Share

PEMERAN KEDUA
PEMERAN KEDUA
Penulis: AzZahra N

1. AWAL PETAKA

Brak!!!

Sebuah gebrakan keras di meja mengejutkan semua orang termasuk orang yang sedang tidak berada di dalam ruangan tersebut.

“Bagaimana bisa perusahaan itu mencuri desain kita dan malah lebih dulu memproduksi serta mendistribusikan produk ini, Lian?” CEO muda itu tampak memarahi sekretaris pribadinya. 

PLian yang sejak tadi menjadi sasaran kemarahan bosnya hanya bisa diam menunggu kemarahan atasannya yang terkenal keras kepala itu sedikit mereda sebelum ia menjelaskan sesuatu. 

Pria beraut wajah dingin yang sudah  menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya itu merenggangkan ikatan dasinya dengan kasar. Ia menghempaskan dirinya ke kursi. Amarahnya hari ini meledak karena desain suku cadang mesin yang rencananya baru akan diproduksi oleh perusahaannya bulan depan tiba-tiba sudah beredar di pasaran. Setelah diselidiki ternyata yang memproduksinya adalah perusahaan yang sudah sejak lama menjadi saingan berat perusahaannya.

“Satu-satunya dugaanku untuk saat ini adalah ada karyawan Frederic Corp yang menjadi mata-mata untuk Aiden Grup,” jelas Lian. Ia sendiri sebenarnya juga masih bingung bagaimana bisa desain itu jatuh ke Aiden Grup. Padahal desain mesin itu masih sangat di rahasiakan dari pihak luar perusahaan, kecuali ada orang dalam yang berkhianat tidak ada penjelasan lain yang masuk akal untuknya.

“Selidiki siapa mata-mata itu, pastikan kamu menangkapnya dalam keadaan masih bernafas. Kalau tidak… ."

Belum sampai Marvin menyelesaikan perkataannya tiba-tiba gawainya berdering. Nama Darren --CEO Aiden Grup-- yang muncul di layar gawainya membuat darahnya semakin mendidih. 

"Apakah kamu sudah melihat berita tentang produk terbaruku, Marv? Bagaimana hebat sekali, 'kan?" Pemilik suara bariton langsung menyombong dari seberang. 

Marvin tertawa sinis mendengarnya, "Aku baru tahu kalau ternyata kamu adalah pencuri kerdil, Darren."

Terdengar gelak tawa puas milik Darren, "Semuanya adil dalam perang kita, Marv. Oh, sebagai tambahan hadiah untukmu akan kuberitahu kamu satu hal. Aku tahu istrimu masih hidup."

"Jangan konyol! Kamu bahkan menghadiri acara pemakaman istriku dulu."

"Kamu boleh mengelak sekarang. Namun, begitu aku berhasil mengumpulkan bukti, itu akan segera menjadi pengumuman terbuka. Aku tidak sabar menunggu seseorang menghancurkanmu sekali lagi."

Tanpa memberi kesempatan Marvin menjawab, Darren langsung memutus sambungan teleponnya. 

"Makhluk kurang ajar itu mencurigai kalau istriku masih hidup, Lian!" gusar Marvin. Kedua tangannya mengepal erat di atas meja. 

"Karena itu berkali-kali kuingatkan kamu harus segera melakukan sesuatu untuk menutupi kecurigaan itu. Segeralah menikah lagi," saran Lian. 

Marvin menatap Lian dengan pandangan kesal, "Mencari wanita untuk dinikahi bukan perkara gampang. Aku harus pergi sekarang, jangan lupa kirimkan laporan untuk bulan ini!” tegas Marvin sebelum keluar dari ruangan dan langsung bergegas ke tempat parkir yang dibuat khsusus untuknya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tunggi.

“Sial! Aku tidak mungkin datang dengan tangan kosong.” Marvin memutar arah mobilnya, kembali ke toko bunga kecil yang tadi ia lewati.

"Selamat datang di florist Edelweiss." Seorang wanita menyapa ramah begitu ia masuk ke dalam toko. Namun, senyum ramah perempuan tersebut langsung berubah begitu pandangan mereka bertemu.

Nina, asisten pemilik toko bunga tersebut mengatupkan bibirnya begitu melihat secara jelas siapa yang datang ke tempatnya bekerja. Ia buru-buru menghampiri Rea, atasannya, yang masih sibuk memotong tangkai bunga di ruang belakang, menyenggol pelan lengannya. 

"Kenapa, Na? Ada pelanggan kok malah ditinggal ke sini?" tanya Rea tanpa menghentikan kegiatannya. 

"Itu, Kak…" 

Rea meletakkan guntingnya, penasaran menoleh ke arah Nina yang tidak segera menyelesaikan kalimatnya. Asisten yang usianya terpaut tiga tahun di bawahnya itu tampak bingung sekaligus antusias.

"Apaan sih, Na?" burunya mulai tidak sabar. 

Nina mencondongkan kepalanya ke dekat Rea, berbisik pelan, "Ada Marvin Frederic datang ke toko bunga kita." 

"Marvin Frederic? Frederic yang itu?" 

