Share

6. Tahanan

Author: KINOSANN
last update Huling Na-update: 2022-05-17 22:10:44

Rin membuka mata perlahan saat dirinya merasakan percikan air yang membasahi wajahnya.

Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang nampak asing dengan wajah linglung.

"Gadis ini sudah bangun, Bos!" pekik seorang pria bertubuh kekar hingga membuat Rin tersentak kaget.

Seorang pria berjalan mendekat ke arah Rin dan menatap nanar ke arah gadis yang pernah ditemuinya itu.

Sama seperti Ron yang masih tak menyangka saat bertemu kembali dengan Rin, gadis itu pun ikut menampakkan wajah bingung sekaligus terkejut saat dirinya bertemu pandang dengan sosok pria yang dijumpainya beberapa hari yang lalu di kampus.

Rin mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, namun sayangnya gadis itu sudah terlilit dengan tali yang membuat Rin tak dapat bergerak bebas.

"Aku melihatmu sebelumnya di kampus! Kau ... Malveron? Bisa kau berikan penjelasan yang masuk akal atas tindakanmu padaku?" ketus Rin sembari melotot ke arah pria berwajah dingin itu.

"Penjelasan? Kau berani menuntut penjelasan dariku? Seharusnya aku yang menuntut penjelasan darimu! Apa kau terlibat dalam pembunuhan calon istriku? Apa kau bersekongkol dengan pembunuh itu?!" pekik Ron tak dapat mengendalikan amarahnya saat dirinya teringat dengan kejadian naas yang menimpa Lilian beberapa hari yang lalu.

Pria yang sebentar lagi akan menikah itu, justru kehilangan sang calon istri dan menyaksikan sendiri saat wanita yang dicintainya meregang nyawa.

"P-pembunuhan apa? Aku hanya mahasiswi biasa—"

Brak!

Ron menendang kursi yang berada tak jauh darinya, hingga bangku itu terpental ke arah tembok ruangan tempat dirinya menyekap Rin.

Tubuh Rin langsung bergetar hebat dan air mata mengucur begitu saja membasahi wajah Rin tanpa peringatan.

"Aku membawamu kemari bukan untuk mendengarkan ocehan omong kosong darimu! Katakan padaku di mana pembunuh itu?!" teriak Ron tepat di depan wajah Rin.

"Aku benar-benar tidak tahu apa maksudmu—"

Prang!

Kali ini Ron melempar vas kecil yang tergeletak di atas meja dan melemparnya ke arah kaca besar yang tersandar di tembok.

Rin makin gemetar ketakutan dan tangis sesenggukan pun tak terhindarkan lagi. "Aku tidak tahu apa maksudmu! Tolong lepaskan aku!" pinta Rin dengan air mata mengucur deras.

"Melepaskan? Aku tidak akan melepaskanmu sebelum aku berhasil menemukan pembunuh itu!" sentak Ron.

"Pembunuh siapa yang kau maksud? Aku tidak mengerti—"

"Siapa lagi kalau bukan pria brengsek bernama Ren!" potong Ron cepat.

Deg!

Jantung Rin langsung berpacu kencang begitu ia mendengar nama sang kakak disebut.

"Apa ini alasan Ren tidak pulang selama beberapa hari ini? Apa dia benar-benar terlibat masalah? Apa dia ... benar-benar seorang pembunuh seperti yang dikatakan oleh orang ini?" batin Rin berkecamuk.

"Aku akan melepaskanmu setelah aku mencincang pria itu! Bertahanlah, Nona! Aku akan membalas pria itu dengan cara yang lebih menyakitkan!" tukas Ron penuh dendam.

"Kakakku bukan pembunuh! Kau pasti salah orang!" pekik Rin mencoba menyangkal tuduhan Ron.

"Dia memang pembunuh! Dan dia sudah membunuh calon istriku di depan mataku sendiri! Kau masih berharap aku akan melepaskanmu! Berdoa saja aku tidak akan melemparmu ke jurang besok pagi!" ancam Ron.

"Ren bukan pembunuh! Kakakku bukan pembunuh—"

"Diam!" hardik Ron mulai kehilangan kesabaran.

"Kau benar-benar tidak tahu apapun mengenai pria yang kau panggil dengan sebutan kakak?" sinis Ron.

"Pasti ada kesalahpahaman di sini. Aku akan membantumu mencari kakakku. Aku yakin kakakku tidak mungkin melakukan hal itu!" bujuk Rin mencoba menjelaskan.

