Home / Romansa / PEMBANTU NAIK KELAS / Bab 4. Prosesi Akad

Share

Bab 4. Prosesi Akad

Author: artfinger
last update Last Updated: 2022-05-23 08:27:58

Tidak terasa sudah selesai masa-masa perkuliahan bagi Rere dan teman-teman seangkatannya, termasuk Freza dan beberapa mahasiswa lain yang juga telat pun mampu mengikuti wisuda di periode yang sama.

Masih terasa aneh bagi Rere bahwa, saat wisuda beberapa hari yang lalu tidak diikuti oleh Zeega. Padahal, tiga bulan sebelumnya, dia malah takut saat mau masuk ke kampus akan bertemu temannya itu, setelah kejadian di mall yang memalukan itu. Namun, dia malah disuguhi berita bahwa sehari setelah kejadian tidak mengenakan di mall, Zeega memutuskan pindah kuliah dan tidak ada lagi kabarnya.

Karena menjadi misteri, bahkan setelah beberapa bulan pun kepergian Zeega yang tiba-tiba masih menjadi berita segar yang selalu diperbincangkan di beberapa kesempatan. Rere pun terkadang masih bertanya-tanya, bahkan sesekali membicarakan hal ini kepada Freza.

“Apaan sih, Re. Udah lama, masih dibahas juga. Kita ini sudah wisuda, yang berlalu biarlah berlalu,” jawab Freza ketus.

“Iya sih. Tapi, aku itu kasian. Katanya perusahaan keluarganya bangkrut. Kok, bisa? Padahal kemarinnya masih bisa beli cincin mahal begitu sama aku. Eh, besoknya langsung dapat kabar kayak gitu. Kasian, kan ....” Rere masih saja merasa iba dengan kejadian yang menimpa Zeega dan keluarganya.

Freza tidak lagi menanggapi kalimat-kalimat Rere. Freza begitu kesal. Sejak tubuhnya mendarat sempurna di kursi ruang tamu Rere, wanita itu langsung nyerocos mengenai Zeega, bukannya bertanya keperluannya datang.

“Lho, ada Nak Freza. Katanya sudah mau keluar kos, ya, akhir bulan ini? Sudah dapat kerja? Rere ini malah sibuk nulis saja di depan laptop, nggak tahu nulis apa. Katanya malah mau jadi penulis novel saja. Ibu sampai bingung.” Bu Suli tiba-tiba muncul dari dalam dan ikut duduk di ruang tamu.

“Lho, kamu sudah mau pindah, Mas? Kok, aku nggak tahu?” Rere ikut bertanya, penasaran.

“Ya, bagaimana mau tau, yang kamu omongin Zeega melulu, orang yang nggak ada di sini. Ibumu malah lebih tahu tentang aku.” Dia berhenti sejenak, lalu menghadap ke Bu Suli dan berkata, “Saya sudah dapat kerja, Alhamdulillah. Tapi, di luar Pulau Jawa. Nantinya, dapat tempat tinggal sementara dari perusahaan.”

Wajah Rere memerah karena malu. Dia bahkan tidak tahu apa-apa tentang seseorang yang paling dekat dengannya saat ini. Sebelum dia bertanya lebih lanjut, Bu Suli sudah menimpali kalimat Freza.

“Alhamdulillah. Semoga lancar ya, Nak. Setelah kerja, disegerakan menikah, agar punya teman hidup yang halal.”

Rere tertawa mendengar nasihat ibunya itu. Bagaimana mau menikah, sekarang saja tidak ada wanita yang dikencani oleh Freza, pikirnya. Tawanya langsung mengundang pelototan mata Freza, yang merasa kesal.

“Baik, Bu. Itu juga maksud saya ke sini. Saya ingin melamar Rere. Jadi, dia tidak perlu susah-susah cari kerja. Insya Allah saya siap lahir dan batin. Alhamdulillah, saya mendapat pekerjaan bagus. Rere bisa sesukanya jika ingin menulis novel, atau tetap mencari kerja.”

