Share

4. SEBUAH PENGHINAAN

"Anda jangan bercanda!" 

Rea terkejut setengah mati mendengar ucapan Marvin. Tidak ada angin, tidak ada hujan, bahkan ia tidak bermimpi apapun semalam, tiba-tiba makhkuk yang baru ditemuinya kemarin itu mengajak menikah dengan menawarkan selembar cek kosong yang entah untuk apa maksudnya. 

"Apakah wajahku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?" 

Rea mengamati lebih dalam wajah Marvin yang memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang bercanda. Lalu apa motivasi pria di hadapannya ini tiba-tiba mengajaknya menikah. Ia pasti sudah mengalami kegilaan karena kesibukannya.

"Tulis saja berapapun yang kamu mau di cek ini." Marvin menyodorkan cek tersebut lebih dekat ke Rea. "Aku akan menyanggupi berapapun yang kamu tulis dengan satu syarat, menikahlah denganku."

Rea menatap tajam Marvin yang nampak dingin dan angkuh duduk di kursinya. Ia adalah tipikal pria yang yang bisa memilih wanita manapun yang diinginkannya. Sudah rahasia umum pula bahwa banyak wanita yang antri untuk merayu dan mendapatkannya. Namun, Rea sama sekali tidak pernah masuk dalam deretan antrian para wanita itu. Dan tawaran tidak masuk akal yang barusan ia dapatkan membuatnya merasa direndahkan. 

Seorang Marvin Frederic mungkin bisa membeli apa saja yang ia inginkan di dunia ini dengan uangnya. Namun, ia tidak akan pernah bisa membeli Rea. 

"Maaf saya tidak bisa dan saya tidak punya waktu untuk omong kosong seperti ini. Permisi." Rea beranjak dari kursinya, bersiap untuk pergi. 

"Pikirkan lagi. Kamu bisa meminta uang yang cukup untuk membeli kembali rumah dan toko bungamu yang kamu jual untuk pengobatan ayahmu. Aku pasti memberikannya, aku juga bersedia menanggung biaya pengobatan sakit jantung ayahmu seumur hidupnya. Bahkan lebih dari itu."

Marvin berdiri dari kursinya berniat mengejar Rea, tetapi wanita itu sudah lebih dulu berbalik mendekatinya tanpa terlihat takut sama sekali.

"Anda tahu soal rumah dan toko saya? Soal ayah saya?" Rea menatap Marvin nyalang.

Marvin mengangguk dengan wajah yang tidak menunjukkan rasa bersalah atau apapun. 

"Anda menyelidiki keluarga saya?" Rea semakin mendekat ke Marvin. Ia berdiri tepat di depannya. Tangannya mengepal menahan amarah. Tidak ada penjelasan lain yang masuk akal bagaimana Marvin bisa mengetahui latar belakang keluarganya. Mereka berdua jelas tidak saling mengenal sama sekali, dan bahkan ia dan ayahnya adalah pendatang di daerah ini. 

"Aku hanya sedikit mencari tahu latar belakangmu," jawab Marvin santai. "Aku juga tahu kamu menjual rumah dan toko untuk pengobatan ayahmu. Makanya kutawarkan kesepakatan ini un…" 

Plak! 

Belum sempat Marvin menyelesaikan kalimatnya tamparan Rea sudah lebih dulu mendarat di pipinya. Rahang Marvin mengeras, mengatup rapat karena marah. Seumur hidupnya ini adalah pertama kali ada seseorang yang berani menamparnya. Ia menatap tajam mata Rea, tapi wanita yang tingginya hanya sebatas bahunya itu bahkan tidak gentar menatap balik padanya. 

"Dasar lancang! Jangan mentang-mentang anda kaya lalu anda bisa seenaknya mengusik apalagi sampai menyelidiki latar belakang hidup saya. Anda tidak punya hak sama sekali untuk melakukan itu. Simpan saja semua uangmu itu, ajak wanita lain yang mau menikahi uangmu dan bisa anda beli dengan uang itu." 

Tanpa menoleh ke belakang Rea langsung meninggalkan ruangan setelah puas memaki Marvin. Ia bahkan membanting pintu dengan keras. 

"Kurang ajar!" Marvin menggebrak mejanya. Ia merasa terhina dan ditolak pada saat yang bersamaan. 

