Tidak ada yang senang jika harus berbicara dengan Dimitri, bagi Sonia dan Raymond orang itu tidak pernah bisa diajak bicara baik-baik. Tetapi bagi Selena, Dimitri adalah cinta pertamanya. Sejak kecil mereka berdua cukup akrab, terutama pada pertemuan-pertemuan bisnis kedua orang tuanya.
Walaupun Selena sempat berpacaran dengan banyak pria lain. Akan tetapi, semenjak kuliah di Amerika, Dimitri bukan hanya kakak kelas yang baik, tapi juga sahabat curahan hati Selena. Itulah mengapa ketika Dimitri mintanya untuk menjadi kekasihnya, tanpa berpikir panjang, Selena segera menerimanya.
Selena sudah terbiasa mendampingi Dimitri, ia tahu bahwa terkadang kekasihnya bukanlah pria yang sempurna. Selena juga tahu, dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk memperbaiki watak temperamental kekasihnya itu. Selena hanya bisa membantu sebisa yang dia mampu, untuk menutupi dan memperbaiki kesalahan Dimitri dari belakang. Dan itu akan selalu dilakukannya, termasuk hari ini.
Setelah rapat selesai, Selena segera berlari untuk menyusul Raymond dan meminta maaf atas keributan yang terjadi di ruang rapat.
"Ray..."
"Ray!" teriak Selena untuk mendapat perhatian Raymond.
Langkah seorang pria pecinta alam memang begitu panjang, sebentar saja berjalan, dia sudah jauh pergi meninggalkan ruang rapat. Selena harus berjalan sedikit lebih cepat hanya untuk mengejarnya.
"Ray!" teriak Selena sekali lagi.
Raymond segera menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Selena segera berjalan mendekati hingga jarak antara keduanya semakin dekat.
"Selena, kamu ga apa-apa? Wajah kamu masih tampak pucat," tanya Raymond melihat Selena yang mengejarnya.
"Oh ga apa-apa kok, jangan khawatir."
"Mau kuambilkan minum?" tanya Raymond.
"Oh, tidak, tidak, terima kasih."
"Kalau begitu, apa yang bisa kubantu?
"Aku cuma mau bilang maaf," jawab Selena.
"Maaf untuk?"
"Dimitri."
"Hahaha," Raymond tertawa kecil ketika mendengar ucapan Selena. "Tidak apa-apa, Selena. Kamu tidak perlu meminta maaf untuk dia. Lagipula Pak Dimitri sudah dewasa, dia bisa berbicara untuk dirinya sendiri, jadi kamu tidak perlu repot. Lagipula, dalam kejadian tadi, saya juga salah karena datang terlambat. Jadi keributan tadi bukan salahmu," jawab Raymond.
"Bukan hanya itu sih, terkadang aku merasa tidak enak karena Dimitri seperti menjadikan program lain selain News tidak penting. Apalagi terkadang perkataannya cukup kasar, menusuk hati."
"Sudah biasa, tidak masalah kok. Dari awal program kami memang hanya dirancang untuk mendukung IO News, jadi ya begitulah. Team kami memang harus berusaha ekstra keras untuk keberlangsungan program kami, dari dahulu juga begitu, dan kami bisa bertahan. Jadi kamu ga perlu khawatir."
"Terima kasih, Ray. Atas pengertiannya."
"Oh ya, saya baru dengar kabar tentang Ayahmu. Turut berduka cita atas meninggalnya Pak Poetra, semoga beliau tenang di alam sana."
"Terima kasih, a..."
Kata-kata Selena berhenti setelah matanya melihat sesosok wanita cukup berumur yang sedang duduk di sofa tepat dihadapannya. Wanita dengan rambut abu-abu pendek sebahu, serta pakaian yang sangat sederhana.
Secara tidak sadar kaki Selena melangkah melewati Raymond dan mendekati perempuan tua itu. Dan ketika wanita itu berbalik, keringat dingin mengucur di dahi Selena dan tangannya tidak berhenti bergetar seperti seseorang yang baru saja melihat hantu.
