Beranda / Romansa / PENJARA HATI MAFIA / 7. Kandang singa

Share

7. Kandang singa

Penulis: KINOSANN
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-17 23:49:13

"K-kau benar-benar akan melukai gadis kecil yang tidak bersalah? Aku tidak mengenalmu! Aku tidak tahu apapun tentangmu! Aku tidak ada hubungannya sama sekali!" pekik Rin dengan tangis yang sudah pecah, memenuhi seluruh ruangan tempatnya disekap.

"Kalau begitu apa salah Lilian? Apa salah calon istriku? Calon istriku juga tidak memiliki kesalahan apapun pada kakakmu! Calon istriku juga tidak mengenal kakakmu! Tapi kenapa kakakmu seenaknya mengarah pistol padanya?!" amuk Ron dengan teriakan kencang yang begitu memekakkan telinga.

Ruangan itu kini dipenuhi dengan jeritan serta tangisan antara Rin dan juga Ron. Kedua orang itu sama-sama frustasi menghadapi keadaan yang membuat mereka terjepit dalam situasi membingungkan.

"Kau hanya butuh objek untuk disalahkan! Iya, kan? Kau hanya butuh pelampiasan, kan? Kau pikir aku mau menjadi pelampiasan kemarahanmu yang tidak jelas?" pekik Rin memberanikan diri meninggikan suara di hadapan Ron.

"Diam atau aku akan benar-benar mencabik-cabik isi perutmu dengan pisau ini!" hardik Ron.

"Kalian urus gadis kecil ini! Jangan beri dia makanan, sebelum dia merengek dan memohon meminta sebutir nasi!" titah Ron pada anak buahnya.

Pria itu keluar dari ruangan tempat Rin dikurung sembari membanting pintu dengan kencang untuk melampiaskan kekesalannya.

Ron menaiki tangga di sebuah kediaman mewah, kemudian masuk ke dalam sebuah kamar yang tak lain ialah kamar pengantin yang sudah ia siapkan untuk sang calon istri, Lilian.

Prang!

Lagi-lagi pria itu mengamuk tidak karuan dan membantingi banyak barang di dalam kamar yang dimasuki olehnya.

Ron bahkan tak peduli melihat punggung tangannya yang sudah berlumuran darah karena pecahan kaca yang berceceran di lantai ruangan tersebut.

"Ron!" Seorang wanita paruh baya yang mendengar suara keributan dari kamar Ron, bergegas menghampiri pria bertubuh jangkung itu, sebelum Ron mengobrak-abrik seluruh isi kamar.

"Apa yang kau lakukan, Nak?" pekik ibunda dari Ron, Nyonya Helena.

Istri Tuan Malvey itu terkejut bukan main saat mendapati ruangan yang ditempati oleh sang putra kesayangan sudah penuh dengan pecahan kaca yang berserakan.

"Ron! Tanganmu berdarah—"

"Biarkan saja!" Ron menepis tangan ibunya tanpa menoleh sedikitpun ke arah sang ibu.

Pria itu tak ingin ibu kesayangannya melihat wajahnya yang sudah basah karena air mata.

"Relakan kepergian Lilian, Ron! Jangan siksa dirimu seperti ini," bujuk Nyonya Helena ikut berlinang air mata melihat keadaan sang putra yang begitu hancur.

"Relakan apanya? Aku harus menerima situasi konyol ini begitu saja?" sinis Ron dengan senyum kecut.

"Kau harus tetap melanjutkan hidup, Ron! Lilian pasti juga akan sedih jika dia melihatmu hancur dalam keterpurukan seperti ini!"

"Semudah itu Ibu mengatakan padaku untuk melanjutkan hidup? Lilian adalah hidupku, Bu! Wanita yang kucintai meregang nyawa di hadapan mataku begitu saja dan aku tidak bisa melakukan apa-apa! Aku hanya pria bodoh yang tidak berguna! Untuk melindungi wanitaku saja, aku tidak bisa!" oceh Ron dibayang-bayangi oleh rasa bersalah yang amat sangat, karena kepergian wanita yang sangat ia cinta.

"Ini bukan salahmu, Ron! Kau tidak bisa mengendalikan takdir! Apapun yang kau lakukan, hasilnya akan tetap sama! Waktu Lilian di dunia memang sudah habis," bujuk Nyonya Helena pada sang putra untuk mencoba menerima kenyataan.

"Tidak! Ini bukan takdir! Ada orang yang harus bertanggungjawab atas kematian Lilian! Mereka yang telah merenggut Lilian dariku!"

Nyonya Helena makin tak tega melihat keadaan putranya. Wanita paruh baya itu memeluk erat putra semata wayangnya sembari menepuk-nepuk punggung Ron dengan lembut.