Seperti petir di siang bolong, kalimat itu membekukan tubuh Bu Suli dan Rere di waktu yang sama. Melihat reaksi ibu dan anak itu, Freza menjadi begitu canggung. Dia tidak mengharapkan reaksi ini. Lelaki itu sudah siap jika ditolak atau dimarahi. Namun, ekspresi mematung itu malah membuatnya bingung.

***

Beberapa bulan kemudian, setelah pembicaraan yang tidak sebentar, prosesi sakral ijab-kabul pun berjalan bagi Rere dan Freza. Sesuai permintaan Rere, yang sebelumnya hanya berupa gurauan, kini dipenuhi oleh Freza sebagai kenyataan, yaitu sebuah cincin dengan batu berlian yang cukup besar serta mas kawin 10 gram emas batangan 24 karat.

Dengan alasan susahnya memboyong keluarga ke pernikahan, Freza hanya membawa dua lelaki dewasa yang katanya adalah pakdenya. Acara begitu khidmat. Untuk sementara, pernikahan mereka tidak akan didaftarkan di pencatatan sipil, hanya akad secara agama.

Tidak hanya itu, sehari sebelum pernikahan, mereka menandatangani sebuah surat perjanjian pra-nikah. Di dalamnya disebutkan bahwa keduanya akan berpisah sementara waktu, maksimal satu tahun, setelah pernikahan berlangsung.

“Kamu tidak mau, kan, istrimu ini tidak menyelesaikan tanggung jawabnya?” Selalu itu kalimat yang Rere ulang-ulang untuk meyakinkan suaminya. Dia menceritakan bahwa, ada satu naskah novel yang harus diselesaikan sebagai tanggung jawab kontrak dengan sebuah penerbitan.

Sayangnya, pembantu sebagai tokoh utama di novelnya kurang menjiwai dan banyak cacat logikanya. Sehingga, setelah lulus kuliah menjadi waktu yang tepat baginya untuk mencoba menjadi seorang pembantu sungguhan. Agar mampu menulis cerita yang baik, dan naskahnya tidak ditolak lagi.

Karena Freza sudah berjanji untuk mendukung wanita yang dicintainya itu, dia pun rela berpisah jarak dan waktu sementara ini. Sesekali, dia akan menyempatkan datang ke Surabaya menemui Rere.

Selesai dengan semua prosesi pernikahan yang begitu sederhana, para tamu berpamitan satu per satu. Hanya beberapa kerabat dari orang tua Rere yang masih di rumahnya, karena memang menginap di sana.

Karena kondisi rumah yang ramai, Freza dan Rere pun memutuskan untuk menyewa sebuah hotel untuk menghabiskan malam sebagai pengantin baru. Dengan motor hitam kesayangannya, dan sebuah tas ransel di punggung, Freza melajukan motornya di jalanan Surabaya yang ramai menuju salah satu hotel bintang lima yang bisa dibilang cukup mentereng.

Tiba di kamar yang telah di pesan Freza, Rere mengitari ruangan yang luasnya bahkan lebih besar dari rumahnya. Saat menyibak gorden, dia bisa melihat lampu jalanan serta lampu kendaraan yang berkelap-kelip terlihat dari atas kamar.

“Ini hotel mahal, lho. Uangmu nggak habis untuk pesan kamar ini?” tanya Rere penasaran.

“Kebetulan aku dapat diskon besar dari aplikasi online. Jadilah harga kaki lima, kualitas bintang lima.” Seperti biasa, tawa meluncur dari mulut Freza, berusaha mencairkan suasana.

Rere membongkar tas ransel dan mengeluarkan pakaian ganti untuk dirinya dan Freza, sepasang piama baru yang telah Freza siapkan juga sebelumnya. Rere bagaikan putri yang hanya perlu menyiapkan diri, sedangkan semua keperluan telah diatur oleh Freza.

Selesai berganti pakaian, Rere tidak segera keluar kamar mandi. Di memandangi cermin di hadapannya. Kali ini bukanlah sekadar ilusi hati dan pikirannya. Ini semua benar-benar nyata. Dia sudah menjadi seorang istri. Mengingat seseorang menantinya di luar kamar, jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya. Tubuhnya lemas. Apa yang harus aku lakukan nanti?

