Matahari mulai mencondongkan sinarnya. Bertanda hari mulai petang. Ratu Yang dan Yihua tanpak asik menikmati perjalanan. Jalan menuju bukit Huan Zhu memang sangatlah indah. Di sana terdapat lembah-lembah bukit yang menghijau yang ditumbuhi bunga-bunga liar yang indah dan mewangi.
Tak heran jika tempat ini dijuluki serambi istana langit oleh semua orang. Dari udara segar yang berhembus tercium wangi bunga Lie Mie. Bunga keabadian yang tumbuh di tebing bukit gunung Huan Zhu.Bunga Lie Mie dipercaya semua orang dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Namun bunga Lie Mie hanya mekar menjelang malam bulan purnama saja. Seperti petang ini."Wangi itu, aku sangat menyukainya," ucap Ratu Yang segera menyikap tirai pentutup jendela tandunya. Sepasang mata melihat bunga Lie Mie yang mulai bermekaran seolah menyambut kedatangannya di gunung Huan Zhu sore itu."Yihua akan meminta prajurit memetik bunga Lie Mie untuk Yang Mulia Ratu. Kemudian Yihua akan membuatkan parfum dari sari bunga suci itu. Bagaimana?" tukas Yihua sembari tersenyum menggoda sang ratu."Ide yang sangat bagus. Aku suka, Yihua!" Ratu Yang memekik senang mendengarnya.Yihua hanya membalas senyum untuknya. Sebagai abdi setia sekaligus sahabat Ratu Yang, Yihua selalu ingin melihat wanita cantik itu selalu tampak ceria.Baru satu tahun terakhir ini Ratu Yang bisa tersenyum lagi. Setelah kematian ayahnya dua tahun yang lalu, gadis itu selalu murung dan tampak bersedih. Yihua sangat bersyukur karena kini Ratu Yang mulai bisa menerima kematian sang ayah."Berhenti!"Suara itu seiring dengan tandu yang ditumpangi oleh Ratu Yang dan Yihua ikut berhenti. Ada apa ini? Ratu Yang dan Yihua tampak saling pandang cemas. Ratu Yang segera menyikap tirai jendela di sampingnya."Jenderal Chou, ada apa?" tanya Ratu Yang pada Jenderal Chou yang ternyata sudah berdiri di samping jendela tandunya."Maaf, Yang Mulia. Sepertinya kita harus menunda perjalanan sejenak. Jembatan di depan tampak rusak parah karena badai semalam. Kami harus memperbaikinya lebih dulu. Mohon Yang Mulia bisa bersabar," jawab Jenderal Chou sembari menundukkan wajahnya di hadapan sang ratu."Baiklah," balas Ratu Yang tampak sedikit kecewa. Hh, padahal perjalanan tinggal sebentar lagi, kenapa malah terjadi masalah? Ada-ada saja, pikirnya."Silakan, Yang Mulia." Yihua membantu Ratu Yang keluar dari tandunya setelah para prajurit menurunkannya lebih dulu."Yang Mulia silakan beristirahat lebih dulu. Kami akan memperbaiki jembatan itu segera," sambut Perdana Menteri Han sembari membungkuk, mempersilakan Ratu Yang untuk memasuki tenda yang sudah prajurit dirikan.Ratu Yang hanya mengangguk dan segera mengayunkan sepasang tungkainya menuju tenda. Yihua dan beberapa dayang mengapitnya dari belakang. Sedangkan Jenderal Chou mulai mengerahkan prajurit untuk segera memperbaiki jembatan. Mengingat hari semakin sore, apa pun bisa saja terjadi di dalam hutan begini."Yang Mulia, minumlah teh ini. Anda pasti sangat kelelahan." Yihua meletakkan talam dari logam perak dengan poci kecil dan satu gelas terbuat dari keramik pada meja di hadapan Ratu Yang."Yihua, apakah masih lama? Aku sudah tak betah berlama-lama di