satu orang pun yang bisa memasuki gua dan menemukan peti mati Raja Iblis Xin Yi.Peti mati itu akan tersiman untuk waktu yang lama. Namun, Xin Yi memiliki keabadian. Tubuhnya tidak bisa busuk atau hancur meski terus berada di dalam peti hingga ribuan tahun."Apa rencanamu selanjutnya?" Kaisar Langit bertanya pada Wu Xian setelah hari berikutnya. Mereka tengah berdiri

  • PEDANG TIGA ELEMEN   HMT 116 - Iblis Dari Barat

    Raja Iblis Xin Yi membulatkan matanya melihat Wu Xian menuju sambil mengacungkan Pedang Tiga Elemen. Semuanya terjadi begitu cepat. Xin Yi tak sempat menghindar saat mata pedang pusaka itu mengenai lehernya.Elang Hitam yang sedang menyimak sangat terkejut melihat apa yang terjadi. Wu Xian berhasil menebas leher Xin Yi. Dilihatnya kepala Raja Iblis yang menggelinding.Kaisar Langit dan Dewa Ming sangat tercengang. Mereka tak menyangka Xin Yi akan tewas di tangan Wu Xian. Namun, mereka tak boleh lengah. Raja Iblis Xin Yi bisa hidup kembali jika kepalanya tidak dipisahkan dari tubuhnya.Menyadari semua itu, Xi Wang pun segera melesat menuju Wu Xian yang masih berdiri sambil memegang pedangnya di depan tubuh Xin Yi yang sudah tergolek tanpa kepala.Wu Xian masih menatap siaga pada jasad Xin Yi. Dia tak yakin jika pria itu sudah tewas. Bisa saja ini hanya fantasi yang Xin Yi ciptakan. Sejatinya Raja Iblis amatlah licik.Cukup lama keadaan di sana menjadi hening. Hingga kemudian bayangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status