Share

bab 5

Di kerajaan Indralaya tampak raja Pak De Bowo dan iring - iringan pasukan kerajaan sedang berkeliling untuk menyapa rakyat nya.

Ini adalah kegiatan rutin yang di lakukan raja Pak De Bowo setiap dua minggu sekali untuk melihat keadaan rakyat nya dan juga memberikan bantuan jika ada rakyat yang mengalami kesulitan.

Hadir pula Hendrawan menteri yang mengurusi kesejahteraan rakyat. Raja Pak De Bowo memang di kenal sangat dekat dengan rakyat nya. Selain itu dia juga sangat memperhatikan kebutuhan mereka. Sehingga tidak heran kalau raja Indralaya tersebut sangat di cintai oleh rakyat nya.

Rombongan itu dikawal oleh sekitar lima ratus prajurit pilihan yang di pimpin langsung oleh senopati Ala Udin. Senopati Ala Udin orang yang sangat cekatan bebrapa kali berhasil menumpas padepokan yang tidak mau tunduk kepada kerajaan. Selain itu dia juga orang yang setia dan loyal kepada raja Pak De Bowo. Sehingga tidak heran kalau raja pak de bowo memberi kepercayaan untuk mengawal keluarga nya.

Pagi itu raja Pak De Bowo mengajak permaisuri nya ratu Wulandari dan putri nya yang berumur lima tahun yang bernama Jumilah ikut serta dalam rombongan tersebut. Senyum riang menghias di wajah sang putri Jumilah selama ini dia hanya tinggal di dalam istana kaputren. Dia tidak pernah menghirup udara bebas di luar istana.

"Ayah, lihat itu!!!" seru gadis kecil itu ketika melihat beberapa warga yang sedang menggembalakan ternak nya di padang rumput. Terlihat anak - anak penggembala itu berlarian kesana kemari bermain riang bersama teman - teman mereka. Pemandangan langka yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

"Anak ku. itu adalah ternak yang sedang mencari makan di padang rumput. Sementara anak - anak itu adalah penggembala. mereka menjaga ternak - ternak itu sampai kenyang kemudian membawa nya lagi ke kandang di sore hari." Dengan sabar raja Pak De Bowo menjelaskan kepada putri semata wayang nya.

"Ayahanda. Bolehkah aku bermain bersama mereka?" tanya gadis kecil itu dengan penuh harap.

Dalam hati kecilnya berkata alangkah bahagianya mereka bisa bebas bermain. Bebas seperti burung yang terbang kesana kemari. Tanpa harus mengikuti aturan kerajaan yang membosankan.

"Anak ku. Kamu adalah putri kerajaan Indralaya sangat berbahaya jika kamu bermain di padang rumput yang liar. Di sana ada banyak binatang liar kalau terjadi apa - apa dengan mu. Kerajaan Indralaya akan guncang" raja Pak De Bowo mencoba menenangkan putri nya.

"Tidak!! aku ingin bermain bersama mereka" putri Jumilah merajuk. Jumilah adalah putri yang sangat manja. Setiap hari permaisuri selalu menuruti permintaan ya. Bentuk kasih sayang seorang ibu terhadap putri nya.

"kakanda biarlah putri Jumilah bermain sebentar bersama mereka." Permaisuri tidak tega melihat putri nya kecewa. Meski pun dia juga berfikir ini hal yang tak biasa di lakukan oleh putri kerajaan.

"Ini bagus untuk melatih putri kita agar mandiri dan bisa membaur bersama rakyat". Permaisuri Wulandari kembali memohon kepada suaminya.

"Dinda, ini terlalu berbahaya. Aku khawatir terjadi apa- apa terhadap putri kita" tegas raja Pak De Bowo.

"kakanda. Ayo lah biarkan putri kita belajar bersosialisasi. Utus saja beberapa prajurit untuk mendampingi dan menjaga nya". Sela permaisuri Wulandari tak mau kalah. Sesungguhnya permaisuri Wulandari tidak tega melihat muka masam putri nya. Naluri nya sebagai seorang ibu meronta.

