Home / Urban / PENGGARIS SEGITIGA / Bab 4 TAMU UNTUK SELENA

Share

Bab 4 TAMU UNTUK SELENA

Author: Bebekz_hijau
last update Last Updated: 2022-04-25 14:31:20

Tidak ada yang senang jika harus berbicara dengan Dimitri, bagi Sonia dan Raymond orang itu tidak pernah bisa diajak bicara baik-baik. Tetapi bagi Selena, Dimitri adalah cinta pertamanya. Sejak kecil mereka berdua cukup akrab, terutama pada pertemuan-pertemuan bisnis kedua orang tuanya.

Walaupun Selena sempat berpacaran dengan banyak pria lain. Akan tetapi, semenjak kuliah di Amerika, Dimitri bukan hanya kakak kelas yang baik, tapi juga sahabat curahan hati Selena. Itulah mengapa ketika Dimitri mintanya untuk menjadi kekasihnya, tanpa berpikir panjang, Selena segera menerimanya.

Selena sudah terbiasa mendampingi Dimitri, ia tahu bahwa terkadang kekasihnya bukanlah pria yang sempurna. Selena juga tahu, dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk memperbaiki watak temperamental kekasihnya itu. Selena hanya bisa membantu sebisa yang dia mampu, untuk menutupi dan memperbaiki kesalahan Dimitri dari belakang. Dan itu akan selalu dilakukannya, termasuk hari ini.

Setelah rapat selesai, Selena segera berlari untuk menyusul Raymond dan meminta maaf atas keributan yang terjadi di ruang rapat.

"Ray..."

"Ray!" teriak Selena untuk mendapat perhatian Raymond.

Langkah seorang pria pecinta alam memang begitu panjang, sebentar saja berjalan, dia sudah jauh pergi meninggalkan ruang rapat. Selena harus berjalan sedikit lebih cepat hanya untuk mengejarnya.

"Ray!" teriak Selena sekali lagi.

Raymond segera menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Selena segera berjalan mendekati hingga jarak antara keduanya semakin dekat.

"Selena, kamu ga apa-apa? Wajah kamu masih tampak pucat," tanya Raymond melihat Selena yang mengejarnya.

"Oh ga apa-apa kok, jangan khawatir."

"Mau kuambilkan minum?" tanya Raymond.

"Oh, tidak, tidak, terima kasih."

"Kalau begitu, apa yang bisa kubantu?

"Aku cuma mau bilang maaf," jawab Selena.

"Maaf untuk?"

"Dimitri."

"Hahaha," Raymond tertawa kecil ketika mendengar ucapan Selena. "Tidak apa-apa, Selena. Kamu tidak perlu meminta maaf untuk dia. Lagipula Pak Dimitri sudah dewasa, dia bisa berbicara untuk dirinya sendiri, jadi kamu tidak perlu repot. Lagipula, dalam kejadian tadi, saya juga salah karena datang terlambat. Jadi keributan tadi bukan salahmu," jawab Raymond.

"Bukan hanya itu sih, terkadang aku merasa tidak enak karena Dimitri seperti menjadikan program lain selain News tidak penting. Apalagi terkadang perkataannya cukup kasar, menusuk hati."

"Sudah biasa, tidak masalah kok. Dari awal program kami memang hanya dirancang untuk mendukung IO News, jadi ya begitulah. Team kami memang harus berusaha ekstra keras untuk keberlangsungan program kami, dari dahulu juga begitu, dan kami bisa bertahan. Jadi kamu ga perlu khawatir."

"Terima kasih, Ray. Atas pengertiannya."

"Oh ya, saya baru dengar kabar tentang Ayahmu. Turut berduka cita atas meninggalnya Pak Poetra, semoga beliau tenang di alam sana."

"Terima kasih, a..."

Kata-kata Selena berhenti setelah matanya melihat sesosok wanita cukup berumur yang sedang duduk di sofa tepat dihadapannya. Wanita dengan rambut abu-abu pendek sebahu, serta pakaian yang sangat sederhana.

Secara tidak sadar kaki Selena melangkah  melewati Raymond dan mendekati perempuan tua itu. Dan ketika wanita itu berbalik, keringat dingin mengucur di dahi Selena dan tangannya tidak berhenti bergetar seperti seseorang yang baru saja melihat hantu.

"Selena...," panggil wanita itu dengan suara yang pelan dan sedikit serak.

Wajah Selena semakin memucat, matanya berkaca-kaca dan sebelum Selena mempermalukan dirinya sendiri di hadapan banyak orang, ia mengusap air matanyanya dan segera berlari meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan wanita tua itu yang hanya bisa terdiam dan mematung melihat kepergian Selena.

