Share

PENGANTIN BELIA
PENGANTIN BELIA
Author: Hanin Humayro

GAK MAU NIKAH

Author: Hanin Humayro
last update Last Updated: 2022-09-25 08:00:54

"Aku gak mau nikah!"

Kepala ini mulai mengeluarkan asap saat papa kembali membahas terkait rencana gilanya. Masa iya aku mau dinikahkan dengan patner bisnisnya, jelaslah menolak. Selain tak kenal, aku juga masih muda, baru lulus SMU.

Ruangan yang cukup luas pun mendadak serasa sempit menghimpit. Lampu hias yang menerangi sedikit memudar sinarnya di pandangan ini. Arg! Kepalaku cenat-cenut jadinya.

Kupukulkan sendok pada piring hingga sisa nasi berloncatan. Meja marmer bulat ini sedikit terkotori jadinya. Setelah melepas benda itu kukepalkan telapak tangan. Mata ini diarahkan pada kedua lensa lelaki yang wajahnya belum berkerut meski sudah berusia setengah abad. Papa balas menatap lekat, seolah ingin meyakinkan bahwa ucapan itu tidak main-main.

"Perusahaan papa pailit. Kalau tak cepat diselamatkan maka ribuan karyawan akan dirumahkan. Seluruh aset kekayaan kita disita dan papa masuk penjara. Hanya pernikahan ini yang bisa menyelamatkan semua. Nay, papa mohon jangan menolak pernikahan ini!"

Ruangan ber-Ac ini tak mampu menyejukkan hati. Perut pun tiba-tiba mual dan efeknya selera makan sempurna musnah. Apalagi setelah mama tiri mengompori. Rasanya ingin kusumpal mulut penyihir itu. Enak saja demi gaya hidup sosialitanya, aku yang dikorbankan. Andai anaknya perempuan tentu sudah diumpankan. Sayang saudara tiriku laki-laki.

"Gak mau, titik!"

Sebelum papa melanjutkan pembahasan ini, aku buru-buru bangkit. Kutinggalkan suami istri yang mungkin sedang jengkel setengah mati.

Kaki ini hampir saja terantuk lantai yang kebeningannya bagai cermin. Untung saja cepat mengerem ayunannya Setelah keluar dari ruang makan, aku langsung menuju tangga penghubung ke lantai dua. Di sana kamar semua anggota keluarga berada.

Dalam hitungan tiga menit aku sampai di kamar yang letaknya di sayap sebelah kanan tangga. Tempat ini berjarak dua puluh meter dari ruang pribadi papa yang ada di sayap kiri tangga.

Kuhempaskan tubuh di ranjang bersprei merah muda dengan motif karakter. Guling berwarna senada telah berada di selipan lengan. Kucoba pejamkan mata untuk merelaksasi saraf yang tegang akibat emosi jiwa. Perlahan napas diatur agar tak lagi memburu.

Bayangan seseorang melintas tiba-tiba. Ya, lelaki yang matanya serupa daun di belah dua itu menjadi salah satu alasan menolak pernikahan ini. Tak mungkin aku mengempas cinta yang telah lama dipupuk, hingga bunganya mekar merekah. Meskipun bertepuk sebelah tangan, tetaplah mengharapkan. Kalau aku menikah dengan pria lain berarti pupus sudah semuanya.

Tak terasa buliran bening mulai meluruh. Menolak sekuat apapun tak mungkin rencana papa dihentikan. Seluruh harapan itu akan musnah hanya dalam satu ikrar.

Sakit di dadaku makin menghebat kala terbayang takkan lagi bisa bersenang-senang bareng teman-teman. Shoping, nonton, atau sekedar kumpul-kumpul pasti tak bisa lagi kulakukan. Tragis amat hidupku. Masih muda harus terkurung dalam sangka pernikahan.

"Gaaak! Aku gak mau nikaaah!"

*

"Njiir, lo mo maried? Bisa ena-ena, dong! Hahaha!" ledek Nindia sambil tertawa puas.

"Temen gak berbakti, lo! Gue sengsara lo malah bahagia!"

Kulempar saja kepala Nindia dengan boneka hello kitty. Gadis berambut keriting itu datang ke rumah setelah kupanggil. Pasalnya saat ini aku dikurung. Seluruh gerak-gerik diawasi, takut kabur mungkin. Sahabat kepo tingkat dewa ini terus saja melempar candaan. Makin pusing saja aku dibuatnya.