Namun, apapun yang dikatakan oleh gadis itu, tentu tak akan mengubah pemikiran Ron sedikitpun.

Hal yang ada di pikirannya saat ini hanyalah bagaimana caranya ia bisa menemukan Ren dan memotong-motong tubuh pria sial itu untuk membalaskan kematian Lilian.

"Kakakmu memang hanya kaki tangan! Aku tidak mengenal kakakmu dan aku yakin ada orang di sekitarku di balik kematian Lilian! Tapi pria brengsek itu tetap harus bertanggungjawab atas kematian calon istriku!" sergah Ren dengan sorot mata penuh amarah.

"Maaf, sudah membuatmu bernasib sial! Tapi pria itu juga harus merasakan rasa sakit yang setimpal!" imbuhnya sembari mengambil pisau kecil di sakunya.

"Kira-kira bagaimana reaksi kakakmu nanti jika melihat wajah cantik adiknya yang sudah rusak karena sayatan pisau?" lanjut Ron seraya mengarahkan pisau ke wajah mulus Rin.

"A-apa yang ingin kau lakukan?" tanya Rin dengan suara bergetar.

"Pilihlah! Kau ingin menerima sayatan di wajah, atau di organ dalam perutmu?" bisik Ron membuat Rin bergidik ngeri.

Gadis itu hanya bisa menutup mata tanpa bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan diri. "Apa yang sudah kau lakukan, Ren! Aku akan menghajarmu karena sudah melibatkanku dalam kesialan ini!" jerit Rin dalam hati.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PENJARA HATI MAFIA   64. Kecurigaan yang menumpuk

    "Kami sudah mencari gadis yang ada di foto itu, tapi kami tidak menemukan satu pun gadis yang mirip, Bos!" ujar anak buah kiriman Han pada Han yang tengah menunggu kabar.Pria yang tadinya yakin dapat menculik Rin itu, justru harus dibuat kesal, karena target yang ia kejar ternyata berhasil melarikan diri sebelum ia mulai mengejar. "Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada perubahan jadwal penerbangan? Atau mereka menggunakan maskapai lain?" tanya Han bingung.Han berhasil dibuat kesal karena rencananya yang gagal total. Para anak buahnya nampak sibuk mencari keberadaan Rin, disaat Rin dan Ron telah lama meninggalkan bandara dan menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Han."CARI LAGI SAMPAI KETEMU! Aku yakin mereka ada di dalam pesawat!" titah Han.Pria itu langsung membanting ponsel dan mengamuk di dalam mobil begitu target yang ia kejar ternyata dapat meloloskan diri dengan mudah."Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Rin dan Ron bisa menghilang?" gumam Han dibuat bingung.Seme

  • PENJARA HATI MAFIA   63. Antisipasi

    “Sudah siap?” tanya Ron pada Rin yang tengah menyeret koper keluar dari kamarnya. Setelah berminggu-minggu tinggal bersama Ron di Roma, Rin mulai terbiasa dan mulai tak rela meninggalkan kota tempatnya berlibur itu.“Aku sudah siap!” cetus Rin dengan wajah lesu.Ron menangkap dengan jelas wajah muram Rin, kemudian mengacak gemas rambut panjang gadis cantik itu. “Aku akan mengajakmu kembali lagi kemari nanti. Aku janji!” hibur Ron pada Rin yang terlihat jelas sekali, tidak rela meninggalkan tempat liburan mereka.“Siapa juga yang ingin kembali kemari bersamamu? Aku bisa kembali ke sini sendiri,” timpal Rin sinis.“Memangnya kau punya uang?” cibir Ron begitu menohok pada gadis miskin yang memang tidak memiliki banyak uang itu.Ron merebut koper yang diseret oleh Rin, dan mengajak gadis itu pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati. Bersama dengan taksi yang mereka tumpangi, Ron dan Rin memulai perjalanan mereka untuk pulang ke negara asal. Kedua orang itu pulang dengan wajah tenang,