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Dia segera membuka pintu, dan sudah ada seorang lelaki berdiri di ambang pintu. Rere tidak bisa keluar kamar mandi karena terhalang tubuh sang suami.

Jantungnya semakin bertalu-talu kencang saat tubuh Freza mendorong tubuhnya hingga masuk kembali ke dalam kamar mandi. Pintu di balik punggung lelaki itu didorong hingga tertutup.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBANTU NAIK KELAS   Bab 82.

    - Beberapa bulan kemudian -Beberapa karyawan sedang sibuk di sebuah ruangan kamar hotel untuk menyiapkan materi. Di sisi dekat jendela, Freza mengecek beberapa hal di laptopnya, di atas meja kerja.“Pastikan semua data dan bahan-bahan materi itu tidak ada yang terlewat. Kita tidak boleh gagal.” Mata Freza mengintimidasi semua yang ada di ruangan, bukan hanya dengan kata-katanya.“Ini satu-satunya kesempatanku untuk bisa menyelamatkan perusahaan,” ucapnya lirih sambil menggenggam jemarinya di atas meja. Jika dia gagal, maka perusahaan mungkin sulit diselamatkan.Tidak terasa waktu sudah sangat larut, hingga akhirnya semua persiapan selesai. Seorang karyawan menyerahkan sebuah flashdisk kepada Freza untuk presentasi keesokan harinya.Sebelum menutup harinya, Freza mengirimkan file presentasi kepada pamannya serta Gina.Ini satu-satunya jalan baginya untuk mendapatkan proyek di pertemuan penting ini.***“Masih khawatir tentang besok?” Rere datang menghampiri Freza yang sedang termangu

  • PEMBANTU NAIK KELAS   Bab 81. Kita Bisa Jadi Saudara

    “Kenapa kamu menangis?” Freza berjongkok di depan Rere sambil menghapus air mata yang membuat pipinya basah.Rere tidak segera menjawab pertanyaan Freza. Dia bingung dengan jawaban yang harus dia utarakan. Jika dia mengatakan yang sebenanrnya, maka nenek Freza pasti akan semakin kesal dengannya. Apalagi, dia tidak ingin memulai pertengkaran juga antara Freza dan Rowena.“Istrimu ini tiba-tiba datang dan berlutut di depan Eyang sambil terus meminta maaf. Eyang sudah menyuruhnya bangun sejak tadi, tapi dia tidak mau.” Dengan gugup Rowena yang menjawab, karena melihat tidak ada tanggapan dari Rere.“Apa betul begitu, Re?” Freza kembali menghadap Rere yang sudah semakin tenang, dan tidak lagi menangis.“I-iya, Mas.” Rere mangangguk sambil sempat melirik ke arah Rowena. Pada saat itu, Rowena menjulurkan lidahnya ke arah Rere lalu membuang muka. Sayangnya Freza tidak tahu, karena Freza membelakangi neneknya.Kelakuan Rowena yang seperti anak kecil itu malah memancing senyum di wajah Rere. D

  • PEMBANTU NAIK KELAS   Bab 80. Konsekuensi

    Sebuah tangan menyentuh pundak Kevin dengan lembut, dari arah belakang punggungnya.“Kamu kelihatannya sedang sangat stress? Pagi-pagi begini sudah mabuk.” Mata wanita itu melirik ke arah botol minuman keras yang sudah setengah kosong di atas meja.“Aku rasanya inging membunuhnya!” Kevin mengepalkan tinjunya dan menghantamkannya ke atas meja. Wajahnya di angkat untuk melihat wanita yang kini duduk di sebelahnya.“Ssst! Jangan bilang seperti itu. Tidak pantas seseorang seperti kamu melakukan hal kotor seperti itu.” Dengan tenang, wanita itu menyibak rambut Kevin yang berantakan hingga wajah.“Kenapa? Kamu tidak ingin bosmu mati ditanganku? Iya?”“Aw!” Wanita itu merintih kesakitan saat pergelangan tangannya dicengkeram dengan sangat erat oleh pria di hadapannya itu.Akan tetapi, Merlyn tidak berusaha melepaskan diri. Dia tetap duduk di tempatnya sambil sesekali mengernyit kesakitan.“Aku rela mati di tanganmu. Hanya satu yang aku tidak inginkan, yaitu kepercayaanmu yang sepertinya goya

