Share

Belum Bisa

Author: Khanna
last update Last Updated: 2024-12-09 18:07:51

6

“Mas Raden, benarkah kau masih mencintaiku? Hem? Lantas, kenapa kau tega mengusir anak kita? Dia gadis mungil yang kukandung selama sembilan bulan. Kau elus perutku penuh cinta dan menciuminya dengan lembut. Kau juga mengatakan, anak kita akan cantik sepertiku. Tapi, kenapa sekarang kau seperti ini? Sayangilah Rindu seperti kau menyayangi dan mencintaiku, Mas.”

Air mata mulai menggenang, mengalir pelan di pipi, membasahi kulit tanpa Raden sadari.

Raden mengerjapkan mata perlahan. Kejadian tadi hanyalah mimpi. Namun, wanita yang begitu dicintainya itu begitu nyata mengucapkan kata demi kata yang menggetarkan jiwa.

Tangan bergerak menyeka air mata yang entah sejak kapan jatuh, bukti dari mimpi yang terlalu nyata, terlalu penuh dengan rindu yang tak berkesudahan. Ingin merengkuhnya lagi seperti dulu. Bukan siksa yang dirasa hingga detik ini.

“Bukan maksudku begitu, Ningrum. Rindu adalah sebab kematianmu. Aku belum bisa menerimanya. Aku takut dia mengulang hal yang sama pada istri baruku. Aku tidak ingin mengulang kesedihan yang sama. Itu terlalu sakit untukku,” gumam Raden. Ia mengatur napasnya untuk membuang kecamuk yang mendera diri.

Ia masih berbaring, tetapi telinganya mendengar lantunan ayat suci dari masjid terdekat. Menandakan, orang-orang baru selesai berjamaah salat subuh dan mengaji bersama, setidaknya setengah jam.

“Untuk sekarang, aku belum bisa menyayanginya seperti aku menyayangimu dulu. Dia merenggutmu dari duniaku. Bahkan, kemarin, aku melihat sendiri anak itu mendorong Dewi. Aku tak mau nasibnya sama sepertimu. Maafkan aku karena belum bisa mewujudkan keinginanmu, Ningrum.”

Raden masih sangat mengingat jelas wajah Ningrum meski sudah menikahi Dewi dan mencintainya layaknya mencintai istri terdahulunya.

Namun, Ningrum adalah seseorang yang selalu dirindukannya, seseorang yang pernah menjadi pusat dunianya. Pusat kebahagiaannya yang teramat sangat berharga.

Dalam mimpi tadi, sebelum bicara seperti itu, sosok itu tersenyum, senyum yang begitu hangat, begitu familier, menyulut api rindu yang selama ini tak pernah benar-benar padam.

Meski begitu, Raden masih sulit untuk menerima kehadiran Rindu yang merenggut pusat dunianya itu. Bahkan, tak akan mungkin menerimanya dengan lapang dada. Melihatnya menimbulkan luka yang menggores berulang kali.

Sebelum bangun, Raden melihat Dewi yang masih terlelap tidur. Seseorang yang bisa sedikit menyembuhkan luka dari masa lalu hingga kebahagiaan itu kembali direngkuh.

“Aku tidak mau kehilanganmu seperti aku kehilangan Ningrum,” gumamnya.

Kalimat yang terlontar, bukan hanya ucapan belaka. Namun, kesungguhan itu terperangkap dalam setiap kata.

***

“Hari-hariku pasti akan indah tanpa kehadiran Rindu si benalu itu di rumah ini.”

Baru bangun tidur dan duduk di ranjang setelah mengumpulkan kesadaran, Dini mengingat tentang Rindu sambil tersenyum miring. Harapan itu akhirnya terkabul mulai detik ini.

Jemarinya meraih ponsel. Ia mengingat lagi percakapannya bersama teman-teman yang dibuat dalam sebuah grup.

Jadinya bagaimana, nih? Mau pergi ke mana? Sebelum pada kerja, loh.

Itu tadi referensi dariku. Rumah Makan Saung Berkah. Bagus loh, tempatnya. Masih asri. Makanannya enak-enak. Kita bisa main air di sungai yang bersih. Buat foto-foto juga bagus.

Kalau memang pada setuju, ya sudah, ke situ saja.

“Tempatnya bagus sih, dilihat dari foto dan video yang dikirim,” gumam Dini.

Dini mulai menggoyangkan jempolnya untuk menyampaikan pendapatnya.

