Share

Wanita itu?

Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉

"Mas! Sekarang di sekolah Kaila ada pertemuan wali murid. Kamu cepat datang ke sini, ya." 

Sesegera mungkin aku menelpon Mas Sa'dan, tak peduli dia mau beralasan meeting atau lainnya. Padahal kuyakin meeting itu hanya caranya untuk lolos dari tuntutanku. 

"Adduh, Ren. Kenapa baru bilang? Aku juga sudah bilang kan pagi tadi, aku ada meeting dengan klien penting." 

"Tapi, Mas ..." 

Mas Sa'dan mematikan sambungan telfonnya. 

"Kelewatan kamu, Mas." 

Wali murid sudah berdatangan, teman-teman Kaila didampingi kedua orang tuanya. Kaila pasti sangat sedih jika mendengar ayahnya tidak datang. Padahal semalem aku mendapat pemberitahuan bahwa Kaila akan maju menerima hadiah. Dia sangat menginginkan bisa didampingi ayahnya. 

"Bun... Ayah mau ke sini kan, Bun? Ayah sudah di jalan, kan?" 

"Kaila, Sayang. Nanti ditemani Bunda dulu, ya." 

"Aku maunya ayah, Bun. Teman-temanku ayahnya katanya bisa ijin kenapa ayah tetap masuk?" 

Kaila membuang muka dariku. Semarah-marahnya dia pasti tak akan lama. Aku menuntunnya menuju ruang acara. 

[Dew... Mas Sa'dan sudah di kantor, kan?]

Beberapa menit kemudian chat tersebut baru bisa berbalas. 

[Iya, Ren. Maaf, ya belum bisa menemukan bukti apa-apa, atau mungkin kamu ada ciri-ciri wanitanya?]

[Iya, Dew. Gak papa. Aku juga lagi berusaha mencari, tapi semakin hari Mas Sa'dan semakin keterlaluan. Yasudah, kamu lanjut kerja saja, maaf ya aku sudah ganggu.]

[Gak ganggu kok, Ren. Kalau ada apa-apa kamu boleh langsung kabari aku, aku ada untukmu, Ren.]

Aku tersenyum membaca chat Dewi. Merasa beruntung punya teman seperti dia. Acara demi acara sudah dilalui. Kaila pucat mungkin karena sedih dan terlalu kepikiran atas ketidak hadiran ayahnya. 

"Sayang, tuh ada ice cream, Kaila mau?" 

Dia hanya memberi isyarat dengan menggelengkan kepalanya. Pasti dia sangat kecewa. 

"Oiya, Kaila kan sudah berhasil dapat piala nih, Kaila mau jalan-jalan?" 

"Sama ayah juga, Bun?" Sontak dia menjawab dengan wajah sumringah. 

"Mm tapi kalau ayah belum bisa, kita jalan berdua dulu, ya." 

Wajahnya kembali berubah layu. Anak seumuran dia tentu masih sangat suka dimanja oleh kedua orang tuanya, terlebih lagi didampingi. Karena Kaila mood Kaila menurun maka kami hanya memutuskan untuk pulang. 

***

Aku ingin sekali rasanya sehari saja bisa menyelidiki Mas Sa'dan dan mengikuti ke mana pun dia pergi. Bagaimana dengan Kaila. Tak mungkin jika aku nekad sembari mengajaknya. 

[Dew... Kamu bisa tolong cek Mas Sa'dan sebentar? Ada di ruangannya apa tidak?]

Kling... (Satu pesan masuk)

Pesan itu berupa foto Mas Sa'dan sedang sibuk dengan beberapa berkas di depannya. Aku bernapas lega dengan mengelus dada. 

Dret... Dret... Panggilan masuk dari Mas Sa'dan. 

"Panjang umur kamu, Mas. Baruu aja kutanyain." 

"Ren. Hari ini Mamaku mau ke situ. Kamu sambut, ya. Jangan sampai kamu buat kecewa." 

"Sekarang, Mas?" 

"Iya. Sekarang." 

Nada bicara Mas Sa'dan juga banyak berubah. Dia lebih banyak memakai nada tinggi sekarang.

  

"Baik, Mas."

Dia menutup telepon. 

"Suaramu mulai meninggi, ya, Mas. Kamu lupa? Perusahaan itu milik siapa? Bahkan kamu datang ke sini tidak membawa apa-apa. Dan sekarang, kamu malah songong." 

Kurapikan seluruh ruangan. Tidak boleh ada yang berantakan. 

***

Ting nung... Ting nung... Bell pun berbunyi. Aku yakin itu Mama Mas Sa'dan. 

"Assalamu'alaikum." 

Kuraih tangan Mama mertuaku dan meyalaminya. Dia membalas dengan memelukku. 

"Rena... Kamu apa kabar?" 

"Alhamdulillah, Ma. Rena baik. Mama gimana?" 