"Selena...," panggil wanita itu dengan suara yang pelan dan sedikit serak.
Wajah Selena semakin memucat, matanya berkaca-kaca dan sebelum Selena mempermalukan dirinya sendiri di hadapan banyak orang, ia mengusap air matanyanya dan segera berlari meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan wanita tua itu yang hanya bisa terdiam dan mematung melihat kepergian Selena.
"Apa yang terjadi?"pikir Raymond yang kebingungan. Dengan segudang pertanyaan di kepalanya, Raymond memberanikan diri untuk menghapiri wanita tua itu.
"Selamat siang, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Raymond sambil menganggukan kepala.
"O, tidak, tidak , terima kasih," jawab wanita itu sambil mengusap air matanya.
Raymond segera menghampiri meja reseptionist dan meminta tissue pada salah seorang pegawai yang sedang bertugas.
"Mari bu, duduk dulu," ujar Raymond sambil menyodorkan tissue.
"Terima kasih."
"Kalau boleh tahu, Ibu datang untuk mencari siapa? Biar saya bantu ," tanya Raymond.
Ibu itu masih terdiam seribu bahasa. Hingga mau tidak mau, Raymond harus menunggunya menenangkan diri terlebih dahulu.
"Baiklah, Bu. Nama saya Ray, biasa orang di sini panggil saya Ray Rimba. Jika ibu ada perlu sesuatu, ibu bisa mencari saya. Ibu bisa minta tolong receptionist untuk menghubungi saya. Tapi sekarang, sepertinya ibu butuh waktu untuk sendiri, jadi saya tidak akan mengganggu, saya permisi dulu," kata Raymond sambil tersenyum.
Akan tetapi, sebelum Raymond beranjak lebih jauh. Ibu tersebut mulai kembali membuka mulutnya.
"Maaf, saya tidak akan lama di sini. Kalau boleh, tolong sampaikan pesan saya pada Selena. Tolong sampaikan, kalau saya akan tetap datang kemari, sampai dia bersedia menemui saya. Itu saja."
"Baiklah, akan saya sampaikan," jawab Raymond menggangguk.
Tidak lama kemudian wanita itu segera berdiri dan pergi meninggalkan gedung In One TV. Juga meninggalkan banyak tanda tanya di kepala Raymond.
Selena segera berlari. Ia tidak ingin semua orang melihatnya dalam kondisi seperti ini. Lemah, pucat, dan berlumuran air mata. Hanya ada satu tempat di gedung ini yang hampir tidak pernah dikunjungi orang, lantai yang paling nyaman untuk berpikir, yaitu lantai atap, rooftop. Biasanya Selena hanya kemari jika ia membutuhkan udara segar, dan hanya sekedar melihat matahari sore. Tetapi matahari sore ini bukan yang paling indah dalam hidup Selena. Karena betapa terangnya cahaya orange matahari bersinar, hatinya tidak sanggup menyembunyikan perasaan sedihnya, dadanya terasa sesak dan air matanya mengalir deras.Bagaimana mungkin Selena bisa melupakan wajah perempuan itu? Perempuan yang melahirkannya dan juga meninggalkannya dengan menorehkan begitu banyak luka. Mengapa baru sekarang mama mencarinya? Selama 24 tahun hidupnya, mama tidak pernah sekalipun menemuinya. Mengapa harus sekarang?Ketika Selena berumur 3 tahun, mama membawa Selena pergi dari rumah dan ketika Papa datang menjemput, Se