Dari foto sama video, sih, emang kelihatan bagus. Kalau makanannya enak-enak, aku setuju kalau pergi ke situ.

Sudah terkirim. Namun, masih pagi penghuni grup belum ada yang membalas. Masih terbuai oleh mimpi yang indah.

“Sebelum mulai kerja, wajib banget liburan dulu, kan? Pesta kemarin juga bikin happy banget. Hidupku benar-benar luar biasa, ditambah Rindu yang sudah enyah dari rumah ini.”

Udara dihirup dalam-dalam sambil menyunggingkan senyuman. Dini sangat yakin tentang kehidupannya ke depan akan semakin cerah penuh kebahagiaan. Bagaimana tidak, sumber kebenciannya sudah tidak terlihat lagi oleh matanya.

***

Meski di kepala banyak tanda tanya, Rindu tidak sedikit pun menyampaikannya pada Uka.

Mereka hanya berbincang tentang apa yang sedang dilihat. Uka juga tidak mengatakan apa pun. Padahal, Rindu cukup mengharapkannya.

Rindu menyimpan mukena di kamar. Lalu, melangkah ke dapur untuk mengolah bahan makanan. Itu pun kalau sudah ada bahan-bahannya di sana.

“Rindu, boleh kita mengobrol sebentar?”

Rindu tertahan langkahnya oleh permintaan dari Uka. Kepala mengangguk.

Mereka duduk di ruang tengah yang tidak begitu luas.

“Boleh aku ngomong sekarang?” ujar Uka mengawali percakapan.

“Iya, silakan.”

“Ini tentang keluargaku. Kita sudah menikah walau entah nantinya akan bertahan sampai kapan, tapi bukankah kamu ingin tahu keluargaku, Rindu?”

Rindu tidak langsung menjawab. Ia merasa membeku untuk sesaat.

“Iya, boleh, kalau kamu tidak keberatan,” jawab Rindu mencari jalan tengah.

“Walau aku tidak sekaya keluargamu, Rindu? Atau kamu mau berpisah tanpa harus mengenal keluargaku. Aku tidak ingin memaksa. Sebisa mungkin, semua keputusan ada di tanganmu.”

“Bolehkah aku bertanya padamu?”

Rindu tidak bisa menahannya selagi pembahasan mereka seperti ini.

“Iya, katakan saja.”

“Apa kamu tidak keberatan dengan pernikahan kita yang terjadi secara tiba-tiba? Kenapa kamu bertanya seperti tadi seolah aku yang punya kendali penuh. Kamu juga punya kebebasan untuk memilih kalau kamu merasa terbebani olehku. Hanya saja, memang aku agak takut kalau sendirian di tempat asing tanpa siapa pun. Aku sudah terbiasa hidup di bawah perintah ayahku, bukan seperti sekarang yang sendirian. Sebenarnya, aku juga agak takut denganmu karena hubungan kita sebelumnya tidak sedekat itu. Maaf, aku banyak bicara.”

“Luahkan saja semuanya. Aku tidak mempermasalahkannya, Rindu.”

“Itu saja, aku ingin mendengarkan jawaban darimu. Aku mohon, jangan jahat kepadaku.”

Kepedihan perlahan menyusup masuk ke celah-celah ruangan dalam dada. Deretan masalah yang menderanya kemarin, bahkan sebelum-sebelumnya bergumul sulit dihindarkan. Ia takut kalau akan ada masalah baru yang makin rumit membelenggu hidupnya.

Mata yang belum seutuhnya normal, tidak bengkak karena menetesnya air mata terus-menerus, malah kembali mengulangnya. Bulir kristal menerobos keluar dan merembes ke pipi.

“Aku mohon, jangan menangis, Rindu. Aku tidak pernah bermaksud jahat padamu. Sedikit pun aku tidak pernah memikirkannya. Tolong, jangan menangis.”

Rindu mengangguk, lalu mengusap air matanya. Ada sedikit rasa lega ketika Uka mengatakannya. Lelaki itu rajin beribadah, ucapannya seharusnya dapat dipercaya.

“Aku akan menjawabnya, Rindu. Aku ....”

Belum sempat melanjutkan perkataannya, ada seseorang mengetuk pintu depan. Seketika, mereka menoleh ke arah pintu. Lalu, saling tatap.

