Andrea menaruh dagunya tepat pada topangan tangannya. Sambil memandangi bulan yang bersinar indah, pikirannya melayang-layang entah kemana. Diambilnya kedua amplop yang berada di atas meja belajarnya. Sebuah amplop coklat berisi panggilan test beasiswa yang akan menjadi masa depannya, dan satu amplop lagi yang sudah berisi surat pengunduran dirinya yang akan diberikannya pada Daniel esok hari. "Mungkin memang sudah jalannya, ini yang terbaik, Andrea, yang terbaik," bisik Andrea untuk menghibur dirinya sendiri. Sesungguhnya Andrea ingin keluar saat semuanya selesai, tetapi perkataan Daniel tadi siang membuatnya sadar. Seberapa lamanya Andrea berada di sisi Daniel untuk membantunya, pada akhirnya ia memang harus meninggalkannya. Saat ini, atau nanti, tidak menjadi masalah. "Tok..., tok...,tok...," pintu kamar Andrea berbunyi. "Masuk," kata Andrea mempersilahkan bapak untuk masuk kamarnya. "Dea, Bapak bikinin teh hangat untuk kamu," kata Bapak sambil menaruh segelas teh di atas meja
Menjadi anak salah satu konglomerat Indonesia, bukanlah keinginan Selena Audrey Soeryaatmadja. Kehidupan jetset dengan segala kemewahan serta barang-barang branded dengan harga selangit bukan sesuatu yang disukainya. "Untuk apa memiliki sesuatu yang begitu mahal hingga menjadi penjara untuk diri sendiri. Lihatlah ibu-ibu pejabat yang lebih memilih basah kehujanan demi menjaga agar tas mahal mereka tidak kena air," itulah kata-kata candaan yang selalu ada dalam pikirannya. Hampir semua orang mengagumi apa yang dimiliknya, tetapi tidak dengan Selena. Baginya, harta itu hanya pelengkap, yang terpenting adalah menjaga dan membahagiakan ayahnya.Semenjak mama pergi meninggalkan mereka, Selena hanya tinggal berdua dengan Papa. Ayahnya, Poetra Soeryaatmadja adalah satu-satunya pewaris Grup Soerya, yang bergerak di bidang obat-obatan. Pabrik obat dengan ribuan karyawan, membawanya menjadi salah satu dari 20 orang terkaya di Indonesia. Hampir seluruh rumah sakit di Indonesia menggunakan produ
"Kamera siap, 5...4...3...2...1..."Tangan seorang kru memberikan aba-aba sebagai tanda kamera mulai menyala dan acara sedang di tayangkan secara live ke seluruh Indonesia."Demikianlah pemirsa, kabar yang dapat kami sampaikan pada hari ini, saya, Selena Audrey beserta seluruh kru dari Morning News pamit undur diri dan selamat beraktifitas."" 3...2...1...Off..."Dan semua kru mulai bertepuk tangan, menandakan kalau acara berita pagi hari ini telah usai."Mbak Selena, ini materi dari anak-anak untuk Midnight News nanti malam," kata Rahayu sambil mengantarkan berkas draft materi pada Selena. "Oh, satu lagi, tadi Pak Dimas tanya, apa Mbak Selena yakin, nanti malam bisa? Mbak Selena kan baru saja berduka.""Jangan khawatir Ayu, saya bisa kok," jawab Selena sambil membaca draft yang baru saja diberika asistennya itu. "O ya, apa Pak Dimitri sudah ada di ruangannya?" tanyanya lagi."Ada Mbak. Cuma..., mungkin moodnya hari ini kurang begitu baik.""Oh, baiklah, terima kasih," kata Selena samb
Seperti biasa, Raymond memulai harinya dengan secangkir susu coklat hangat. Salah satu hal yang paling dirindukannya ketika kembali ke Jakarta. Ketika berada di daerah terpencil atau bahkan di tengah hutan belantara, minuman seperti ini hanya sebatas persediaan. Jika persediaan habis, Raymond dan kru Wildlife Adventure hanya dapat menikmati minuman hangat seperti ini dalam imajinasi masing-masing. Tetapi di Jakarta, kapan saja dia mau, susu coklat hangat selalu tersedia dimana saja.Tidak terasa, sudah lima tahun Raymond menjadi pembawa acara Wildlive Adventure, dan siapa dapat menyangka kalau seorang mantan anak jalanan bisa mendapatkan pekerjaan prestisius di kantor ini. Dari seorang Raymond Bintang, seorang kru pengangkat peralatan shooting, hingga menjadi Ray Rimba host tampan dan gagah idaman para wanita.Dengan bermodal wajah proporsional nyaris sempurna dan badan tegap berotot hasil kerja kerasnya mengangkut peralatan shooting yang berat-berat, Raymond bahkan bisa mendapat peke