"Iya. Memangnya ada berapa Marvin Frederic di negara ini." tukas Nina. 

Kali ini giliran Rea yang lumayan terkejut. Tidak ada yang tidak mengenal Marvin Frederic di kota ini, atau bahkan mungkin di provinsi ini. Di negara ini? Entahlah. 

Marvin Frederic adalah seorang pengusaha muda yang sukses. Bisnis keluarga Frederic sudah berjalan selama tiga generasi dan menguasai sektor industri suku cadang mesin khusus alat berat di negara ini. Marvin adalah anak sekaligus cucu tunggal di keluarga Frederic. Setelah kedua orang tuanya meninggal tiga tahun lalu, ia mengambil alih perusahaan sebagai pewaris tunggal dan berhasil membawa perusahaan yang semula menguasai pasar Asia merambah hingga ke pasar di benua Eropa dan Amerika. 

Jarak gedung kantor Frederic Corp memang tidak terlalu jauh dari florist Edelweiss milik Rea, tapi tetap saja Rea tidak menyangka seorang Marvin akan menginjakkan kaki di toko bunganya. 

"Ehem." Terdengar suara deheman berat dari depan. Marvin mulai kehilangan kesabaran, ia benci dibuat menunggu karena waktunya yang berharga menjadi sia-sia. Di belakang Rea buru-buru merapikan blousenya lalu bergegas ke depan. 

"Apa pelayanan di tempat ini selalu selambat ini?" cecar Marvin begitu Rea muncul. 

"Mohon maaf, tadi asisten saya kaget saat melihat bapak." 

"Apakah aku terlihat seperti penjahat sampai asistenmu langsung lari saat melihatku?" 

Rea buru-buru menggeleng, ia tidak ingin menyinggung hati pelanggannya.

"Bapak ingin bunga apa?" 

"Buatkan saja rangkaian bunga mawar," ujarnya sambil duduk di kursi yang disediakan di toko itu. Ia sibuk membuka tabletnya, memeriksa laporan yang sebelumnya dikirim oleh Lian. 

"Bapak ingin bunga mawar warna apa?" 

"Buatkan warna apa saja terserah," sahutnya acuh, matanya masih sibuk menelaah angka-angka di laporan. 

"Mawar memiliki banyak warna, Pak, dan setiap warna memiliki makna yang berbeda… ."

Rea langsung bungkam begitu Marvin mengangkat pandangannya dari tablet, menatapnya dingin. 

"Baiklah mawar merah saja," putus Rea sendiri. Pembelinya kali ini jelas adalah orang yang sumbunya pendek. 

Marvin berharap telinganya bisa tenang untuk sementara waktu, tetapi ternyata wanita yang sedang merangkai bunganya malah bersenandung riang, membuat fokusnya semakin terburai. Ia menutup tablet lalu beranjak dari kursinya. 

"Masih lama?" tanyanya tidak sabar. 

"Sebentar lagi." Rea menahan diri untuk tidak memaki pembelinya yang sangat tidak sabaran tersebut. Dengan cekatan ia menyelesaikan rangakaian bunga mawarnya.

"Sudah selesai, Pak."

Marvin langsung menerima bunga tersebut dan menyodorkan kartunya untuk membayar. 

"Mohon maaf kami tidak menerima pembayaran dengan kartu," jelas Rea dengan seramah mungkin. 

Marvin berdecak, "Sungguh tidak praktis sekali," sungutnya sembari mengulurkan selembar uang. 

"Terima kasih dan lain kali tolong tidak menghina toko saya."

Marvin yang sudah akan keluar kembali berbalik saat mendengar ucapan Rea, "Apa maksudmu?" 

Meski menerima tatapan tajam, tetapi Rea tidak gentar untuk membalas tatapan tersebut, "Saya tidak mengatakan apa-apa. Mungkin ada salah dengar."

Merasa masalah ini tidak penting dan hanya membuang waktunya yang berharga, Marvin tidak memperpanjangnya. Ia langsung meninggalkan toko bunga tersebut. 

Begitu sampai di mobilnya Marvin dengan hati-hati meletakkan rangkaian bunga yang baru saja dibelinya di kursi depan, tepat di sebelahnya. Ia baru saja akan menyalakan mesin mobilnya saat gawainya kembali berdering. 

"Apa? Ada orang yang memata-matai rumahku? Kamu sudah menangkapnya, 'kan? Bereskan dia sekarang! Aku akan sampai dua puluh menit lagi." Marvin menutup panggilan tersebut. Ia membanting gawainya ke dashboard. 

"Sial!" teriaknya kesal. Hari ini masalah menghampiri bertubi-tubi dan panggilan yang baru saja diterimanya adalah yang paling membuatnya risau. Rahasia terancam terbongkar. Lian benar, dia harus segera menemukan wanita untuk dinikahi. 

Pandangannya tiba-tiba tertuju pada toko bunga yang telah ditinggalkannya. Meski terdengar gila, tetapi wanita yang tadi ditemuinya bukanlah pilihan yang buruk. Ia tidak memiliki waktu untuk mencari dan ia tidak sudi menikah dengan para wanita yang terang-terangan menggodanya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status