“Maaf, Rindu. Kita lihat dulu siapa yang datang mengetuk pintu,” ujar Uka agak tidak enak mengingat Rindu pasti sangat ingin mendengar jawabannya.

Namun, pintu lagi-lagi diketuk dari luar.

“Iya, tidak usah minta maaf. Mungkin penting. Jadi bertamu sepagi ini. Apalagi aku pendatang baru di sini.”

Uka mengangguk, lalu bangkit dan berjalan mendekati pintu. Disusul oleh Rindu. Ia juga penasaran siapa yang ada di luar sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBANTU YANG DIPAKSA MENIKAHIKU ITU TERNYATA....   Terungkap

    32“Semua keputusan ada di tangan Ayah. Tentang bagaimana nasib Mama Dewi dan Dini, Ayah pasti akan mengambil keputusan dengan adil,” ujar Ukasya menanggapi ucapan sang mertua.Raden tak bicara lagi. Ia hanya berusaha membuang beban yang membelenggu di dalam dada.***“Tumben Ayah ajak kita makan begini, Ma?” tanya Dini yang sudah duduk di dalam mobil. Mereka pergi diantar sopir biar tidak repot karena Dini masih memakai kursi roda.“Ayah lagi bahagia mungkin. Jadi kita diajak makan. Padahal, dia tidak tahu kalau kita lagi rencanain sesuatu buat Rindu. Belum ada kabar lagi di grup. Pasti lagi eksekusi. Biar mampus si Rindu itu.”“Aku masih takut kalau rencana kita bakal ketahuan, Ma. Mama yakin kan, orang yang kita suruh tidak akan tertangkap?”Mereka berbicara dengan suara pelan agar tidak didengar oleh sopir. Mobil sedang melaju di jalan raya. Sopir itu tersamarkan oleh ramainya kendaraan di jalan dan konsentrasi mengemudi yang tinggi.“Mama jamin semua akan beres sesuai rencana, Di

  • PEMBANTU YANG DIPAKSA MENIKAHIKU ITU TERNYATA....   Tak Terduga

    31Dua bulan telah berlalu setelah adegan saling memaafkan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Raden jadi sering menanyakan kabarnya Rindu melalui ponsel. Ia sungguhan ingin mengubah diri dan berusaha menjadi seorang ayah yang baik.“Sayang, beneran makannya udahan?” tanya Ukasya ketika melihat makanan di dalam piring sang isi masih lumayan banyak.Rindu mengangguk dengan raut wajah menautkan alis.“Kamu kenapa, Sayang? Ada yang sakit?” tanya Ukasya lagi mengetahui ekspresi yang dibuat oleh istrinya.“Bukan sakit, sih, Mas. Agak mual gimana gitu, rasanya, Mas.”Ukasya membeku seketika. Pikirannya jadi menduga-duga sesuatu yang membuatnya bahagia.“Kenapa, Mas? Malah diam?” tanya Rindu lagi.“Kamu sudah telat belum, Sayang?”Kali ini, Rindu yang terdiam. Ia memikirkan kapan terakhir cairan merah itu bertamu.“Iya, Mas. Baru dua hari, sih. Kadang, aku kan, haidnya mudur paling lama semingguan. Ini juga paling mundur aja, Mas.”“Ish! Doanya yang baik-baik. Kita coba ke dokter aja, yuk

  • PEMBANTU YANG DIPAKSA MENIKAHIKU ITU TERNYATA....   Mulai dari Awal

    Rindu mendekati Raden. Ia sudah meyakinkan diri tentang apa yang akan menjadi keputusannya. Meski di dalam hati ada yang seolah menahan dan memunculkan kembali rasa sakit yang didapat di masa lalu.Bismillah, semoga keputusanku memang yang terbaik.Tangan Raden yang saling bertaut diraih oleh Rindu. Seketika, lelaki itu menoleh pada anaknya. Tatapannya masih sendu.“Maafkan aku juga, Ayah. Selama ini, aku memang bukan anak yang baik untuk Ayah,” ujar Rindu tidak bisa melihat lama kedua mata sang ayah.Raden menggelengkan kepala.“Tidak, Rindu. Ayah yang banyak salah sama kamu. Ayah tidak bisa menerima takdir yang sudah terjadi. Ayah hanya melampiaskan keegoisan Ayaha padamu. Maafkan, Ayah.”Di waktu yang sama, Raden merengkuh Rindu yang selama ini tak pernah dilakukan.“Maafkan, Ayah. Selama kamu lahir di dunia ini, Ayah selalu menyakiti perasaanmu. Ayah tidak pernah memberikan kasih sayang layaknya orang tua yang baik. Ayah sangat egois. Kamu anak Ayah yang paling menerima semuanya,