sini," tukas Ratu Yang sembari menatap Yihua yang sedang menuangkan poci teh pada cangkir kecil di hadapannya."Yihua baru saja melihatnya. Sepertinya sebentar lagi akan segera selesai. Bersabarlah," balas Yihua sembari tersenyum. Dua tangannya meletakkan cangkir kecil berisi teh di hadapan sang Ratu, "minumlah dulu. Anda pasti akan lebih baik," lanjutnya.Ratu Yang hanya menatapnya bosan sembari meraih gelas teh itu, lantas menyesapnya seketika. Yihua tersenyum senang melihatnya."Serahkan Ratu Yang pada kami!""Siapa kalian?!""Dimana Ratu Yang?!""Lancang!!"Suara bising itu terdengar sampai ke telinga Ratu Yang. Siapa yang datang? Dia dan Yihua saling pandang penuh tanya."Yang Mulia!" Yihua memekik kaget karena Ratu Yang langsung bangkit dan meninggalkan tenda tanpa berkata apa pun. Dia segera menyusulnya.TAK!PRANG!Sepasang netra Ratu Yang membulat sempurna melihat Jenderal Chou dan para prajurit sedang bertarung dengan sekelompok pria tak di kenal. Siapa mereka? Beraninya melawan para prajurit istana, pikirnya geram. Ratu Yang segera menghunus pedangnya dan maju."Yang Mulia, apa yang Anda lakukan? Hamba mohon tetaplah di dalam tenda. Ini sangat berbahaya." Perdana Menteri Han dan Yihua segera menghadang sang ratu yang siap untuk bertarung."Minggir kalian, aku tak bisa duduk saja melihat para bajingan itu melukai para prajuri istana." Ratu Yang menatap geram pada pertempuran yang sedang terjadi di hadapannya."Yang Mulia, hamba mohon kembalilah ke dalam tenda. Biarlah Jenderal Chou dan para prajurit yang menangani mereka," tukas Perdana Menteri berusaha mati-matian agar Ratu Yang tidak sampai ikut bertarung.Sedangkan Yihua menatap sang ratu penuh kecemasan."Jangan cemaskan aku." Ratu Yang segera mengayunkan langkahnya menuju medan perang. Tangannya sudah gatal ini menebas leher para begundal itu dengan pedangnya."Yang Mulia!"Perdana Menteri Han dan Yihua hanya bisa meraung cemas. Sedangkan Ratu Yang mulai memainkan pedangnya. Mencari leher para bajingan itu untuk ditebas. Gerakannya cukup lihai dan cekatan."Yang Mulia, apa yang Anda lakukan? Kembalilah ke tenda. Biarkan hamba yang mengurus mereka!" Jenderal Chou sangat kaget sekaligus cemas melihat Ratu Yang sedang bertarung membantunya."Tak apa, Jenderal! Ayo kita habisi mereka!" teriak Ratu Yang sembari menoleh pada Jenderal Chou yang berada agak jauh di seberang sana. Sedangkan pedangnya terus menyabet para musuh di depannya dengan sengit.Meski sangat cemas, Jenderal Chou tetap melanjutkan peperangan. Dia hanya berdoa agar Ratu Yang tetap baik-baik saja.Pertarungan sengit itu masih terus berlangsung. Perdana Menteri Han dan Yihua hanya menonton dengan jantungnya yang berdebar-debar. Terlebih tampaknya para pria tak di kenal itu mengincar Ratu Yang. Meski sang ratu mahir jurus pedang, namun bagaimana jika dia terus dikeroyok begitu. Mereka sudah hampir menangis saking cemasnya.Ratu Yang semakin bengis melawan para musuh dengan sabetan pedangnya. Namun tiba-tiba ada dua tangan kekar yang mencengkeram kedua bahunya dan mengangkatnya ke atas. Terbang. Sial! Pria dengan jubah hitam itu semakin tinggi membawanya."YANG MULIA!"Perdana Menteri Han dan Yihua berteriak