Hari-hari telah berlalu, sejak Mama mencari Selena setelah sekian lama menghilang. Dan kini segalanya sudah berjalan seperti hari-hari normal bagi Selena. Wanita yang selalu mencarinya, masih datang sesekali waktu. Akan tetapi bukan Selena jika tidak pandai menghindar. Dengan bantuan Dimitri, kini pihak keamanan tidak akan pernah membiarkan wanita itu masuk ke dalam gedung, walau hanya sekedar menunggu di dalam lobby. Akan tetapi, sekeras apapun usaha pengusiran dari security, wanita itu tetap datang meski harus menunggu di luar gedung.Begitu giginya perempuan itu, hingga membuat Raymond menemani wanita paruh baya itu untuk sekedar mengobrol. Itu juga jika ia sedang berada di Jakarta. Hingga pada suatu hari keluarlah surat larangan untuk seluruh karyawan In One TV untuk berhubungan dengan wanita tersebut. Hanya berbicara, atau memberikan bantuan, akan menerima sanksi yang cukup keras."Apa susahnya sih bagi Selena untuk menemui wanita itu? Paling juga tante itu cuma mau ngomong sebent
"Jadi bos kecil putus ?" tanya Arya pada Raymond."Mana gue tahu, emang gue siapanya?" jawab Raymond mengalihkan topik pembicaraan."Kata anak-anak shift malem, mereka teriak-teriak berantem di rooftop gitu semalem. Eh, tapi kalau bener, lo yang paling seneng dong ya?" kata Arya sambil menyikut sahabatnya itu."Lah, apa urusannya sama gue?" jawab Raymond pura-pura bingung."Si bos kecil sih memang bukan urusan lu, tapi si mbaknya kan...ehm, ehm..""Ehm..ehm...apaan?""Gebetan lo...""Eh, siapa bilang?""Ya elah Mon, satu gedung In One TV juga tau, sejak si mbak itu masuk kerja di sini, lo uda naksir doi kan?""Eh, siapa bilang..?""Makanya lo mutusin Sonia, karena lo naksir dia kan? Sayang ya Mon, ternyata anak orang tajir. Kalau ga, pasti lo udah deketin dari dulu, sebelum doi jadian sama bos kecil.""Lo mabok ya? Udah ah, omongan lo makin ga nyambung. Kerja sana, gara-gara editan lo ga beres-beres, Pak Wahyu bisa marah lagi. Lo ga kasian sama kita-kita yang pasti kecepretan amarah jg
"Cepet amat? Uda balik lagi ke kantor?" tanya Pak Wahyu"Kan saya tinggal di Mess. Lagipula Mess karyawan kan deket banget dari kantor," jawab Raymond."O iya, gue lupa. Ini surat penugasan, ini kartu penanda jurnalistik, yang Arya gue titip di lo aja ya. Jangan sampe ilang, takutnya perlu. O ya, tadi Sandra sudah ngabarin, kayanya kalian nebeng pesawat TNI, mereka akan ngangkut barang dan alat-alat berat untuk bantu pencarian, sekalian juga ada beberapa reporter dari stasiun TV lain. Sekitar pukul lima sore pesawatnya akan terbang, jadi kamu coba telepon Arya, karena sebentar lagi mobil kantor bakal anterin kalian ke bandara. ""Baik, pak. O ya, reporter yang tugas bareng kita, apa sudah siap?" tanya Raymond memastikan."Oh, Selena, katanya sih dia lagi pulang ke apartemennya. Tapi sebentar lagi juga dia kesini lagi.""SELENA?" tanya Raymond kaget."Tadi Pak Dimitri yang menugaskan dia untuk pergi ke sana," jawab Pak Wahyu."Tapi, pak, seinget saya, Selena ga pernah ngeliput berita di
" Ray, Mas Arya!" sapa Selena yang sudah sampai duluan di bandara.Selena sudah rapi dengan seragam lengkap reporter In One TV. Kemeja berwana biru tua, celana panjang berwarna abu-abu muda, serta sepatu boots yang juga senada dengan celananya. Dengan koper kecil dan tas selempang kecil untuk membawa barang keperluannya. Rambut pendeknya sudah dijepit rapih ke belakang, agar tidak menutupi wajahnya yang putih dan bersih. Sedangkan Raymond dan Arya hanya memakai kaus dan celana panjang yang sudah sobek di bagian lututnya dengan ransel besar dan kumal di belakang punggung mereka."Anak news memang beda ya, bro. Kita serasa gembel kalau ada di sebelahnya," bisik Arya kepada Raymond."Hahaha," jawab Raymond menahan tawanya agar tidak terdengar Selena."Hai, Selena, sudah lama menunggu?"tanya Arya pada Selena."Lumayan, kira-kira setengah jam," jawab Selena."Maaf di jalan tadi sedikit macet," jawab Raymond."Ah, sudahlah, yang penting tidak terlambat. Ng... kalau semua sudah siap. Ayo, kit