"Baiklah. Jika itu kemauan mu, aku akan menuruti nya" kata raja Pak De Bowo akhir nya mengalah pada keputusan putri dan anak nya.

yeee!!! asik, terimakasih ayahanda." Putri Jumilah berkata riang setelah mendegar perkataan ayahanda nya. Tanpa basa - basi anak itu segera meloncat dari kereta kencana, berlari ke arah padang rumput yang menghampar luas.

Raja Pak De Bowo pun menyuruh menteri Hendrawan dengan sebagian prajurit untuk meneruskan perjalanan. Guna menemui rakyat serta membantu kebutuhan mereka. Sementara senopati Ala Udin tetap tinggal menjaga raja Pak De Bowo berserta keluarganya.

"Menteri Hendrawan !!! lanjutkan misi memberi bantuan ke rakyat. Aku akan berhenti di sini sejenak untuk menemani putri ku bermain" perintah raja Pak De Bowo.

"Sendiko dawuh paduka". Menteri Hendrawan menjawab dengan hormat.

Menteri Hendrawan pun melanjutkan perjalanan untuk menemui rakyat Indralaya. Memberikan bantuan dan juga menyelesaikan masalah jika terjadi perselisihan diantara warga. Perhatian raja Pak De Bowo terhadap rakyatnya sangat luar biasa besar.

Putri Jumilah pun asik bermain bersama anak gembala. Karena libur telah tiba, mereka berlarian kesana kemari begitu riang dan tidak ingat hutang. Begitulah anak - anak bermain tanpa beban, rasa nya penulis pengin jadi anak - anak lagi lho.

Awalnya anak - anak gembala itu merasa sungkan dan minder. Bermain dengan tuan putri kerajaan namun lama kelamaan mereka terbiasa walau pun hati mereka masih ada rasa tidak enak.

"Tuan Putri. Kenapa mau main sama kami?. Kami kotor dan miskin" Sartono bertanya kepada putri Jumilah.

"Mungkin fisik kalian kotor, tapi hati kalian bersih itu yang paling penting." Jawab putri Jumilah, meski pun usia baru lima tahun tampak kedewasaan dari cara berfikir nya. Mereka pun asik bermain.

Sementara sepuluh orang prajurit repot mengikuti nya dari jarak beberapa meter. Mencari jangkrik, menangkap kupu - kupu, yang jelas bukan kupu- kupu malam ya. Bermain riang di padang rumput tempat anak - anak gembala itu bermain. Dengan di ikuti sepuluh prajurit pilihan yang mengikuti di belakang nya. Sungguh pemandangan yang langka.

Raja Pak De Bowo dan permaisuri Wulandari memperhatikan putrinya. Dari atas kereta kencana di pinggir jalan. Permaisuri Wulandari dan raja Pak De Bowo terlihat sangat senang dan bersemangat. Putri nya bermain riang gembira. Kawan baru yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

Di saat mereka sedang asik melihat putri mereka tiba - tiba dari kejauhan terlihat dua orang penunggang kuda semakin mendekat. Dua orang itu tampak asing sehingga senopati Ala Udin menghentikan mereka.

"Berhenti". Senopati menghentikan penunggang kuda tersebut.

"Dari mana kalian berasal dan apa tujuan kalian". Lanjut senopati Ala Udin.

"Nama ku Sudadi dan nama ku Ismayadi. Kami adalah utusan dari negeri khayangan". Dua orang penunggang kuda itu menjawab dengan congkak. Benar mereka adalah dua perwira dari negeri Khayangan. Mereka berdua di utus oleh raja watu ireng untuk menyampaikan surat kepada raja Pak De Bowo.

Senopati Ala Udin sangat tidak nyaman dengan sikap para utusan itu. Namun dia harus menghormati tamu begitu fikir nya.

"Kalau begitu kalian tunggu di sini. Aku akan menyampaikan kepada yang mulia raja" kata senopati Ala Udin.

Negeri Khayangan membawahi kerajaan tiga kerajaan kecil. Sebelah utara ada kerajaan Medang Kemulan, di sebelah Timur ada Kerajaan Negeri Dewa dan di Sebelah selatan Ada kerajaan Randu Blatung. Ke semua kerajaan itu berbatasan langsung dengan Negeri Khayangan.