"Raymond mana?" tanya Dimitri dengannada tinggi ketika Sonia masuk ke dalam ruangan rapat."Tadi habis bantu pemotretan untuk B Blog, Pak. Mungkin sebentar lagi ke sini," jawab Sonia."Coba telepon!" perintah Dimitri."Baik, Pak. Saya akan coba hubungi," jawab Sonia sambil mengeluarkan telepon genggamnya.Selena sudah berada di dalam ruang rapat bersama Dimitri sejak tadi. Tidak seperti wajah Dimitri yang tampak penuh amarah, wajah Selena terlihat pucat pasi hampir menyerupai mayat hidup. Sakit kepalanya sudah hampir tidak tertahan lagi. Sesungguhnya Selena berniat untuk beristirahat di dalam kantor pribadinya siang ini, tetapi dia tidak bisa menolak ketika Dimitri sendiri yang memintanya untuk menghadiri rapat ini.Sesunggunya ia bisa saja menolak, tapi masalahnya, bukanlah seorang Selena Audrey jika ia tidak memaksakan dirinya untuk bekerja keras. Selena selalu bertanggung jawab atas semua pekerjaanya. Selena juga tidak berniat untuk mencari-cari alasan dan tampak lemah dan rapuh di
Tidak ada yang senang jika harus berbicara dengan Dimitri, bagi Sonia dan Raymond orang itu tidak pernah bisa diajak bicara baik-baik. Tetapi bagi Selena, Dimitri adalah cinta pertamanya. Sejak kecil mereka berdua cukup akrab, terutama pada pertemuan-pertemuan bisnis kedua orang tuanya.Walaupun Selena sempat berpacaran dengan banyak pria lain. Akan tetapi, semenjak kuliah di Amerika, Dimitri bukan hanya kakak kelas yang baik, tapi juga sahabat curahan hati Selena. Itulah mengapa ketika Dimitri mintanya untuk menjadi kekasihnya, tanpa berpikir panjang, Selena segera menerimanya.Selena sudah terbiasa mendampingi Dimitri, ia tahu bahwa terkadang kekasihnya bukanlah pria yang sempurna. Selena juga tahu, dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk memperbaiki watak temperamental kekasihnya itu. Selena hanya bisa membantu sebisa yang dia mampu, untuk menutupi dan memperbaiki kesalahan Dimitri dari belakang. Dan itu akan selalu dilakukannya, termasuk hari ini.Setelah rapat selesai, Selena seger
Selena segera berlari. Ia tidak ingin semua orang melihatnya dalam kondisi seperti ini. Lemah, pucat, dan berlumuran air mata. Hanya ada satu tempat di gedung ini yang hampir tidak pernah dikunjungi orang, lantai yang paling nyaman untuk berpikir, yaitu lantai atap, rooftop. Biasanya Selena hanya kemari jika ia membutuhkan udara segar, dan hanya sekedar melihat matahari sore. Tetapi matahari sore ini bukan yang paling indah dalam hidup Selena. Karena betapa terangnya cahaya orange matahari bersinar, hatinya tidak sanggup menyembunyikan perasaan sedihnya, dadanya terasa sesak dan air matanya mengalir deras.Bagaimana mungkin Selena bisa melupakan wajah perempuan itu? Perempuan yang melahirkannya dan juga meninggalkannya dengan menorehkan begitu banyak luka. Mengapa baru sekarang mama mencarinya? Selama 24 tahun hidupnya, mama tidak pernah sekalipun menemuinya. Mengapa harus sekarang?Ketika Selena berumur 3 tahun, mama membawa Selena pergi dari rumah dan ketika Papa datang menjemput, Se
Hari-hari telah berlalu, sejak Mama mencari Selena setelah sekian lama menghilang. Dan kini segalanya sudah berjalan seperti hari-hari normal bagi Selena. Wanita yang selalu mencarinya, masih datang sesekali waktu. Akan tetapi bukan Selena jika tidak pandai menghindar. Dengan bantuan Dimitri, kini pihak keamanan tidak akan pernah membiarkan wanita itu masuk ke dalam gedung, walau hanya sekedar menunggu di dalam lobby. Akan tetapi, sekeras apapun usaha pengusiran dari security, wanita itu tetap datang meski harus menunggu di luar gedung.Begitu giginya perempuan itu, hingga membuat Raymond menemani wanita paruh baya itu untuk sekedar mengobrol. Itu juga jika ia sedang berada di Jakarta. Hingga pada suatu hari keluarlah surat larangan untuk seluruh karyawan In One TV untuk berhubungan dengan wanita tersebut. Hanya berbicara, atau memberikan bantuan, akan menerima sanksi yang cukup keras."Apa susahnya sih bagi Selena untuk menemui wanita itu? Paling juga tante itu cuma mau ngomong sebent