Batari terbangun dengan lintasan tangis Xaba dalam mimpinya. Ia baru teringat kalau menjadwalkan Xaba menyusui sekali empat jam.Saat terbangun, Batari tersadar bukan di kamarnya melainkan bersama Xabier yang sedang telungkup nyenyak. Rasa malu menjalar di sekujur tubuhnya, ia teringat kalau telah membaur dengan Xabier setelah suaminya mengungkapkan perasaan terdalamnya.Batari memandangi suaminya dengan ulas senyum manis. Hatinya menghangat, kini telah menjadi istri yang diinginkan oleh suami. Harapan hampir pupus, tetapi begitulah suasana hati bisa dibolak-balik.Tidak bisa berpikir terlalu lama mengingat ada sosok kecil yang juga membutuhkan sentuhan darinya. Buru-buru Batari berpakaian kembali lalu meninggalkan kamar suaminya. Di sana, Batari melihat Xaba masih terlelap, seakan memberi kesempatan bagi ayah dan ibunya, pikir Batari.Kesempatan ini digunakan Batari untuk membersihkan dirinya lantaran kapan saja Xaba bisa terbangun. Saat dirinya keluar, Xaba menangis terbangun ingin
Kelegaan mengisi hati Batari, ternyata Xaba berada dalam gendongan papanya yang telah rapi. "Saya kaget Xaba tidak ada di tempat tidurnya," ucap Batari sembari mengelus pipi putranya."Tidur kamu pulas banget, jadi aku tidak ganggu." Xabier menyerahkan Xaba pada istrinya. "Aku pergi dulu, ada kunjungan cabang pagi ini.""Apa bapak sudah sarapan?""Sudah, cukup roti dan kopi di pagi ini. Nanti di sana akan lanjut menikmati menu terbaru dari koki resto."Xabier lantas mengecup kening Batari yang langsung mengerjap-ngerjap mendapat perlakuan manis di pagi hari dari suaminya lalu berlanjut ke Xaba. "Papa pergi kerja dulu ya, Jagoan.""Hati-hati ya, Pak."Xabier menoleh pada istrinya dengan ulas senyum yang tak kalah bagus. "Masih mau panggil suami dengan sebutan Bapak dan Pak?""Memangnya mau dipanggil apa?"Xabier pura-pura berpikir. "Mungkin bisa sayang, cinta, hubby," ujarnya sambil melirik Batari yang tampak meringis."Tapi tidak apa-apa juga kalau mau panggil Pak karena faktanya suda
Pagi usai Xabier ke restoran, Batari dihubungi oleh Ningsih. Ibu dari Wisang ingin bertandang ke rumah Batari.Di sinilah mereka kini, duduk berhadapan saling berdiaman. Batari tadinya banyak bertanya, hanya saja respon Ningsih pendek dan datar. Suasana tegang dirasakan Batari."Jadi, bagaimana? Apa kami tidak bisa lagi minta bantuan pada kamu? Kejadian itu membuat kamu sangat membenci Wisang?"Batari gelagapan menjawab, tidak menyangka kalau penuturan Ningsih begitu tajam dan menohok. Selama ini Ningsih sangat lembut padanya, Batari merasakan kasih sayang, tetapi kini dia merasa seperti dimusuhi."Sa--.""Permintaan Ibu hanya satu, tolong bebaskan Wisang. Kami tidak akan mengganggu hidup kamu lagi, bila perlu usai kasus ini, anggap kita tidak pernah saling mengenal."Pahit rasa hati Batari mendengar hal itu, dia ingin sekali melepaskan Wisang, hanya saja meminta pembebasan Wisang pada Xabier akan membuat relasi yang baru saja membaik berubah rusak dan bisa berakhir buruk.Batari mene
Paras Batari sumringah usai Xabier berjanji mengabulkan permintaannya untuk laporan kasus terhadap Wisang dicabut. Batari tidak menaruh dendam apapun pada mereka yang menjahatinya.Pada perjalanannya, Batari merasa menjadi pemenang atas hati suaminya. Tidak pernah menyangka kalau Xabier memiliki perasaan yang sama terhadapnya dan mereka bersatu sebagai suami dan istri."Kenapa senyum-senyum sendiri." Xabier menoleh sekilas pada istrinya lalu fokus kembali menyetir. Xaba ada di bangku belakang, ditidurkan di car seat yang aman dan nyaman."Karena punya suami yang baik," pujinya tanpa rasa segan dan malu lagi.Xabier terkekeh mendengar sanjungan istri yang dulu tidak disukainya. Ia mengelus kepala Batari dengan sedikit kekuatan sehingga rambut Batari menjadi kusut."Bapak, rambut saya jadi berantakan," ucap Batari seraya merapikan kembali surai hitam tebal miliknya."Untuk apa rapi-rapi ke sana, apa karena mau bertemu mantan kekasih?" tanya Xabier bercanda dengan tetap fokus pada keadaa