"Apa yang terjadi?"pikir Raymond yang kebingungan. Dengan segudang pertanyaan di kepalanya, Raymond memberanikan diri untuk menghapiri wanita tua itu.

"Selamat siang, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Raymond sambil menganggukan kepala.

"O, tidak, tidak , terima kasih," jawab wanita itu sambil mengusap air matanya.

Raymond segera menghampiri meja reseptionist dan meminta tissue pada salah seorang pegawai yang sedang bertugas.

"Mari bu, duduk dulu," ujar Raymond sambil menyodorkan tissue.

"Terima kasih."

"Kalau boleh tahu, Ibu datang untuk mencari siapa? Biar saya bantu ," tanya Raymond.

Ibu itu masih terdiam seribu bahasa. Hingga mau tidak mau, Raymond harus menunggunya menenangkan diri terlebih dahulu.

"Baiklah, Bu. Nama saya Ray, biasa orang di sini panggil saya Ray Rimba. Jika ibu ada perlu sesuatu, ibu bisa mencari saya. Ibu bisa minta tolong receptionist untuk menghubungi saya. Tapi sekarang, sepertinya ibu butuh waktu untuk sendiri, jadi saya tidak akan mengganggu, saya permisi dulu," kata Raymond sambil tersenyum.

Akan tetapi, sebelum Raymond beranjak lebih jauh. Ibu tersebut mulai kembali membuka mulutnya.

"Maaf, saya tidak akan lama di sini. Kalau boleh, tolong sampaikan pesan saya pada Selena. Tolong sampaikan, kalau saya akan tetap datang kemari, sampai dia bersedia menemui saya. Itu saja."

"Baiklah, akan saya sampaikan," jawab Raymond menggangguk.

Tidak lama kemudian wanita itu segera berdiri dan pergi meninggalkan gedung In One TV. Juga meninggalkan banyak tanda tanya di kepala Raymond.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENGGARIS SEGITIGA   Bab 90

    Andrea menaruh dagunya tepat pada topangan tangannya. Sambil memandangi bulan yang bersinar indah, pikirannya melayang-layang entah kemana. Diambilnya kedua amplop yang berada di atas meja belajarnya. Sebuah amplop coklat berisi panggilan test beasiswa yang akan menjadi masa depannya, dan satu amplop lagi yang sudah berisi surat pengunduran dirinya yang akan diberikannya pada Daniel esok hari. "Mungkin memang sudah jalannya, ini yang terbaik, Andrea, yang terbaik," bisik Andrea untuk menghibur dirinya sendiri. Sesungguhnya Andrea ingin keluar saat semuanya selesai, tetapi perkataan Daniel tadi siang membuatnya sadar. Seberapa lamanya Andrea berada di sisi Daniel untuk membantunya, pada akhirnya ia memang harus meninggalkannya. Saat ini, atau nanti, tidak menjadi masalah. "Tok..., tok...,tok...," pintu kamar Andrea berbunyi. "Masuk," kata Andrea mempersilahkan bapak untuk masuk kamarnya. "Dea, Bapak bikinin teh hangat untuk kamu," kata Bapak sambil menaruh segelas teh di atas meja

  • PENGGARIS SEGITIGA   Bab 89

    Tanganku mulai merogoh ke dalam saku jas, mencari benda yang dengan susah payah kudapatkan hari ini. Aku tahu, pengumumannya sudah keluar dan kami kalah. Agak berat untuk diterima, tapi, sama seperti apa kukatakan sebelumnya... aku tidak peduli. Aku sudah berusaha dan tetap akan berusaha lebih keras lagi. Bagaimanapun juga, aku akan mencari cara agar kita berdua dapat keluar dari jeratan Madam Devil. Aku tahu, perjuanganku masih sangat panjang. Tapi saat ini, ada hal penting yang harus kulakukan. Dan aku tidak mau menundanya lebih lama. Ok, Steven! Sekarang, kamu tinggal mengatakannya. Sandra Bayu Hutama, maukah engkau menikah denganku? Mudah bukan? Tapi...tunggu! Apa cukup jika hanya denga kata-kata seperti itu saja? Apa aku harus menambahkan sedikit kata-kata yang lebih poetic agar peristiwa ini lebih berkesan? Sandra, o sayangku...? Hiiiii, kenapa itu terdengar menjijikan, kurang manly, dan... oh Shit!! Komohon, otak... jangan malas! Ayo bantu aku! Apa yang harus kukatakan padanya?

