"Bagus Jalu! Tak peduli kalah ataupun menang, kehormatan haruslah tetap kau jaga!
Selama kau yakin berada dalam kebenaran, pantang kakimu surut ke belakang! Itu baru anak ayah!" seru Ki Respati memuji putranya.
Ya, bagi Ki Respati, sikap ksatria dan martabat seorang pendekar jauh lebih penting tertanam lebih dulu, di dalam dada murid yang juga putranya itu.
Karena dengan dasar sikap ksatria yang telah tertanam dengan kuat, maka ilmu setinggi apa pun tak akan membuat mental putranya itu goyah dan tersesat dari jalan kebenaran di kemudian hari.
Hal itulah dasar karakter yang selalu dipegang teguh oleh seluruh anggota sekte Rajawali Emas, sejak sekte itu berdiri ratusan tahun silam.
"Jalu, ada amanat yang harus kau pegang sebagai penerus dari sekte Rajawali Emas ini.
Mengingat usia ayah sudah 55 tahun lebih, maka sebaiknya sekarang saja kau pegang amanah itu," ujar Ki Respati dengan nada serius.
Ki Respati mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya, tampaklah sebuah kain hitam kecil berbentuk bulat dalam genggaman tangannya.
"Nah Jalu! Ayah baru saja semalam mengeluarkan Mustika Rajawali Emas ini dari tubuh Ayah. Kiranya pusaka ini akan lebih berguna di tanganmu kelak.
Tugasmu adalah menemukan pencuri Kitab Pusaka Rajawali Langit dan Pedang Pusaka Rajawali Emas, yang hilang sejak 79 tahun lalu.
Karena hanya pemilik Mustika Rajawali Emas inilah, orang yang akan bisa membaca, memahami, dan mempelajari isi Kitab Rajawali Langit!" ucap tegas dan jelas Ki Respati kepada putranya.
"Maaf Ayahanda, apakah Jalu tak terlalu muda untuk memegang pusaka itu?" tanya Jalu bingung dan heran.
"Tidak Jalu! Justru ayahlah yang terlalu tua untuk mempelajari isi Kitab Pusaka Rajawali Langit itu.
Kurang tepat jika kitab pusaka itu dipelajari oleh ayah, yang usianya sudah setengah abad lebih ini Jalu," sanggah Ki Respati cepat.
"Berarti pencuri kitab pusaka itu juga tidak bisa mempelajari isi kitab pusaka itu ya Ayah. Karena pencuri itu tak memiliki Mustika Rajawali Emas di tangan Ayahanda?" tanya Jalu serius.
"Hahaha! Tentu saja pencuri itu tak akan bisa mempelajari isi Kitab Pusaka itu Jalu!
Dia hanya bisa menjadikan Kitab Pusaka itu sebagai barang pajangan saja di rak kitabnya!" seru Ki Respati seraya tertawa bergelak.
"Sekarang kau telanlah 'Mustika Rajawali Emas' ini Jalu! Agar pusaka itu bisa memilih persemayaman yang sesuai dalam dirimu," seru Ki Respati tak mau dibantah.
Ki Respati langsung memberikan sebuah batu mustika bercahaya keemasan sebesar telur puyuh pada Jalu.
Tanpa ragu Jalu menerima 'Mustika Rajawali Emas' itu dan langsung menelannya, sebagai tanda bakti dan kepatuhannya pada sang ayah yang juga adalah gurunya.
Glekh!
Seketika energi Mustika Rajawali Emas pun masuk dan menjalar di dalam tubuh Jalu. Hawa hangat seketika merayap dan mengalir ke sekujur tubuhnya.
“Tahan dan aturlah pernafasanmu Jalu,” Ki Respati langsung memberikan arahan pada putranya.
Tak lama kemudian, akhirnya Jalu merasakan aliran dan hawa tubuhnya berangsur normal kembali.
Namun keanehan terjadi pada diri Jalu, kini dia merasa indera penglihatannya bertambah tajam dan jelas.
Titik pusat energinya dan gerak tubuhnya juga terasa bertambah penuh dan lebih ringan daripada biasanya.
"Ketahuilah Jalu. Saat ini ayahanda hanya mampu menguasai lima jurus dalam isi Kitab Pusaka Rajawali Langit yang hilang itu.
Di dalam Kitab Pusaka itu terdapat 11 jurus sakti andalan sekte Rajawali Emas kita.
Sementara jika kita bisa menguasai sembilan jurus saja dari isi kitab pusaka itu, maka bisa dikatakan kita sudah berada di tingkat puncak pencapaian seorang pendekar Jalu," ujar Ki Respati, berusaha menjelaskan pada putranya.
"Ayahanda, apakah sampai sekarang pencuri kitab itu belum diketahui siapa pelakunya?" tanya Jalu dengan rasa penasaran.
"Sayangnya belum Jalu. Bahkan kakekmu Raganatha juga dinyatakan hilang, bersamaan dengan kejadian hilangnya dua pusaka pamungkas sekte Rajawali Emas kita ini.
