416“Seperti yang sudah kuduga, kamu memang sama saja dengan anak motor lainnya. Hanya bisa merusak hidup seorang gadis!”Baru saja Vino sampai di teras, sebuah tuduhan disertai tudingan di wajah langsung menyambutnya tanpa ampun.“Padahal dari dulu aku menunggu niat baikmu jika memang menyukai putriku. Aku menunggu kamu datang membawa orang tuamu untuk melamar anakku. Aku menunggumu datang meminta Nada. Tapi lihatlah, kamu malah menanam benih di rahim putriku di luar ikatan sah, dan setelah itu malah tidak pernah datang lagi. Kabur dari tanggung jawab seperti anak-anak motor itu. Kau pikir aku akan diam saja?”Tanpa menghiraukan wajah keheranan orang-orang yang keluar dari pintu utama rumah besar itu, pria paruh baya yang mencekal pergelangan tangan seorang gadis terus menceracau sambil menuding-nuding wajah Vino.Vino dan kedua orang tuanya yang berhamburan keluar dan langsung disambut tudingan-tudingan itu untuk beberapa lama hanya mematung terpaku.Sultan dan Viola tentu saja tida
417 “Jadi bagaimana Pak Sultan? Apa anda akan diam saja?” Lagi-lagi Ayah Nada bertanya dengan tidak sabar, karena sejak tadi Sultan hanya menarik napas panjang. Padahal Sultan sedang berusah menenangkan dirinya dulu. Semua terjadi begitu cepat dan tiba-tiba, mereka bahkan belum sempat sarapan. Maka pantas jika ia sangat shock. Namun, tentu ia harus menghadapi masalah ini dengan kepala dingin. Karena akar malasah pun belum jelas adanya. “Begini, Pak Andra, boleh saya bicara dengan Nada juga anak saya tanpa campur tangan anda dulu?” tanya Sultan akhirnya karena sejak tadi baik Nada atau pun Vino sama sekali tidak diberi kesempatan bicara. Orang tua itu terus saja bicara sendiri. “Apa maksud anda, Pak? Anda tidak mempercayai saya? Apa anda dan istri tidak tahu kedekatan anak-anak kita selama ini? Mereka bahkan sudah dekat sejak kecil. Dan sepulang anak saya dari luar negeri, ia hanya berteman dengan anak anda. Hanya anak anda yang selama ini membersamainya.” Pria itu semakin memerah w
418 “Apa maksud anda, Pak Andra?” tanya Sultan menatap tidak mengerti. “Merusak apa?” Sultan menatap tanpa kedip pria seusianya yang tampak berapi-api. “Apa anda tidak tahu apa yang menimpa putriku dulu?” “Memangnya kenapa dengan Nada?” kening Sultan berkerut lagi. “Anakku—” “Pi, sudahlah. Sekarang yang terpenting bagaimana dengan nasibku.” Nada memotog ucapan sang ayah karena takut pria tersebut membuka luka lamanya yang sepertinya tidak diketahui keluarga Vino. Dan sepertinya lebih baik begitu, lebih baik orang tua Vino tidak tahu masa lalunya. Yang perlu mereka tahu kini ia hamil. Andra menarik napas melihat wajah memelas sang anak, kemudian kembali bicara dengan nada tidak terlalu tinggi. “Sudahlah, Pak Sultan. Saya datang ke sini untuk meminta pertanggungjawaban anak anda walaupun menyayangkan kenapa harus ada insiden ini dulu. Padahal jika Vino langsung menyatakan ingin menikahi Nada walaupun sudah hamil, saya tidak akan mempermasalahkan,” ujarnya lagi masih dengan tuduha
419 Vino mengusap kasar wajahnya berkali-kali. Berharap dengan begitu rasa frustrasi dan stressnya berkurang. Entah mimpi apa semalam hingga tiba-tiba di pagi ini hari harus disatroni orang yang meminta tanggungjawab. Kedua orang paruh baya yang duduk di hadapannya menatap dengan iba. Walaupun sama-sama shock dan tentu saja sama stress, keduanya mencoba tetap cooling down agar putra bungsu mereka tidak semakin down. Sang ayah menelan ludah setelah beberapa saat hanya menatap nanar sang anak. Ia seolah sedang berkaca dengan masa lalunya. Di mana ia pun pernah berada di posisi yang sama. Persis seperti ini. Karenanya ia bisa menghadapi masalah ini dengan kepala dingin dan berusaha bijak. Sejak awal ia yakin jika sang anak tidak akan melakukan hal nisata seperti itu, apalagi terhadap gadis yang sejak kecil berteman baik. Ia yakin senakal apa pun sang anak tidak akan sampai hati merusak seorang gadis. Jika pun mereka sampai terjerumus karena manusia tempatnya khilaf dan salah, sejak aw