"Belum ada kabar dari petugas tentang bagaimana nasib kita di sini," kata Raymond mengabarkan. "Sejak mendarat darurat 1 jam yang lalu, dan kini langit sudah mulai gelap, dan cuaca masih tidak bisa di andalkan. Sepertinya kita harus menginap di sini malam ini," lanjut Raymond."Mon, gue ga kuat... , perut gue sakit dan kayanya gue mulai menggigil," kata Arya sambil memegangi perutnya yang melilit."Tahan ya, Ri. Lo istirahat dulu aja, nanti gue coba hubungi pak Wahyu. Kita bisa atur lagi, apa lu bisa di anter ke kota, dipulangin ke Jakarta atau gimana. Yang jelas sekarang lo harus bertahan di sini. Nanti gue minta tolong dokter tentara buat ngeliat lo.""Thanks, Mon........eh, Selena mana?" tanya Arya."Lagi ngobrol sama Sersan Nando, dia lagi cari tahu tantang informasi pesawat dan lainnya, karena tadi sudah diumumkan, kalau diduga pesawatnya jatuh, walaupun belum diketemukan puingnya. Foto satelit juga tidak bisa diandalkan karena cuaca buruk ini. Tapi pada umumnya sih, Tim SAR dan t
Tidak lama setelah kapal mengarungi lautan, hujan kembali datang mengguyur . Angin yang tadi tampak reda dan tenang, kini mulai kembali mengamuk diiringi oleh gemuruh petir yang mulai datang menyambar."KITA HARUS KEMBALI KE PELABUHAN TERDEKAT," teriak salah satu awak kapal."SEMUA BERTAHAN DI POSISI MASING-MASING...JANGAN SAMPAI TERSAPU OMBAK..!""SIAP!"Suara angin menderu dan ombak yang meninggi sungguh menyeramkan. Kapal yang cukup besar ini mulai mengayun akibat gejolak ombak yang menggila. Seluruh kru berusaha untuk mengendalikan kapal, hanya saja alam selalu lebih kuat dari usaha manusia."Selena, kamu ga apa-apa?"Selena tidak menjawab, dan membuat Raymond khawatir."Kita harus segera keluar dari gudang ini, bahaya kalau tertimpa barang-barang," kata Raymond sambil menggandeng Selena untuk keluar dari dalam gudang.Kondisi semakin mencekam di gudang kapal, ketika semua peralatan berat mulai saling membentur satu dengan yang lainnya."Apa yang terjadi?," teriak Selena bingung."
"Cuit..cuit... ," suara burung yang menandakan matahari pagi telah terbit.Panas matahari yang menyinari pasir pantai membuat Selena mulai terbangun dari tidurnya. Matanya mulai terbuka perlahan-lahan dan betapa kegetnya Selena ketika ia menyadari dimana ia berada. Di mana ini? "Apa yang terjadi semalam?" tanya Selena dalam hati. Belum lagi kepalanya yang tiba-tiba terasa pening dan badannya penuh dengan luka memar di sekujur tubuhnya. Akan tetapi, hal paling mengagetkan Selena adalah ketika melihat Raymond tersungkur tak sadarkan diri disebelahnya."Ray, Ray,...." ujar Selena berusaha membangunkan Raymond.Raymond tidak menjawab panggilan Selena, dan membuat Selena semakin panik."RAY.... RAY.....," panggil Selena lebih keras, sambil menggoyang-goyangkan badan pria di sebelahnya."Nggggggg....." jawab Raymond menggoyangkan badannya, walau matanya masih menolak untuk terbuka.Suara Raymond cukup melegakan Selena. Setidaknya pria itu masih bisa mengeluarkan suara. "Syukurlah," kata yang