  • PENJARA HATI MAFIA   62. Bukan beban

    “Tempat apa ini?” gumam Rin begitu ia dan Ron tiba di sebuah taman kecil yang berada di pusat kota. Ron tidak berencana melakukan banyak hal untuk hari terakhir liburannya bersama dengan Rin. Pria itu hanya ingin mengajak Rin menikmati kencan ringan dengan bersepeda dan berolahraga bersama di taman.“Kuburan!” celetuk Ron dongkol mendengar pertanyaan tidak penting dari Rin.“Ah, kau berencana untuk menguburku hidup-hidup di sini?” sergah Rin dengan wajah masam.“Benar! Aku akan menggali makam untukmu!” tukas Ron sembari menyeret Rin untuk berlari bersama dengan dirinya mengelilingi taman kecil itu. Ron mengambil sepeda yang disewakan di taman, sementara Rin harus berlari dengan susah payah mengejar Ron, karena Ron tidak begitu tega menaiki sepeda seorang diri, tanpa mengajaknya.“Ron, aku juga ingin sepeda!” rengek Rin sembari menyeka keringat yang bercucuran di dahiny.“Kejar aku dulu kalau bisa! Kau terlalu kurus dan lembek, Rin! Sebaiknya kau lebih rajin berolahraga!” cibir Ron den

  • PENJARA HATI MAFIA   61. Musuh dalam selimut

    Ren nampak tengah berguling-guling di ranjang hotel dengan santainya tanpa melakukan banyak hal. Pria itu masih diperlakukan seperti raja untuk sementara waktu, sampai Ren tidak akan lagi berguna. Ren masih belum memikirkan rencana lain untuk ke depannya. Pikiran pria itu masih dipenuhi dengan kecemasan mengenai Rin yang kini masih berada di luar negeri bersama Ron.“Apa sebaiknya aku menghubungi Rin saja? Mereka masih akan menargetkan Rin atau tidak, ya?” gumam Ren tenggelam dalam pikiranya sendiri dan membuat pria itu tak dapat tidur nyenyak.Akhirnya, Ren pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel sejenak sembari mengirup udara segar. “Rin pasti juga sedang menginap di hotel mewah sekarang, kan? Bukan aku saja yang tengah menikmati ranjang empuk di sini, kan?” oceh Ren sedikit merasa bersalah pada adiknya yang entah sekarang dapat beristirahat dengan nyenyak atau tidak.Pria itu berjalan di lorong hotel dengan langkah gontai dan tanpa sengaja berpapasan dengan salah seora

  • PENJARA HATI MAFIA   60. Kelemahan

    "Sebelum kita pulang ... bagaimana kalau kita pergi berlibur bersama? Berkeliling kota untuk yang terakhir mungkin?" ajak Ron ragu-ragu pada Rin.Ron sudah membulatkan tekad akan pulang ke negara asal bersama dengan Rin. Pria itu sudah tak ingin lagi melarikan diri dari teror, dan akan berusaha menangkap dalang dari peneroran yang dialaminya selama ini."Berlibur?" tanya Rin dengan dahi berkerut."Em, anggap saja ini sebagai ... kenang-kenangan perjalanan pertama kita. Kita tidak bisa mengunjungi banyak tempat karena kau masih diganggu oleh peneror itu, kan?" cetus Ron. "Sekarang kau sudah tidak lagi diganggu oleh orang itu. Kau bisa menikmati waktu liburan kita sejenak dengan nyaman."Setidaknya Ron ingin memberikan kenangan yang berkesan bagi Rin di liburan pertama gadis itu di luar negeri. Ron juga ingin menjadi bagian dari ingatan yang menyenangkan bagi Rin selama mereka bisa menghabiskan waktu untuk bersama."Kapan kita akan pulang?" tanya Rin mengalihkan pembicaraan."Lusa mungk

  • PENJARA HATI MAFIA   59. Kecurigaan

    "Akhir-akhir ini kau terus melamun," tegur Ron pada Rin yang tengah duduk termenung seorang diri di bangku halaman rumah.Rin sontak menyadarkan diri dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Ron yang tengah memegang dua kaleng soda. "Minumlah! Kau sepertinya perlu menyegarkan pikiran," cetus Ron.Rin mengulas senyum tipis, kemudian menyambut minuman dingin yang diberikan oleh Ron. "Terima kasih!" ucap Rin."Apalagi yang kau cemaskan? Ada yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Ron menemani Rin berbincang di malam yang dingin itu.Rin meneguk minuman kaleng soda itu, kemudian mulai membuka suara. "Aku hanya merasa aneh saja. Pria itu tidak lagi menghubungiku. Dia tidak lagi membahas mengenai mengenai Ren dan informasi yang dia inginkan darimu. Aku takut ... terjadi sesuatu pada Ren," terang Rin dengan perasaan kalut."Ren sudah menghubungimu kemarin, kan? Dia baik-baik saja, kan?" tukas Ron."Memang benar kalau Ren baik-baik saja," ujar Rin. "Tapi tetap saja ... aku takut ada sesuatu yang t

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status