Kilas Balik kerajaan Negeri Dewa, Wilayah kecil yang di kelilingin laut. Merupakan wilayah kerajaan yang sangat indah. Sehingga banyak yang menyebut nya negeri para Dewa. Kerajaan Negeri Dewa di taklukan oleh panglima Bolo Dewo dengan pertempuran yang sengit.

Sebenar nya kekuatan kedua negeri itu memiliki kekuatan yang hampir sama kuat. Pertempuran terjadi ber bulan - bulan. Banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak. Sampai akhir nya Panglima Bolo Dewo mencuri sejata kerajaan Negeri Dewa yaitu Tombak Nyai Genit. Ketika pusaka kerajaan jatuh ketangan panglima Bolo Dewo semua prajurit kerajaan dan para pejabat Negeri Dewa pun hancur mental nya. Dan raja Gusti Lingga memutuskan untuk menyerah dan takluk di bawah kendali negeri Khayangan.

Sementara Kerajaan Indralaya menjalin aliansi dengan empat kerajaan di sekitar nya. Di sebelah timur ada kerajaan Angin Timur. Di sebelah barat ada kerajaan Himalaya di sebelah utara ada kerajaan Awan Putih di sebelah selatan ada kerajaan papan pasundan. Semua negeri ini menjalin aliansi yang sejajar dengan kerajaan Indralaya. Jika negeri salah satu di serang mereka akan saling membantu untuk mempertahankan kehormatan mereka.

Setelah itu senopati Ala Udin langsung berjalan menuju kereta kencana di mana raja Pak De Bowo dan permaisuri Wulandari sedang duduk memperhatikan putri mereka yang sedang bermain.

"Paduka raja. Ada utusan dari negeri Khayangan ingin bertemu dengan paduka. Apakah paduka ingin menemui mereka?" senopati Ala Udin berlutut dan melaporkan.

"Utusan dari negeri Khayangan?" tanya raja Pak De Bowo ter heran - heran. Negeri Khayangan dan negeri Indralaya adalah dua kerajaan besar.

Meski pun tidak ada masalah antara kedua negeri tersebut namun sudah menjadi rahasia umum kedua negeri itu selalu bersaing.

Negeri Khayangan lebih menekan kan pembangunan infrastruktur yang maju. Meski pun harus di lakukan dengan cara mencekik rakyat nya.

Pungutan pajak yang tinggi sudah menjadi rahasia umum di negeri itu.

Sementara negeri Indralaya lebih ke pendekatan secara personal terhadap rakyatnya. Meskipun pembangunan tidak se maju negeri Khayangan namun kebahagiaan rakyat Indralaya lebih utama. Kedua Negeri itu memiliki luas wilayah yang hampir sama. Dari raja - raja terdahulu mereka selalu melakukan perang urat syaraf. Mereka ingin menunjukan bawah negeri mereka lah yang lebih superior baik dari segi kemajuan, kekuasaan dan kemakmuran rakyat nya. Namun sampai saat ini belum pernah terjadi pertempuran secara fisik antara kedua pasukan.

"Benar paduka. Mereka di utus raja Watu Ireng untuk menyampaikan surat yang di tujukan kepada paduka raja". Senopati Ala Udin menjelaskan.

"Bawa mereka kemari". Raja Pak De Bowo segera menyuruh senopati Ala Udin untuk membawa utusan dari negeri Khayangan kepadanya.

Dengan angkuh nya dua orang itu berjalan ke arah raja Pak De Bowo hal ini membuat senopati Ala Udin bertambah geram.

"Berlutut lah". Perintah senopati Ala Udin dengan nada meninggi.

"Apa Hak mu memerintah ku. Kami bukan rakyat Indralaya atau pun bagian dari Negeri Indralaya. Jadi tidak ada kewajiban kami untuk berlutut di depan raja Indralaya". Seru Sudadi dengan suara yang sangat keras.