melihat seorang pria membawa Ratu Yang terbang tinggi. Tentu saja mereka sangat cemas.Para dayang dan para prajurit berhamburan sembari menanggah ke atas. Kemana pria itu akan membawa ratu mereka."Sial!" Jenderal Chou segera melesat ke atas menyusul Ratu Yang. Dia pun terbang dengan cepat agar tidak tertinggal jejak mereka."Lepaskan aku, siapa kau?!" Ratu Yang berusaha berontak. Memukul dada bidang pria jubah hitam yang mendekap tubuhnya.Pria itu menutupi sebagian wajahnya dengan kain hitam. Ratu Yang berusaha mengenali wajahnya dengan menanggah menatap pria itu."Tenanglah, Yang Zhu. Aku akan membawamu terbang ke istanaku," jawab pria itu kemudian.Suara itu? Ratu Yang tampak kaget mendengar suara pria yang merengkuh tubuhnya saat ini. Pangeran Tong Yi? Ya, itu suara pangeran Tong Yi, pangeran dari Selatan."Tong Yi, kau?!" Ratu Yang menatap tajam pada wajah pria itu.Pria itu membuka kain penutup wajahnya, "Rupanya kau masih mengingatku, Yang Zhu."Ratu Yang menatapnya penuh dendam. Bola matanya menyala merah, seperti bola api yang muncul dari neraka. Bagaimana tidak? Putra Mahkota Tong Yi adalah putera dari Raja Tong Hao, orang yang telah membunuh ayahnya."Jangan marah seperti itu. Kau hanya akan terlihat semakin memesona saja di mataku, Yang Zhu. Diamlah dan ikut denganku ke Selatan," tukas Pangeran Tong Yi. Dia kembali fokus mengerahkan seluruh kekuatan untuk terbang lebih tinggi lagi."Lepaskan aku!" Ratu Yang hanya bisa berusaha berontak. Sedangkan Tong Yi malah tertawa gemas melihatnya ketakutan.Hari mulai gelap. Namun tampaknya sang surya enggan untuk terbenam menutup hari. Terlihat dari sinar jingganya yang masih mengapung di atas permukaan laut gunung Huan Zhu.Lu Sicheng menaiki kudanya dengan santai. Rumput di bukit Huan Zhu sangatlah hijau. Sepertinya dia harus menepi dan bermalam di tempat ini. Terlebih kudanya pun membutuhkan makan.Baru saja Lu Sicheng turun dari kudanya. Dia berjalan menuju sungai yang mengalir di antara bukit-bukit. Airnya sangat jernih. Sepertinya bisa ia gunakan untuk minum dan membersihkan diri.Bibir kemerahan pria muda itu mengulas senyum. Dia segera berjongkok di tepi sungai kecil itu. Saking jernihnya air sungai itu, dia bahkan bisa menangkap siluet dirinya di sana. Lu Sicheng menyibak rambut panjangnya ke belakang, lantas ia segera meraih air sungai dengan kedua telapak tangannya. Meminumnya serta membasuh wajahnya.Perjalanan menuju kerajaan Dong Taiyang memang sangat jauh. Sudah sepuluh hari dirinya menaiki kuda dan bermalam di beberapa t
Jenderal Chou dan Ratu Yang menatap pada Lu Sicheng penuh harap. Sedangkan Lu Sicheng sendiri masih terdiam tampak sedang berpikir. Sepertinya para dewa memang memberikan jalan padanya untuk segera bertemu dengan pria bernama Yang Jingmi."Baik, Yang Mulia." jawab Lu Sicheng setelah hening cukup lama.Ratu Yang dan Jenderal Chou tampak tersenyum puas."Silakan, Yang Mulia." Jenderal Chou mempersilakan sang ratu untuk mulai berjalan. Sedangkan dirinya dan Lu Sicheng mengapit wanita cantik itu dari belakang.Jenderal Chou tampak langsung menyukai Lu Sicheng. Dia bertanya banyak pada pemuda itu. Namun seperti yang kita ketahui, Lu Sicheng adalah pemuda yang tak suka banyak bicara. Dia hanya menjawab secukupnya saja."Yang Mulia Ratu! Syukurlah Anda sudah kembali," sambut Perdana Menteri Han yang langsung menyambut Ratu Yang saat mereka tiba di tenda."Yang Mulia, Anda baik-baik saja?" Kali ini Yihua yang bertanya. Sepasang netranya menatap wajah sang ratu dengan cemas."Aku baik-baik saj