Hhh..! Semuanya masih menjadi misteri hingga saat ini Jalu," ujar Ki Respati dengan wajah berubah muram.
"Ayahanda. Adik Jalu. Ditunggu ibunda untuk makan siang bersama," ucap riang Larasati, yang datang menghampiri mereka berdua di halaman belakang rumah.
"Baik Larasati. Ayo Jalu kita makan bersama," sahut Ki Respati dengan wajah tersenyum.
Akhirnya keluarga Ki Respati makan bersama siang itu, dengan suasana penuh kehangatan dan keceriaan.
***
Malam pun menjelang.
Di rumah kosong tempat pertemuan para ketua sekte tadi siang, nampak telah berkumpul lima sosok para ketua sekte.
"Sayang sekali Ki Antapani tak bisa ikut bersama kita, ada urusan mendadak di sekte Tapak Emas yang harus segera ditanganinya," ujar Ki Taksaka mengabarkan hal itu pada keempat rekannya.
"Wah! Sayang sekali!" seru para ketua sekte lainnya serentak, menyayangkan kabar itu.
"Tapi tak masalah! Kita berlima saja cukup untuk misi yang sangat mudah ini!" seru Ki Taksaka, memberi semangat pada ke empat ketua sekte lainnya.
"Baiklah! Suasana desa Trowulan saat ini sudah sepi dan cukup gelap, kondisi ini sangat mendukung misi kita. Mari kita berangkat sekarang saja!" seru Ki Argabayu, ketua sekte Awan Hitam.
"Baik! Mari kita ke tempat penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas itu dulu, untuk membuktikan keterangan dariku bukanlah sembarang asal tuduh saja!" seru Ki Taksaka, seraya memakai penutup kepala dari kain hitamnya.
Hal itu langsung diikuti oleh keempat ketua sekte lainnya, serentak mereka semua memakai penutup kepala mereka agar tak dikenali orang.
Slaphs! Slaph! ... Slaph!
Akhirnya kelima sosok itu pun melesat cepat bak sekawanan hantu di kegelapan malam itu. Hanya pendaran cahaya rembulan dan kelipan bintang yang menjadi saksi pergerakkan mereka.
***
Sementara di ruang meditasi pribadi ketua sekte Tapak Emas. Nampak sosok Ki Antapani yang tengah tenggelam dalam perenungan batinnya.
'Maafkan aku para leluhur. Aku tak bisa membantu sekte Rajawali Emas, seperti mereka dulu membantu sekte Tapak Emas dari kehancuran.
Karena aku tak tahu harus berdiri di pihak mana dalam masalah ini. Di satu sisi sekte kita berhutang budi yang sangat besar pada sekte Rajawali Emas dahulu kala.
Namun di sisi lain, saat ini sekte Rajawali Emas berada pada posisi sebagai tersangka, karena dituduh telah mencuri pusaka sekte Harimau Besi dan sekte Kera Putih!'
Ya, itulah pertentangan batin yang tengah berkecamuk di dada Ki Antapani, sang ketua sekte Tapak Emas.
Dan di tengah kebingungan dan kebimbangan hatinya. Akhirnya Ki Antapani pun mencari alasan untuk mundur, dari misi bersama lima ketua sekte lainnya malam itu.
‘Kalau tak bisa membalas budi pada sekte Rajawali Emas, lebih baik jangan pula aku ikut menyerbu sekte Rajawali Emas.
Sekte yang pernah sangat berjasa pada sekte Tapak Emas di masa para leluhur dulu’, bisik batin Ki Antapani.
Dengan dasar pertimbangan itulah, akhirnya Ki Antapani mundur dari misinya bersama lima ketua sekte lainnya.
Ya, sesungguhnya firasat Ki Antapani seperti berbisik, bahwa tuduhan Ki Taksaka sang ketua sekte Elang Merah masih belum jelas dan samar kebenarannya.
***
Ki Respati baru saja usai makan malam bersama keluarganya.
Kini mereka sekeluarga tengah saling berbincang akrab di ruang tengah rumah, yang juga merangkap sebagai markas sekte Rajawali Emas.
Ya, Ki Respati beserta istri dan kedua anaknya sama sekali tak menyadari, jika di saat yang sama tengah melesat lima sosok bayangan dengan kecepatan tinggi ke arah markas sekte Rajawali Emas mereka.
Kelima sosok itu langsung berkelebatan ke arah ruang penyimpanan pusaka, yang letaknya berada di samping kanan markas atau kediaman Ki Respati.
Hal yang nampak aneh dan mengherankan adalah, karena salah satu sosok itu terlihat seperti sangat paham sekali, dengan ruang penyimpanan pusaka di markas sekte Rajawali Emas!
Sementara ke empat sosok lainnya nampak hanya mengikuti arah lesatan sosok yang terdepan tersebut, yaitu sosok Ki Taksaka!
Mengapa bisa demikian?!
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se