Share

6. Tahanan

Rin membuka mata perlahan saat dirinya merasakan percikan air yang membasahi wajahnya.

Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang nampak asing dengan wajah linglung.

"Gadis ini sudah bangun, Bos!" pekik seorang pria bertubuh kekar hingga membuat Rin tersentak kaget.

Seorang pria berjalan mendekat ke arah Rin dan menatap nanar ke arah gadis yang pernah ditemuinya itu.

Sama seperti Ron yang masih tak menyangka saat bertemu kembali dengan Rin, gadis itu pun ikut menampakkan wajah bingung sekaligus terkejut saat dirinya bertemu pandang dengan sosok pria yang dijumpainya beberapa hari yang lalu di kampus.

Rin mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, namun sayangnya gadis itu sudah terlilit dengan tali yang membuat Rin tak dapat bergerak bebas.

"Aku melihatmu sebelumnya di kampus! Kau ... Malveron? Bisa kau berikan penjelasan yang masuk akal atas tindakanmu padaku?" ketus Rin sembari melotot ke arah pria berwajah dingin itu.

"Penjelasan? Kau berani menuntut penjelasan dariku? Seharusnya aku yang menuntut penjelasan darimu! Apa kau terlibat dalam pembunuhan calon istriku? Apa kau bersekongkol dengan pembunuh itu?!" pekik Ron tak dapat mengendalikan amarahnya saat dirinya teringat dengan kejadian naas yang menimpa Lilian beberapa hari yang lalu.

Pria yang sebentar lagi akan menikah itu, justru kehilangan sang calon istri dan menyaksikan sendiri saat wanita yang dicintainya meregang nyawa.

"P-pembunuhan apa? Aku hanya mahasiswi biasa—"

Brak!

Ron menendang kursi yang berada tak jauh darinya, hingga bangku itu terpental ke arah tembok ruangan tempat dirinya menyekap Rin.

Tubuh Rin langsung bergetar hebat dan air mata mengucur begitu saja membasahi wajah Rin tanpa peringatan.

"Aku membawamu kemari bukan untuk mendengarkan ocehan omong kosong darimu! Katakan padaku di mana pembunuh itu?!" teriak Ron tepat di depan wajah Rin.

"Aku benar-benar tidak tahu apa maksudmu—"

Prang!

Kali ini Ron melempar vas kecil yang tergeletak di atas meja dan melemparnya ke arah kaca besar yang tersandar di tembok.

Rin makin gemetar ketakutan dan tangis sesenggukan pun tak terhindarkan lagi. "Aku tidak tahu apa maksudmu! Tolong lepaskan aku!" pinta Rin dengan air mata mengucur deras.

"Melepaskan? Aku tidak akan melepaskanmu sebelum aku berhasil menemukan pembunuh itu!" sentak Ron.

"Pembunuh siapa yang kau maksud? Aku tidak mengerti—"

"Siapa lagi kalau bukan pria brengsek bernama Ren!" potong Ron cepat.

Deg!

Jantung Rin langsung berpacu kencang begitu ia mendengar nama sang kakak disebut.

"Apa ini alasan Ren tidak pulang selama beberapa hari ini? Apa dia benar-benar terlibat masalah? Apa dia ... benar-benar seorang pembunuh seperti yang dikatakan oleh orang ini?" batin Rin berkecamuk.

"Aku akan melepaskanmu setelah aku mencincang pria itu! Bertahanlah, Nona! Aku akan membalas pria itu dengan cara yang lebih menyakitkan!" tukas Ron penuh dendam.

"Kakakku bukan pembunuh! Kau pasti salah orang!" pekik Rin mencoba menyangkal tuduhan Ron.

"Dia memang pembunuh! Dan dia sudah membunuh calon istriku di depan mataku sendiri! Kau masih berharap aku akan melepaskanmu! Berdoa saja aku tidak akan melemparmu ke jurang besok pagi!" ancam Ron.

"Ren bukan pembunuh! Kakakku bukan pembunuh—"

"Diam!" hardik Ron mulai kehilangan kesabaran.

"Kau benar-benar tidak tahu apapun mengenai pria yang kau panggil dengan sebutan kakak?" sinis Ron.

"Pasti ada kesalahpahaman di sini. Aku akan membantumu mencari kakakku. Aku yakin kakakku tidak mungkin melakukan hal itu!" bujuk Rin mencoba menjelaskan.

Namun, apapun yang dikatakan oleh gadis itu, tentu tak akan mengubah pemikiran Ron sedikitpun.

Hal yang ada di pikirannya saat ini hanyalah bagaimana caranya ia bisa menemukan Ren dan memotong-motong tubuh pria sial itu untuk membalaskan kematian Lilian.

"Kakakmu memang hanya kaki tangan! Aku tidak mengenal kakakmu dan aku yakin ada orang di sekitarku di balik kematian Lilian! Tapi pria brengsek itu tetap harus bertanggungjawab atas kematian calon istriku!" sergah Ren dengan sorot mata penuh amarah.

"Maaf, sudah membuatmu bernasib sial! Tapi pria itu juga harus merasakan rasa sakit yang setimpal!" imbuhnya sembari mengambil pisau kecil di sakunya.

"Kira-kira bagaimana reaksi kakakmu nanti jika melihat wajah cantik adiknya yang sudah rusak karena sayatan pisau?" lanjut Ron seraya mengarahkan pisau ke wajah mulus Rin.

"A-apa yang ingin kau lakukan?" tanya Rin dengan suara bergetar.

"Pilihlah! Kau ingin menerima sayatan di wajah, atau di organ dalam perutmu?" bisik Ron membuat Rin bergidik ngeri.

Gadis itu hanya bisa menutup mata tanpa bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan diri. "Apa yang sudah kau lakukan, Ren! Aku akan menghajarmu karena sudah melibatkanku dalam kesialan ini!" jerit Rin dalam hati.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status