Batari terisak di dada suaminya, ia merasa sedih dengan kenyataan yang baru saja diketahui. Selama ini Batari tidak menaruh prasangka terhadap Suyati dan Ningsih. "Kamu masih sedih? Maksud aku baik supaya kamu tidak lagi dimanfaatkan di masa depan oleh mereka. Atau kamu mau kita memperkarakan lagi tentang hutang piutang ini?"Xabier mengusap rambut istrinya yang duduk menyandar padanya.Batari menarik diri lalu menatap suaminya. Dia menggelengkan kepala. "Tidak usah, saya berusaha ikhlas saja."Senyum samar di wajah Xabier menandakan kekagumannya pada sang istri. "Tapi, kenapa tidak diperkarakan saja. Mereka telah mengambil apa yang menjadi hak kamu, peninggalan orang tua." Xabier penasaran dengan isi otak istrinya.Batari kembali menyandarkan kepalanya di dada suaminya. Mereka berada di ruang keluarga."Kalau saja dulu saya mendapat warisan itu, mungkin saja saya tidak akan menjadi istri Bapak. Cita-cita saya masa remaja ingin menjadi seorang desainer, saya suka menggambar. Karena k
Angin menerpa wajah Batari yang berlinang air mata. Dia menangisi nasib kehidupan yang belum kunjung meraup bahagia."Maafin mama, ya." Batari cepat-cepat menghapus jejak air mata di pipinya. Xabier duduk di samping Batari yang tidak memberi respon sama sekali."Dulu mama dan papa menikah karena dijodohkan. Mereka dari kalangan orang berada. Tetapi, saat aku telah mahasiswa papa dan mama berpisah karena orang ketiga, dia cinta masa lalunya papa." Xabier menghela nafas berat memandang lurus ke depan. Batari menoleh pada Xabier yang wajahnya berubah sendu.Batari baru saja tahu rahasia masa lalu keluarga suaminya. "Lalu, di mana ayah Pak Xabier sekarang?" "Entahlah, kami hilang kontak. Mama minta jangan pernah mencari papa karena pilihan papa bukan kami."Batari terhenyak, dia bisa ikut merasakan luka hati suaminya. "Aku merasa mama tidak menyukai kamu dibayangi pengalaman perpisahannya dengan papa. Perempuan masa lalu papa bukan orang yang berada, bukan memiliki pekerjaan yang menter
Xinda menemani mamanya semalaman, setelah Andalaska mencurahkan isi hati pada putri semata wayangnya itu. Xinda merasa iba pada Andalaska yang masih menyimpan rasa sakit hati pada papanya, Groban Danov Santos.Beberapa tahun lalu, Xinda masih berkontak diam-diam dengan Groban tanpa sepengetahuan Andalaska. Namun, hubungan mereka merenggang akibat Groban yang semakin sibuk dengan urusan pekerjaan dan... perempuan simpanannya.Hari ini Xinda mengurus revisi proposal ke kampus, ia harus bergerak cepat agar lekas terbit surat penelitian dari pihak kampus. Meskipun tidur kurang, Xinda tetap bersemangat mengerjakan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa."Kamu sudah bisa mencetak proposal dan menyerahkannya pada administrasi jurusan," ucap dosen pembimbing Xinda saat dirinya menghadap.Wajah Xinda semakin cerah mendengar kabar baik dari dosen pembimbing. Ia keluar dengan raut puas, rencananya siang ini ia akan mengunjungi restoran Xabier untuk mengabarkan proposal skripsinya telah diterima
Xinda mengunjungi restoran pusat milik Xabier, maniknya menyorot ke meja berisi jus buah yang dipesannya. Ingatan pembicaraan bersama Groban memenuhi otaknya.Hari telah sore, sebenarnya waktu Xabier untuk pulang."Maaf ya, kamu menunggu kakak lama." Xinda duduk di salah satu bangku restoran, Xabier baru saja melakukan pertemuan dengan rekanan pemasaran untuk menentukan strategi mengembangkan usaha restoran yang sempat mandek."Ya kak, tidak apa-apa."Tampilan Xinda yang tanpa ekspresi mendorong Xabier untuk meneliti paras adiknya. Jarang sekali Xinda dengan ekspresi seperti saat ini."Kamu ada masalah? Cerita pada kakak."Xabier menerka masalah apa yang membebani adiknya. Kalau masalah percintaan, biasanya Xinda akan menangis, tetapi kali ini tanpa ekspresi."Seminar proposalku berjalan lancar kak, tadi aku mengajukan revisi, tidak banyak yang harus diperbaiki. Surat penelitian akan diterbitkan pihak kampus."Xabier tersenyum, merasa bangga akan pencapaian Xinda dalam tiga tahun ini.