Malam tinggal sepertiganya. Rombongan Ratu Yang meninggalkan bukit Huan Zhu untuk kembali ke tenda mereka di kaki bukit.Dari atas langit malam yang gelap tampak beberapa asap hitam tebal yang terpecah ke seluruh arah. Gerakkan asap hitam itu sangat cepat. Melesat dari satu sisi ke sisi yang lain. Namun tampaknya asap hitam itu sedang mengincar tandu Ratu Yang.Tiga asap hitam itu berkumpul tepat di atas atap tandu sang ratu. Sedangkan dua lainnya mulai turun mendekati tandu. Perdana Menteri Han yang melihat hal itu sangat kaget. Raja Iblis? Dia segera turun dari kudanya. Jenderal Chou dan Lu Sicheng saling pandang heran."Hentikan perjalanan, lindung Yang Mulia!" teriak Perdana Menteri pada semua prajurit.Lu Sicheng segera turun dari kudanya. Ada apa ini? Dia tampak heran. Sedangkan Jenderal Chou segera menghunus pedangnya. Sepasang netranya memperhatikan asap hitam yang terus berterbangan di atas tandu sang ratu."Raja iblis? Mau apa mereka?" Ratu Yang berguman sembari menyikap tir
Panglima PerangMatahari pagi tampak baru muncul di upuk timur. Sinar jingganya begitu cerah menerpa bangunan megah nan menjulang istana Dong Taiyang. Rombongan Ratu Yang tampak memasuki gerbang tinggi istana. Karena insiden penculikkan yang di alami Ratu Yang, Perdana Menteri Han memutuskan untuk segera pulang.Setelah Lu Sicheng dan Jenderal Chou kembali membawa Ratu Yang, mereka segera meninggalkan gunung Huan Zhu. Perdana Menteri Han cemas jika mereka tetap bermalam di sana. Musuh bisa datang kapan saja, terutama di saat mereka sedang lengah.Lu Sicheng dan Jenderal Chou yang berada di barisan paling depan tampak segera turun dari kudanya. Kemudian keduanya menyambut Ratu Yang keluar dari tandunya. Para dayang segera berbaris di pelataran luas istana untuk menyambut kedatangan sang ratu.Taburan bunga serta karpet merah mereka gelar untuk ratu berjalan menuju pintu masuk istana. Jenderal Chou tersenyum sambil menoleh pada Lu Sicheng. Dia sangat senang karena mereka akhirnya tiba d
Lu Sicheng masih terdiam untuk berpikir. Ekor matanya menoleh kemudian pada Jenderal Chou. Pria itu memberinya sebuah anggukkan sembari tersenyum. Dari pendar matanya Lu Sicheng melihat jika Jenderal Chou berharap dirinya menerima tawaran Ratu Yang."Maaf, Yang Mulia. Apakah ini tidak terlalu cepat Anda putuskan? Anda baru saja mengenal hamba," tukas Lu Sicheng pada Ratu Yang tanpa berani menatapnya.Ratu Yang mengulas senyum. Pemuda di hadapannya itu sungguh sangat mengagumkan. Entah kenapa dirinya serasa menyukai Lu Sicheng. Terlebih pemuda tampan itu telah muncul dalam mimpinya."Lu Sicheng, aku yakin padamu. Aku ingin kau mau menerima tawaran ini. Kerajaan Dong Taiyang membutuhkan orang sepertimu," ucap Ratu Yang. Suaranya terdengar sangat lembut dan manja."Tapi, Yang Mulia ..." Lu Sicheng tampak menunjukkan rasa ragunya."Adik Lu, terimalah tawaran Yang Mulia. Aku sangat senang jika kau bisa mengabdi pada kerajaan Dong Taiyang." kali ini Jenderal Chou yang berkata.Ratu Yang men