  • PENGGARIS SEGITIGA   BAB 88

    "Andrea, gue udah nungguin lo dari tadi, eh.., baru nongol sekarang," kata Pak Mamat divisi ME di rumah sakit ini. "Sorry Pak, tadi pagi bu Novi sudah ngabarin, cuma saya aja yang kelupaan," jawab Andrea sambil mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permintaan maaf. "Ya udah, nih, barang lo udah gue benerin. Cek dulu aja!" kata Pak Mamat sambil memberikan sebuah raket listrik alat penangkap nyamuk pada Andrea. Andrea segera mencari nyamuk kecil yang sudah sejak tadi berdenging di telinganya. Diayunkannya raket itu dan dengan seketika, suara keras dan kilatan listrik muncul dari alat tersebut. "TEK!" bunyi keras muncul ketika alat itu mengenai seekor serangga. "Tuh, udah bagus kan? Gue bilang juga apa," kata Pak Mamat begitu melihat alat itu sudah kembali berfungsi dengan baik. "Makasih Pak. Ng..., saya harus bayar berapa untuk biaya perbaikannya?" tanya Andrea. "Ah, Ga usah, raket lo sih masih bagus, cuma baterenya aja yang melendung. Pas kemaren ada tetangga yang raket nya

  • PENGGARIS SEGITIGA   Bab 87

    Baru satu jam ia resmi bekerja dengan Daniel, Andrea mulai menyesali keputusannya. Baru saja ia memberikan surat pengunduran diri pada Bu Novi, Daniel sudah menyeretnya pergi tanpa memberikannya waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada rekan-rekan lainnya. Andrea masih tidak enak hati melihat kegundahan di hati bu Novi, sepertinya perempuan malang itu akan menerima banyak komplain hari ini karena pengunduran diri Andrea yang serba tiba-tiba. Untung saja, foto bersama Daniel Leo, cukup dapat menghibur hati Bu Novi di hari buruknya ini.Dan sialnya, bagi Andrea, kejadian buruk di hari ini masih akan terus berlangsung. Melihat Daniel berjalan keluar rumah sakit, beberapa fans dan wartawan sudah menunggunya di koridor luar rumah sakit."Daniel!!!" teriak mereka memanggil nama idola mereka.Melihat kerumunan banyak orang, Andrea merasa begitu tidak nyaman. Ia ingat terakhir kali ia betemu dengan fans-fans Daniel, kejadian yang berakhir dengan perundungan menyebalkan. Setelah beberapa

  • PENGGARIS SEGITIGA   Bab 86

    " dalam kepalaku, aku tidak akan pernah membuatnya menghentikan langkahku. Tidak hari ini, tidak juga nanti. "Selamat sore, hadirin yang terhormat, salam sejahtera bagi kita semua," salamku untuk memulai presentasi hari ini. "Sttt... ga salah ya? Speaker personnya Ruanna masih muda banget!" "Iya, padahal aku berharap Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi hari ini. Aku sudah menunggu penampilannya." "Yah, padahal kukira Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi mewakili bironya. Tahunya orang lain. Aneh, mengapa mereka mempercayakan presentasi penting seperti ini pada anak kecil itu? " "Atau mungkin mereka sudah pasrah... Tapi masa sih? Sekelas Anna Gunadi pasrah begitu saja? Tapi, aku ngerti sih, kalau mereka takut dengan Architext." Aku mendengar banyak bisikan ketika mereka melihatku berdiri di tengah panggung. Aku tidak tersinggung. Benar-benar tidak tersinggung. Hahaha... memang tidak perlu tersinggung jika mereka memanggilku dengan sebutan anak kecil atau anak baru. Toh, a

  • PENGGARIS SEGITIGA   BAB 85

    Dug... dug... Dug... dug... Dug... dug... "Waaaa... plok...plok… plok..." Dug... dug... Dug... dug... , ok? Setelah membereskan ruangan ini dan membangunkan 'kucing' malas itu," katanya sambil memandang Cat. "Ok!" kataku sambil berjalan keluar mengikuti panitia. "Hei Sandra, break a leg!" sahut Steven sebelum aku meninggalkan ruangan. Hahaha, Sialan... apa dia berharap aku naik panggung untuk menyanyi atau menari balet? Dia tidak perlu mengucapkan mantra sukses pemeran broadway sebelum mereka tampil. Tapi untuk humornya yang super random dan menghibur, kuucapkan sedikit terima kasih. Sedikit saja... ga banyak-banyak. Aku berjalan menuju ke belakang panggung. Yang ternyata hanya berjarak sekitar 10 meter dari ruangan kami bekerja. Tidak jauh, dan kuharap, Steven bisa langsung menyusulku kemari jika aku membutuhkan bantuannya. "t right now!"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status