"Kami di utus raja kami. Untuk menyampaikan surat kepada raja Indralaya. Bukan untuk berlutut". Teriak ismayadi menimpali. Biar bagaimana pun mereka adalah perwira tinggi di negeri Khayangan. dalam benak mereka negeri Khayangan lebih superior dibanding Indralaya. Mereka tidak boleh berlutut di hadapan raja negeri Indralaya.

"Kurang Ajar kau. Aku akan memenggal kepalamu". Teriak senopati Ala Udin geram seraya mencabut pedang nya.

Raja Pak De Bowo pun tak kalah geram, dada nya bergemuruh menahan amarah. Namun dia harus bisa menahan diri, karena bagaimana pun utusan tidak boleh di bunuh atau disakiti. Selain itu nama kerajaan Indralaya akan jelek di mata kerajaan - kerajaan lain di Nusantara.

Kedua negeri itu bisa di katakan kerajaan adi daya di Nusantara, Kerajaan Khayangan menguasai wilayah timur dan kerajaan Indralaya menguasai wilayah barat. Di bawah mereka ada beberapa kerajaan kecil yang telah tunduk dan menjalin aliansi.

"Senopati!! tahanlah bagaimana pun kita harus menghormati utusan dari negeri lain". Kata raja Pak de Bowo dengan bijak sana melerai.

Senopati Ala Udin pun kembali menyarungkan pedang nya, namun tatapan matanya masih dipenuhi dengan kemarahan.

"Baiklah, apa pesan dari raja mu?" tanya raja pak de bowo.

Sudadi segera maju ke depan dan memberikan sebuah surat kepada raja Pak De Bowo. Raja Pak De Bowo segera membuka dan membaca surat tersebut. Tampak keringat dingin keluar dari wajah nya. Muka nya memerah menahan marah.

"Sampaikan kepada rajamu, kerajaan Indralaya adalah kerajaan yang berdaulat. Sampai kapan pun tidak akan tunduk kepada negeri mana pun". Terdengar suara raja Pak De Bowo menggelegar. Permaisuri dan seluruh prajurit yang di situ terkejut. Di dalam hati mereka berkata sungguh berani negeri Khayangan. Menyuruh negeri Indralaya tunduk kepada mereka. Ini adalah sebuah penghinaan besar yang tidak boleh di biarkan.

"kreseeekk..." Raja Pak De Bowo merobek surat itu.

"Tuan ku, biarkan hamba menghabisi mereka untuk membalas penghinaan ini". Kata Senopati Ala Udin

"Jangan!!! biarkan mereka pergi, kita harus menunjukan kepada mereka bahwa kita negeri yang terhormat". Raja Pak De Bowo mencegah.

Isi surat itu berbunyi :

wahai raja Indralaya. Jika engkau telah membaca surat ini ketahuilah. Bahwa kerajaan Khayangan sedang akan melakukan perluasan wilayah. Untuk menghindari terjadinya korban lebih baik Indralaya tunduk dan patuh pada negeri Khayangan.

Satu : Tunduk dan patuh pada aturan negeri Khayangan, maka negeri Khayangan akan menjamin keselamatan seluruh rakyat Indralaya.

Dua : menjalin aliansi dengan negeri Khayangan dengan syarat Indralaya harus mengirimkan upeti setiap tahun nya. Jumlah besar nya upeti yang di tentukan oleh negeri Khayangan.

Ketiga : Jika menolak dari dua pilihan maka negeri Khayangan akan meratakan kerajaan Indralaya dan seluruh rakyatnya.

Tanpa sedikit pun rasa hormat utusan itu melenggang pergi meninggalkan raja Pak De Bowo dan bala tentaranya.

Dengan menahan amarah yang sangat luar biasa raja Pak De bowo melihat kepergian dua utusan dari negeri Khayangan.

"Senopati!!! perintahkan seluruh rombongan untuk kembali ke istana" perintah raja Pak De Bowo dengan suara parau.

"Sendiko dawuh paduka" senopati Ala Udin Menjawab.

Siang itu juga rombongan raja Pak De Bowo, tuan putri Jumilah dan permaisuri Wulandari kembali ke kerajaan Indralaya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status