"Apa yang terjadi, Vin? Kenapa Rea pergi dengan kondisi semarah itu?" Lian masuk ke ruangan Marvin. Ia yang tengah fokus menyusun jadwal rapat di ruangannya tiba-tiba dikejutkan dengan suara bantingan pintu yang berasal dari ruangan Marvin. Belum pernah ada satupun orang yang berani membanting pintu dengan keras di depan Marvin. 

"Lihat! wanita itu berani menampar wajahku." Marvin menunjuk pipinya yang masih tampak sangat merah. 

"Wow. Bekas tangannya tertinggal dengan sangat baik." Lian tidak bisa menyembunyikan rasa takjubnya. Dalam satu hari yang sama ada wanita yang berani membanting pintu di depan Marvin sekaligus menampar wajahnya. Hari ini seharusnya masuk ke dalam catatan rekor dunia. 

"Memangnya apa yang kamu katakan padanya?" 

"Aku hanya mengajaknya menikah, menyuruhnya mengisi cek sesuai nominal yang ia mau. Lalu tiba-tiba dia marah saat tahu aku menyelidiki keluarganya," jelas Marvin sambil mengusap pipinya yang masih saja terasa panas. Tamparan Rea sungguh kuat sekali. Dengan gusar ia melemparkan dirinya ke sofa, diikuti oleh Lian. 

"Semua orang pasti akan marah kalau tahu ada yang diam-diam menyelidiki latar belakang hidupnya, Vin. Kamu seharusnya tidak perlu mengatakannya."

"Memangnya aku harus ngomong bagaimana? Aku terlanjur mengatakan bahwa ia bisa menggunakan uangnya untuk membeli lagi rumahnya."

Lian menatap Marvin gemas, sahabatnya ini adalah salah satu orang tercerdas yang pernah ia temui, tetapi di sisi lain ia juga adalah salah satu orang terbodoh yang pernah ia kenal pula. 

"Apa gunanya kemampuan negosiasimu itu kalau kamu tidak bisa mengajak bekerja sama Rea dengan cara yang baik, Vin?" 

"Hei, jangan samakan bisnis bernilai milyaran dolarku dengan wanita itu!" bantah Marvin tidak terima dengan hinaan Lian. Kemampuan negosiasinya adalah aset penting yang ia miliki sampai ia berhasil mengembangkan bisnisnya sebesar sekarang. 

"Jangan lupa kalau alasanmu membutuhkan Rea adalah untuk melindungi keluargamu dan bisnis milyaran dolarmu itu," ketus Lian. 

Marvin bungkam. Perkataan Lian barusan adalah sebuah skak mat baginya. 

"Jadi aku harus bagaimana?" Marvin mulai menurunkan egonya. 

"Paling gampang ya cari saja kandidat wanita lain," saran Lian santai. Kalau ia menyarankan Marvin mengejar dan meminta maaf pada Rea, pria keras kepala itu pasti akan marah.

Tiba-tiba Marvin teringat ucapan Rea sebelum wanita itu meninggalkan ruangan 'carilah wanita yang bisa anda beli dengan uang'. Sebenarnya jika Marvin mau ia dengan mudah bisa melakukannya, tidak sedikit wanita yang mendekatinya dan terang-terangan menawarkan diri untuk dijadikan istri hingga wanita simpanan. Namun, ia tidak mau, bukan itu yang ia cari. Ia tidak mau sembarangan memilih wanita karena itu bisa mengacaukan rencananya. 

"Kita ke tempat wanita itu saja, tetapi sebelum itu beri aku saran bagaimana sebaiknya aku membujuknya dan menawarkan kerja sama ini?" 

Lian menganga, ia sama sekali tidak menyangka seorang Marvin akan bersedia menurunkan egonya pada wanita yang bahkan telah menamparnya. Ini adalah hal yang sangat baru. 

"Jelaskan saja kondisimu yang sebenarnya, Vin. Kurasa Rea adalah wanita yang cerdas, ia pasti bisa mengerti."

"Jangan gila, Lian. Menjelaskan kondisiku padanya sama saja aku membongkar rahasiaku."

"Kamu akan menikahinya. Menjadikannya istri, Marvin. Cepat atau lambat dia pasti akan tahu semuanya, lagipula kalau kamu ingin kerja sama kalian berjalan dengan baik ya dia harus tahu itu."

Marvin mengacak rambutnya. Ia sangat tidak ingin ada orang lain di dunia ini selain Lian untuk mengetahui rahasianya, setidaknya tidak untuk saat ini. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status