  • PEMBANTU NAIK KELAS   Bab 79. Pernikahan yang Terungkap

    Setelah solat subuh, Rere tidak lagi bisa tidur. Berbeda dengan suaminya yang langsung mendengkur saat menyentuh bantal.Di sudut ruangan, di atas sofa, wajahnya memandang keluar jendela. Memandangi langit yang semakin lama semakin cerah, dan rembulan pun kian menghilang.Satu jarinya memutar-mutar cincin berlian di jari manisnya. Sudah lama cincin itu hanya disimpan di dalam kotak perhiasan. Dan sekarang, dia akan terus memamerkannya ke seluruh dunia.Statusnya berubah. Lebih tepatnya statusnya kini bisa diungkapkan. Bagi orang lain mungkin statusnya baru saja berubah sejak semalam, walaupun dia sudah menikah sejak lama.Pikirannya kembali melayang ke percakapannya dengan Freza semalam.Keduanya duduk di tepi tempat tidur, dengan lengan Freza masih memegangi pundak Rere. Memastikan sang istri menatapnya saat berbicara.“Mas, maaf ya sudah membuatmu marah dan kesal. Aku menyadari banyak hal dalam beberapa hari terakhir ini.” Rere menurunkan tangan Freza dari pundaknya dan meletakkanny

  • PEMBANTU NAIK KELAS   Bab 78. Tatapan Freza

    “Aku tahu, Yah. Tapi karena itulah aku tidak mau bilang dari awal. Aku takut, kalian akan tetap membuatku menikah dengan wanita dari latar belakang yang sama, sesuai dengan keinginan kalian. Mungkin bukan hanya Sesil, bisa calon lainnya juga. Tapi aku tidak mau, Yah. Aku tidak mau wanita yang terbiasa dengan hidup mewahnya, sehingga kurang peka dengan lingkungan atau perasaan orang di sekitarnya.”“Bisa-bisanya kamu berkata seperti itu. Memangnya kamu sudah kenal Sesil luar dalam?” Rumma masih terus mendebat Freza.“Bukan begitu. Tetapi aku bisa tahu karakternya karena kami sudah berteman sejak kecil.”“Sudah-sudah. Kita tidak ingin semalaman berdebat bukan? Hari ini sudah cukup berat. Kita harus segera sudahi agar semuanya bisa istirahat.” Silvia segera memotong adu argumen ayah dan anak itu.“Fre, biarkan ibu dan ayah memikirkan kembali apa yang terjadi malam ini. Kamu tidak perlu menyalahkan dirimu untuk kejadian hari ini. Kita akan bicarakan lagi besok, saat pikiran kita sudah leb

  • PEMBANTU NAIK KELAS   Bab 77. Masa Kecil Freza

    Ruangan kamar hotel terasa lebih panas dari biasanya. Beberapa orang memendam emosi dalam dirinya, hingga membuat dada sesak.Air mata Silvia tak tertahankan, terus saja menetes. Beberapa kali Rumma menenangkan, atau mengganti tissue yang istrinya pegang.Rumma sudah jauh berbeda sekarang. Ada rasa lembut dan kasih saat memperlakukan istrinya, tidak sekaku dulu saat masih muda. Waktu membutnya semakin bijaksana.“Apa kamu senang, Fre? Kalau saja tadi tidak ada acara sebesar itu, ibumu pasti sudah menangis sepanjang waktu. Bahkan dia harus membawa kipas untuk menutupi mukanya tadi, kalau-kalau air matanya tiba-tiba muncul tak tertahankan.”“Maafkan aku, Yah. Maafkan aku, Bu. Aku tidak pernah berniat membuat kalian menangis. Tidak pernah.” Terdengar suara Freza agak bergetar saat mengatakannya.Dia dan Rere langsung menuju kamar orang tuanya saat acara sudah selesai. Sudah setengah jam mereka di sana, dan sejak itu pula Silvia langsung terisak tak tertahankan.“Dan bagaimana bisa bahkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status