Share

PENGANTIN BELIA
PENGANTIN BELIA
Author: Hanin Humayro

GAK MAU NIKAH

"Aku gak mau nikah!"

Kepala ini mulai mengeluarkan asap saat papa kembali membahas terkait rencana gilanya. Masa iya aku mau dinikahkan dengan patner bisnisnya, jelaslah menolak. Selain tak kenal, aku juga masih muda, baru lulus SMU.

Ruangan yang cukup luas pun mendadak serasa sempit menghimpit. Lampu hias yang menerangi sedikit memudar sinarnya di pandangan ini. Arg! Kepalaku cenat-cenut jadinya.

Kupukulkan sendok pada piring hingga sisa nasi berloncatan. Meja marmer bulat ini sedikit terkotori jadinya. Setelah melepas benda itu kukepalkan telapak tangan. Mata ini diarahkan pada kedua lensa lelaki yang wajahnya belum berkerut meski sudah berusia setengah abad. Papa balas menatap lekat, seolah ingin meyakinkan bahwa ucapan itu tidak main-main.

"Perusahaan papa pailit. Kalau tak cepat diselamatkan maka ribuan karyawan akan dirumahkan. Seluruh aset kekayaan kita disita dan papa masuk penjara. Hanya pernikahan ini yang bisa menyelamatkan semua. Nay, papa mohon jangan menolak pernikahan ini!"

Ruangan ber-Ac ini tak mampu menyejukkan hati. Perut pun tiba-tiba mual dan efeknya selera makan sempurna musnah. Apalagi setelah mama tiri mengompori. Rasanya ingin kusumpal mulut penyihir itu. Enak saja demi gaya hidup sosialitanya, aku yang dikorbankan. Andai anaknya perempuan tentu sudah diumpankan. Sayang saudara tiriku laki-laki.

"Gak mau, titik!"

Sebelum papa melanjutkan pembahasan ini, aku buru-buru bangkit. Kutinggalkan suami istri yang mungkin sedang jengkel setengah mati.

Kaki ini hampir saja terantuk lantai yang kebeningannya bagai cermin. Untung saja cepat mengerem ayunannya Setelah keluar dari ruang makan, aku langsung menuju tangga penghubung ke lantai dua. Di sana kamar semua anggota keluarga berada.

Dalam hitungan tiga menit aku sampai di kamar yang letaknya di sayap sebelah kanan tangga. Tempat ini berjarak dua puluh meter dari ruang pribadi papa yang ada di sayap kiri tangga.

Kuhempaskan tubuh di ranjang bersprei merah muda dengan motif karakter. Guling berwarna senada telah berada di selipan lengan. Kucoba pejamkan mata untuk merelaksasi saraf yang tegang akibat emosi jiwa. Perlahan napas diatur agar tak lagi memburu.

Bayangan seseorang melintas tiba-tiba. Ya, lelaki yang matanya serupa daun di belah dua itu menjadi salah satu alasan menolak pernikahan ini. Tak mungkin aku mengempas cinta yang telah lama dipupuk, hingga bunganya mekar merekah. Meskipun bertepuk sebelah tangan, tetaplah mengharapkan. Kalau aku menikah dengan pria lain berarti pupus sudah semuanya.

Tak terasa buliran bening mulai meluruh. Menolak sekuat apapun tak mungkin rencana papa dihentikan. Seluruh harapan itu akan musnah hanya dalam satu ikrar.

Sakit di dadaku makin menghebat kala terbayang takkan lagi bisa bersenang-senang bareng teman-teman. Shoping, nonton, atau sekedar kumpul-kumpul pasti tak bisa lagi kulakukan. Tragis amat hidupku. Masih muda harus terkurung dalam sangka pernikahan.

"Gaaak! Aku gak mau nikaaah!"

*

"Njiir, lo mo maried? Bisa ena-ena, dong! Hahaha!" ledek Nindia sambil tertawa puas.

"Temen gak berbakti, lo! Gue sengsara lo malah bahagia!"

Kulempar saja kepala Nindia dengan boneka hello kitty. Gadis berambut keriting itu datang ke rumah setelah kupanggil. Pasalnya saat ini aku dikurung. Seluruh gerak-gerik diawasi, takut kabur mungkin. Sahabat kepo tingkat dewa ini terus saja melempar candaan. Makin pusing saja aku dibuatnya.

"Nay, gak masalahlah lo maried. Selain bisa nyelametin ortu, lo tetep masih bisa kuliah, hang out, shopa shopi bareng kita. Caya dweh, kita kagak bakal ninggalin lo!"

Sumpah, nyesel curhat sama Nindia. Bukannya kasih solusi untuk nolak pernikahan, malah mendukung. 'kan asem. Padahal jelas aku sudah menerangkan keberatan karena masih berharap sama cowok terpopuler di sekolah dulu.

Lagian ngapain lo mikirin si Dodol. Tuh cowok kagak ada benernya. Dah otak mesum, sok borju pulak! Mending ya pasti-pasti aje!"

Sebelum ucapan Nindia makin ngaco kusampaikan bahwa lelaki yang akan dijodohkan itu umurnya dua kalilipat di atas. Masa iya menikah dengan om-om. Inginku ya nikah dengan cowok seumuran atau di atas sedikitlah. Itu pun nanti kalau sudah dewasa, bukan sekarang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status