420Hari ini Vino berangkat ke kantor dengan mengendarai motor kesayangannya. Frustrasi membuatnya ingin berkeliling lagi. Tapi karena waktu yang belum memungkinkan, ia belum bisa mendinginkan kepala dengan melakukan hobinya itu. Karenanya, hanya bisa menaiki si bohaynya ke kantor saja.Vino tidak peduli menjadi pusat perhatian seluruh penghuni perusahaan begitu motornya memasuki gerbang kantor. Ia bahkan melenggang cuek menuju lift untuk umum tanpa mempedulikan tatapan semua orang.Apa pedulinya? Ia merasa tidak ada urusan dengan siapa pun. Kepalanya sudah pusing memikirkan kasus Nada yang akhirnya menggantung. Ia tidak mau menambah beban pikiran dengan memikirkan tanggapan orang lain terhadapnya.Sekali lagi Vino bahkan tidak peduli saat orang-orang yang tengah menunggu lift menyingkir untuk memberinya jalan. Semua orang sudah tahu jika dirinya putra bos besar yang dapat dipastikan kelak akan mewarisi perusahaan itu.Saat ia masuk lift dan hanya seorang diri padahal yang menunggu be
421 Vino membuang muka setelah beberapa detik tatapan mereka bertemu. Sementara Kirani cepat menunduk. Kedua tangannya saling memilin satu sama lain. Sungguh, ia tidak nyaman berada di situasi ini. Sangat kentara jika kebencian itu begitu besar di mata Vino. Entah dengan apa ia bisa menebus kesalahannya dulu. “Papa suka semua pekerjaanmu, Kiran. Perpect. Kamu sangat professional. Semoga kita bisa bekerja sama dalam waktu yang lama,” ujar Sultan jujur dan bangga setelah mengecek lembaran demi lembaran dalam map yang dibawa Kirani. Kirani hanya mengangguk untuk menanggapi. Bahkan ucapan terima kasihnya sangat pelan nyaris tak terdengar. “Pertahankan ini dan kalau bisa terus tingkatkan lagi kemampuanmu. Jadi dengan begini Papa lebih yakin untuk mempromosikanmu.” Pujian demi pujian terus megalir dari mulut Sultan. Sementara yang dipuji hanya diam menunduk dengan sesekali mendongak sambil megucapkan terima kasih. Lalu, seseorang di sebelahnya terus membuang muka dengan jengah. “Lalu,
422“Oh, maaf aku tidak bisa, Pa. Aku sudah ada janji.” Malvino menjawab lebih dulu dengan tampang malas dan mengibaskan tangan. Itu dilakukannya setelah saling tatap sejenak dengan Kirani dan kemudian membuang muka.Sultan menatap sang anak sejenak sebelum beralih memandang wajah Kirani.“Kalau begitu, bagaimana jika kita berdua saja, Kiran. Nanti Papa telpon Mama agar bergabung dengan kita?” Sultan masih saja membujuk Kirani. “Anggap saja ini undangan karena kamu sudah bekerja dengan baik di perusahaan Papa.”“Terima kasih Pak Sultan, atas undangannya. Saya sangat tersanjung. Tapi maaf saya tidak bisa memenuhinya.”“Kenapa?” Kening Sultan berkerut dalam.“Hmm, kebetulan saya sedang berpuasa.” Kirani menjawab pelan hampir tak terdengar.Mulut Sultan terbuka lebar sebelum akhirnya tersenyum. Wajahnya menengadah sebentar, raut kagum tercipta seketika.“Ya, Papa lupa kamu sekarang rajin puasa sunah,” ujarnya. “Ya, sudah. Nanti kita rencanakan lagi. Nanti biar Mama yang ngobrol sama kamu
423“Memangnya kenapa dengan wajahku? Apa aku menakutkan seperti hantu?” tanya Vino kepada dirinya sendiri sepeninggal Kirani. Gadis itu akhirnya menghilang di balik badan bus yang berhenti di seberang jalan.Vino memindai dirinya dari kaca spion motor besarnya.“Aneh, padahal orang-orang bilang aku ini mirip pemain sinetron Bara Valentino. Kenapa dia seperti melihat hantu?” lanjutnya dengan terus membolak-balik wajah untuk bercermin.“Apa matanya yang siwer? Atau sudah tidak waras? Atau dia masih bertahan dengan kesombongan yang disembunyikan di balik pura-pura ketakutan?” Vino mengetukkan telunjuk di pelipisnya.“Awas saja kamu perempuan, suatu saat nanti kamu akan mengemis bantuanku dengan merendahkan dirimu. Kau pikir kamu akan selamanya beruntung?” Setelah mengatakan itu, Vino mulai mengendarai motornya untuk pulang. Padahal ia sudah bela-belain menunggu hingga Kirani pulang.Vino susah keluar kantor sejak tadi. Karena tidak mendapati Kirani satu lift dengannya seperti biasa, ia