"Nay, gak masalahlah lo maried. Selain bisa nyelametin ortu, lo tetep masih bisa kuliah, hang out, shopa shopi bareng kita. Caya dweh, kita kagak bakal ninggalin lo!"

Sumpah, nyesel curhat sama Nindia. Bukannya kasih solusi untuk nolak pernikahan, malah mendukung. 'kan asem. Padahal jelas aku sudah menerangkan keberatan karena masih berharap sama cowok terpopuler di sekolah dulu.

Lagian ngapain lo mikirin si Dodol. Tuh cowok kagak ada benernya. Dah otak mesum, sok borju pulak! Mending ya pasti-pasti aje!"

Sebelum ucapan Nindia makin ngaco kusampaikan bahwa lelaki yang akan dijodohkan itu umurnya dua kalilipat di atas. Masa iya menikah dengan om-om. Inginku ya nikah dengan cowok seumuran atau di atas sedikitlah. Itu pun nanti kalau sudah dewasa, bukan sekarang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENGANTIN BELIA   SENTUHAN MANIS

    HANS"Jangan-jangan malam pertama pun belum, ya? Hahaha! Tragis sekali hidupmu, Teman!"Aku tak mau meladeni ejekannya. Meski itu fakta, tak suka juga mendapat pelecehan. Lebih baik melihat keadaan Kanaya. Siapa tahu sudah siuman. Sudah dua jam anak itu pingsan, sekarang sedang di temani orang tuanya.Ben mendapat luka cukup parah, untung masih dapat diselamatkan. Dia kakak yang baik karena bertaruh nyawa untuk adik semata wayangnya. Sementara teman-teman Kanaya, setelah mendapat perawatan mereka dibawa pulang keluarganya. Para penjahat yang mencoba melecehkan Kanaya dan teman-temannya itu tak ada yang tewas hingga John tak perlu ribet berurusan dengan polisi. Seperti biasa John akan menyumpal aparat dengan sejumlah uang cukup besar hingga kasus penembakan itu takkan dipersoalkan. Tentu penjahat itu juga akan mendapat ganjaran berkali lipat di penjara sana. Apalagi ini menyangkut Kanaya, Nyonya Alexander. Siap-siap saja mereka membusuk di penjara. Meski aku dan beberapa anak buah me

  • PENGANTIN BELIA   RESIKO

    HANSDi tengah kepanikan, John mengabarkan bahwa ada kerusuhan di konser gedung Harmoni. Ia memberikan prediksi bahwa kemungkinan Kanaya ada di sana. Tanpa lama aku perintahkan supir untuk menuju tempat itu.Benar saja, setelah supir menyetel berita, terpampang hiruk pikuk peserta konser. Menurut reporter kerusuhan itu akibat provokasi beberapa penonton yang memicu keributan hingga menjalar menjadi besar. Para provokator sebagian sudah tertangkap, sementara lima lainnya masih dalam pencarian.Aku menajamkan mata untuk meneliti apakah di antara penonton yang tertangkap kamera ada Kanaya di sana. Sial, tak ada!"Brengsek!" Sekali lagi aku mengumpat sebab jalanan menuju tempat itu macet total. Akhirnya supir mengambil rute alternatif menuju area belakang gedung. Lumayan jauh jaraknya ke tempat itu.John kembali menelepon. Ia memastikan. Kanaya tak ada di tempat itu. Hanya saja, aku masih tak percaya hingga kuperintahkan harus tetap ada sebagian anak buah di sana, dan yang lain menyebar

  • PENGANTIN BELIA   DALAM. BAHAYA

    KANAYA"Si, siapa kalian!"Bukannya menjawab, tiga lelaki yang sekarang menghampiri itu terbahak. Kami mundur untuk menghindari kekurangajaran mereka. Samar, aku masih bisa melihat seringai dan tatapan liar orang-orang berbadan kekar itu. Sepertinya preman yang sudah terbiasa dalam dunia hitam. "Jangan buru-buru. Kita bersenang-senang saja dulu, Ok!" ucap lelaki berkepala botak sambil terus mengikis jarak. Sementara, yang bertubuh lebih pendek mengincar Lili, sedang yang gemuk mendekati Alika. Jantung ini sudah tak terbayang berapa oktaf kenaikan level detakannya. Aku memegang tas selempang mini kuat-kuat, berpikir akan menghantamkan benda ini Sekuat-kuatnya jika dia berani menjamah.Ternyata tangannya lebih cepat dari gerakanku. Pria bejat itu menarik paksa lenganku hingga tubuh ini hampir menempel di dada dan perutnya. Sekuat mungkin aku berontak, memukul, mencakar atau menendang. Namun, itu tak berguna sama sekali. Cengkaramannya malah makin kuat. Yang terjadi pada Lili dan Alika