  • PEMBANTU YANG DIPAKSA MENIKAHIKU ITU TERNYATA....   Permintaan Maaf

    “Su-sudah aku jelaskan tadi, kan, Yah,” sahut Dewi seakan menyembunyikan ketakutan.“Apa benar, orang yang mendonorkan darah untukku bukanlah Rindu, Ma?” tanya Raden lagi dengan penuh penekanan.Rindu dan keluarga suaminya hanya diam melihat drama suami-istri itu yang terasa mulai memanas.Kalau benar, Ayah mulai tergugah hatinya dan mulai mempercayai ucapanku, terima kasih, Tuhan. Engkau memang sangat baik padaku. Semoga Ayah benar-benar mengetahui kebenaran ini dan berubah lebih baik sehingga mau menerimaku sebagai anaknya tanpa menghardikku lagi.Wanita yang selama ini memelihara luka itu, hanya bisa berdoa di dalam dada untuk sang ayah. Rindu ingin berdamai demi ibunya yang sudah berada di alam yang berbeda. Agar dia bisa tenang melihat anak dan suaminya berhubungan layaknya keluarga yang penuh kasih sayang.“Semua bukti sudah aku pegang, Ma. Tolong, katakan yang jujur padaku, Ma!” pinta Raden lagi dengan suara yang agak ditinggikan.Dewi gusar. Ia membuang napas kasar. Tak bisa t

  • PEMBANTU YANG DIPAKSA MENIKAHIKU ITU TERNYATA....   Menemui Ayah

    “Buat apa mereka datang ke sini?” gumam Dewi ketika melihat dari jendela kedatangan mobil yang di dalamnya adalah Rindu dan keluarga besannya.Rasa gelisah merongrong di dalam hati. Dugaannya salah. Mereka ternyata masih akan menginjakkan kaki di rumahnya. Apalagi keluarga besannya adalah atasan dan pemilik tempat kerjanya Raden. Makin panas dingin yang dirasakan oleh wanita itu.Bel rumah berbunyi. Pembantu membukakan dan menyuruh para tamu itu untuk duduk sedangkan dirinya memanggil sang empunya rumah.Dewi mengatur perasaan yang tidak menentu di dalam dadanya. Ia berharap, keberuntungan selalu menyertai hidupnya agar tidak menjadi bumerang untuk dirinya sendiri atas semua yang sudah dilakukan.“Ayo, Ma. Kita temui mereka. Mungkin saja, Rindu akan mengemis untuk dimaafkan di depan kita semua,” ujar Raden dengan angkuhnya.Sang istri manggut-manggut seraya berekspresi canggung, tetapi mencoba untuk biasa saja.“Akhirnya, kamu datang juga, Rindu,” ujar Raden tidak bisa menahan diri ke

  • PEMBANTU YANG DIPAKSA MENIKAHIKU ITU TERNYATA....   Anak Durhaka

    “Apa anak itu tidak akan menemuiku? Anak durhaka!”Raden diperbolehkan pulang ke rumah setelah kondisinya membaik. Begitu pula dengan Dewi dan Dini, meski Dini masih harus memakai kursi roda.Sesuai rencana, Dewi sengaja menutupi semua kebaikan yang sudah Rindu lakukan. Tentang donor darah pun, ia berhasil merahasiakannya dari Raden. Ia bercerita kalau pendonor itu bukan dari keluarga sendiri. Raden pun percaya.“Sudahlah, Yah. Jangan memikirkan sesuatu yang tidak penting. Nyatanya memang Rindu anak yang durhaka. Sejak kita dirawat di rumah sakit, mana ada anak itu menjenguk kita, Yah. Boro-boro mengkhawatirkanmu yang lagi kritis butuh darah, padahal golongan darahnya sama denganmu, Yah.”Dewi terus saja meniupkan kebencian yang membuat Raden makin murka pada Rindu.Raden berdecap kesal. Dalam lubuk hatinya, masih ada keinginan agar Rindu yang masih darah dagingnya menjenguk dan menanyakan keadaannya. Apalagi kecelakaan itu terjadi setelah dirinya pulang dari pernikahannya Rindu. Buka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status