"Seperti yang kamu lihat." 

Sejak Aku menikah dengan Mas Sa'dan. Belum pernah Mama berkata kasar padaku, bahkan belum pernah memakai nada tinggi seperti yang dipakai Mas Sa'dan akhir-akhir ini. 

"Silakan masuk, Ma. Mama mau Rena buatin apa? Mau yang dingin atau hangat, Ma?" 

"Sudah, jangan repot-repot. Mama bisa cari sendiri nanti. Mana cucu kesayangan Mama?" 

"Oh, ada, Ma." 

"Omaaaa..." 

Kaila lari berhamburan menghampiri Mama mertuaku. Sebenarnya dia sudah lama mengadu kangen sama Omanya. Tapi Mas Sa'dan selalu saja beralasan saat kuajak menemui Mama. 

"Mmm kangan Oma, ya?" 

"Iya, Oma. Kangen banget. Tapi Ayah tidak pernah mau diajak ke sana." 

"Mmm kenapa?" 

"Ayah sibuk." 

Kaila melipat kedua lengan tangannya. Bibirnya mengerucut. 

"Emm.. Kasihan cucu Oma. Gak papa, nanti kita ajak ayah jalan-jalan, ya." 

"Beneran, Oma?" 

"Iya, Sayang." 

"Oma... Oma... Main, yuk." 

Kaila adalah cucu pertama Mama, apapun yang dimintanya pasti selalu dipenuhi. 

Aku pun menghubungi Mas Sa'dan. 

[Mas, Pulang! Mama sudah datang.]

Chatku cuma berbalas centang biru. 

Aku beralih pada chat Dewi. 

[Dew. Mas Sa'dan masih diruang meeting?" 

[Sekarang gak ada jadwal meeting kayaknya, Ren. Emang kenapa?]

[Ouh, gak ada, ya. Yasudah, makasih, ya.]

"Terus saja meeting kamu jadikah alasan, Mas. Mama ada di sini, bukannya kamu tidak berdaya di depan Mama? Mama punya penyakit jantung, gimana jika Mama sampai mengetahui kelakuan bejat putranya?" 

***

"Mas! Aku ingin bicara, tolong jawab dengan jujur."

"Mau bicara apa sih, Ren? Pasti mau marah karena aku tidak hadir tadi pagi? Sudah aku bilang kan aku meet..." 

Mas Sa'dan tertidur. Padahal Aku ingin semua segera jelas, sebelum terjadi kesalahan semakin berlarut-larut. 

"Huft, baiklah. Mungkin besok, Mas. Semoga mimpi indah sebelum hadirnya mimpi burukmu." 

Kling... 

Kiriman foto dari Dewi. Kuamati foto itu lekat-lekat. Wajahnya tak asing. Tapi siapa? 

"Matanya?" 

Kuputar memori otakku. 

"Kenapa matanya mirip sekali mata Dewi?" 

[Foto siapa ini, Dew?]

Aku dapat dari temen kantor kalau pernah pergoki Pak Sa'dan makan siang di cafe bareng dia. 

[Ouh. Iya Dew. Makasih, ya. Kalau ada Aku ingin foto mereka pas berduaan.]

[Oke]

"Kali ini sudah ada Mama, Mas. Kaila tidak sendiri lagi. Maka untuk membuntutimu bukan lagi hal sulit bagiku, besok kita akan mulai, Mas permainan yang sesungguhnya."

"Aku harus pekerjakan pembantu, iya, pembantu. Jadi Aku bisa leluasa mencari bukti pengkhianatan Mas Sa'dan. Kupastikan sebentar lagi kamu mati kutu, Mas." 

"Pembantu?" 

Mas Sa'dan kebingungan, mungkin dia merasa tak aman lagi untuk bisa menemui gundiknya. Aku sudah mengurus semuanya, bahkan tugas-tugasnya. Kini tinggal diri ini mengatur siasatku sendiri.  

"Aku tak sepolos yang kamu pikir, Mas," gumamku dalam hati. 

"Eum, iya, Mas. Kita pakai pembantu, ya. Biar bisa lebih banyak waktu buat Kaila dan Mama." 

Terpancar raut aneh dari wajah Mas Sa'dan. Namun dia mengalihkan dengan meraih roti dan mengoleskan coklat di atasnya. Pagi ini Aku berniat mulai menjalankan misiku sendiri. Tak enak juga jika Aku selalu harus melibatkan Dewi. 

"Oma... Oma... Aku ke sekolahnya bareng Oma, ya." 


Jangan lupa krisannya, ya, Bun, Kak, dan semuaaanyaaa...  Like and komennya juga, oke😉  Butuh banget saran karena masih pemula dan amatiran😍😉Jangan sungkan buat berkomentar, ya. InsyaAllah diterima dengan lapang😍

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status