  • PENGANTIN BELIA   EFEK BURUK

    KANAYA Teman-teman terus membujuk hingga aku takluk. Mereka meyakinkan bahwa Mr Hans tidak akan marah. Acaranya tak sampai larut malam. Untuk merealisasikan rencana ini, kami mengatur strategi untuk kabur dari Om John. Soalnya pasti lelaki itu tak akan menyetujuinya. Jujur, hati ini tak setuju dengan rencana gila itu. Namun, mengingat ini kebersamaan yang terakhir dengan mereka, aku mengiyakan. Rasa bersalah pada lelaki yang sangat baik itu sekuat mungkin Kutepis. Pun dengan rasa takut akan murkanya. Ah, gimana nanti sajalah, yang penting happy.Untuk memuluskan rencana aku menyuruh John duduk jauh dari kami di dalam bioskop. Dengan alasan HP lowbat aku titipkan benda itu padanya. Hal itu dilakukan agar saat kabur tak bisa dilacak. Jelaslah lelaki berwajah sangar itu tak bisa menolak perintah nyonyanya ini.Setelah film berlangsung seperempat putaran, satu per satu dari kami keluar dalam jeda lima menit per-orang. Hal itu untuk menghindari kecurigaan John jika matanya menangkap ada

  • PENGANTIN BELIA   MEMBUAT ULAH

    KANAYA"Yeaaa, akhirnya gue bisa keluar!"Aku berguling-guling dikasur untuk meluapkan kebahagiaan. Sprei ya g tertata rapi sampai acak-acakan. Pun dengan bantal dan guling sudah pindah posisinya. Bagaimana tidak, sebulan dalam kurungan itu menyesakkan banget. Meski ia sangat perhatian tetap saja belum menjadikanku betah di rumah. Kupandangi kartu berharga yang ia berikan. Otakku mencoba menaksir jumlah saldo di dalamnya. Uh, jadi senyum-senyum sendiri menyadari kekonyolan ini. Maklumlah ini kali pertama dapat mempergunakan uang semaunya. Kalau dulu, keuangan dipegang mama. Meski aku anak kandung papa, tetap saja dibatasi oleh wanita yang sok berkuasa itu.Curangnya, Ben boleh membeli apapun, sedang aku harus melalui interogasi tingkat tinggi. Makanya kalau ada keinginan aku akan menyuruh Ben yang minta. Untung saja cowok koplak itu tak seperti saudara tiri dalam dongeng. Dia baik, sangat baik. Mungkin karena sama-sama tak punya saudara jadi hati kami bertaut.Jadwal ketemuan teman-t

  • PENGANTIN BELIA   MENGHILANG

    HANSSeumur hidup tak pernah aku merasa setakberharga ini. Ditolak itu menyakitkan. Segala cara telah kugunakan untuk meluluhkan hati Kanaya. Hasilnya sia-sia belaka. Ia dekat, tapi tak tercapai tangan.Kemewahan yang kuberi tak membuatnya membuka hati. Kemegahan ini tak menyilaukannya sama sekali. Perhatian, ketulusan yang tak pernah kuberikan pada orang lain pun seakan tak mampu menerjang karang terjal itu. Ia lebih keras kepala dari yang kukira.Helaan panjang napas ini tak mampu meredakan kesesakan yang memenuhi dada. Kini, aku hanya mampu mandangi bintang. Berharap semua dapat meringankan sedikit lara.*"Teman-teman mengundangku ke acara perpisahan sebelum kami kuliah di tempat berbeda, bolehkah aku datang?" pintanya pagi ini. Sendok yang akan masuk ke dalam mulut kutarik kembali. Setelah melepaskannya, mata ini melempar tatapan menyelidiki padanya. Jujur, aku tak suka dengan permintaan itu."Hanya perempuan. Mereka teman-teman satu genk saat kelas tiga. Lepas ini mereka akan per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status