Lu Sicheng sedang berendam di kolam pemandian istana. Kolam pemandian itu berada di belakang istana, tepatnya di tengah taman. Tempatnya tertutup oleh pagar dari pepohonan kecil yang rimbun.Dia bersandar sembari memejamkan matanya. Membiarkan air hangat menenggelamkan setengah tubuhnya. Hubungan istinewa? Astaga, kenapa ia menjadi gelisah? Ucapan Jenderal Chou terus terngiang-ngiang di telinganya.Tidak. Ratu Yang tak boleh menikah dengan siapa pun! Dan jika Ratu Yang sampai menikah dengan teman kecilnya itu, lantas bagaimana dirinya merebut tahta kerajaan Dong Taiyang? Namun Lu Sicheng juga bingung memikirkan cara untuk merebut tahta kerajaan. Sementara dia tak mungkin memberontak. Karena itu bukan sipat seorang ksatria sejati.Sedang gelisah Lu Sicheng sendiri, tiba-tiba datang seekor burung merpati yang hinggap di tepi kolam pemandian dimana dirinya berada.Lu Sicheng melihat burung merpati itu. Dan tak lama kemudian burung itu menjelma menjadi seorang pria paruh baya."Guru Li!"
Dengan penuh emosi Lu Sicheng segera bangkit dari bangkunya. Dia mengepalkan buku-buku tangannya dengan bibirnya yang gemetaran. Rasa amarahnya ingin segera diledakkan sekarang juga."Panglima Lu, ada apa?" Jenderal Chou segera bangkit karena merasa heran dengan sikap Lu Sicheng.Lu Sicheng segera tersadar dari fantasinya. Semua orang sedang menoleh padanya, termasuk Ratu Yang. Wanita cantik itu tampak cemas menatapnya.Astaga, dia baru saja berfantasi jika Pangeran Lin Jiang melamar Ratu Yang di ruangan itu. Sial! Pipinya memerah menahan malu. Lu Sicheng hanya menoleh pada Jenderal Chou, lantas duduk kembali."Kau baik-baik saja, Panglima Lu?" tanya Ratu Yang tampak cemas. Penasehat Bai Jue dan Perdana Menteri Han ikut menunggu jawaban dari Lu Sicheng. Tadi pemuda itu tiba-tiba berdiri di hadapan Ratu Yang. Tentu saja semua orang menjadi kaget dan heran. Sedangkan Pangeran Lin Jiang hanya menatap jengah pada Lu Sicheng."Hamba baik-baik saja, Yang Mulia. Maaf," sesal Lu Sicheng semb
Hong Ri berjalan cepat menuju kamar Lu Sicheng bersama seorang tabib. Di belakangnya tampak Pangeran Lin Jiang, Perdana Menteri Han dan Penasehat Bai Jue yang juga sedang menuju kamar Lu Sicheng. Pangeran Lin Jiang sudah mengatakan pada Perdana Menteri Han dan Bai Jue, jika Lu Sicheng sedang sakit.Pangeran Lin Jiang tak menyangka dua petinggi istana itu sangat cemas dan bergegas ingin melihat keadaan Lu Sicheng. Padahal awalnya Pangeran Lin Jiang ingin menghasut dua orang penting itu untuk membenci Lu Sicheng.Apa sih, hebatnya pendekar dari Barat itu? Sampai-sampai Ratu Yang dan para petinggi istana begitu perhatian padanya. Hh, Pangeran Lin Jiang tampak kesal sepanjang perjalanan menuju kamar Lu Sicheng yang berada di dalam bangunan paling ujung timur di istana Dong Taiyang."Permisi semuanya, Tabib Yu mau lewat. Ups!" Hong Ri kaget bukan main melihat Ratu Yang tampak sedang mengompres Lu Sicheng dengan telaten. Saking kagetnya pemuda itu sampai membungkam mulutnya dengan kedua tela