"Hal yang membuatmu terpuruk saat ini bukanlah kepergian Lilian, tapi rasa bersalah yang menumpuk di hatimu, kan?" tukas Nyonya Helena.

"Kau tidak salah, anakku! Jika ada orang yang harus disalahkan di dunia ini, maka bukan kau orangnya!" sambungnya.

"Aku tidak akan diam saja menerima kepergian Lilian! Aku akan memberi pelajaran setimpal pada semua orang yang sudah berani mengusik Lilian!" cetus Ron penuh dendam.

Sementara, di sudut kota yang jauh dari kediaman Malveron, nampak seorang pria paruh baya tengah duduk dengan gusar karena gagalnya rencana yang sudah ia buat untuk melukai Ron.

"Inilah kenapa kau tidak seharusnya mempekerjakan tikus jalanan! Lihat hasil perbuatan pembunuh bayaran payah itu! Bukannya berhasil membuat Ron tumbang, dia justru membuat Ron semakin garang dan sulit disentuh!" omel seorang pria paruh baya pada seorang pria yang tengah duduk sembari memainkan gelas minuman dengan tatapan kosong.

"Untuk sementara, sebaiknya kita tidak mengusik Ron! Jika sampai ketahuan kalau kita berhubungan dengan pembunuh bayaran yang membuat Lilian tewas, mungkin Ron juga akan mengincar kita!" ujar pria paruh baya bertopeng yang masih sibuk memainkan gelas.

"Lalu, apa rencana kita berikutnya?"

"Jangan mengusik singa yang sedang mengamuk, jika kau tidak ingin terkena cakarnya! Biarkan saja Ron mendapatkan semua proyek baru itu! Tapi lain kali, aku tidak akan membiarkannya menang!"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PENJARA HATI MAFIA   64. Kecurigaan yang menumpuk

    "Kami sudah mencari gadis yang ada di foto itu, tapi kami tidak menemukan satu pun gadis yang mirip, Bos!" ujar anak buah kiriman Han pada Han yang tengah menunggu kabar.Pria yang tadinya yakin dapat menculik Rin itu, justru harus dibuat kesal, karena target yang ia kejar ternyata berhasil melarikan diri sebelum ia mulai mengejar. "Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada perubahan jadwal penerbangan? Atau mereka menggunakan maskapai lain?" tanya Han bingung.Han berhasil dibuat kesal karena rencananya yang gagal total. Para anak buahnya nampak sibuk mencari keberadaan Rin, disaat Rin dan Ron telah lama meninggalkan bandara dan menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Han."CARI LAGI SAMPAI KETEMU! Aku yakin mereka ada di dalam pesawat!" titah Han.Pria itu langsung membanting ponsel dan mengamuk di dalam mobil begitu target yang ia kejar ternyata dapat meloloskan diri dengan mudah."Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Rin dan Ron bisa menghilang?" gumam Han dibuat bingung.Seme

  • PENJARA HATI MAFIA   63. Antisipasi

    “Sudah siap?” tanya Ron pada Rin yang tengah menyeret koper keluar dari kamarnya. Setelah berminggu-minggu tinggal bersama Ron di Roma, Rin mulai terbiasa dan mulai tak rela meninggalkan kota tempatnya berlibur itu.“Aku sudah siap!” cetus Rin dengan wajah lesu.Ron menangkap dengan jelas wajah muram Rin, kemudian mengacak gemas rambut panjang gadis cantik itu. “Aku akan mengajakmu kembali lagi kemari nanti. Aku janji!” hibur Ron pada Rin yang terlihat jelas sekali, tidak rela meninggalkan tempat liburan mereka.“Siapa juga yang ingin kembali kemari bersamamu? Aku bisa kembali ke sini sendiri,” timpal Rin sinis.“Memangnya kau punya uang?” cibir Ron begitu menohok pada gadis miskin yang memang tidak memiliki banyak uang itu.Ron merebut koper yang diseret oleh Rin, dan mengajak gadis itu pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati. Bersama dengan taksi yang mereka tumpangi, Ron dan Rin memulai perjalanan mereka untuk pulang ke negara asal. Kedua orang itu pulang dengan wajah tenang,

  • PENJARA HATI MAFIA   62. Bukan beban

    “Tempat apa ini?” gumam Rin begitu ia dan Ron tiba di sebuah taman kecil yang berada di pusat kota. Ron tidak berencana melakukan banyak hal untuk hari terakhir liburannya bersama dengan Rin. Pria itu hanya ingin mengajak Rin menikmati kencan ringan dengan bersepeda dan berolahraga bersama di taman.“Kuburan!” celetuk Ron dongkol mendengar pertanyaan tidak penting dari Rin.“Ah, kau berencana untuk menguburku hidup-hidup di sini?” sergah Rin dengan wajah masam.“Benar! Aku akan menggali makam untukmu!” tukas Ron sembari menyeret Rin untuk berlari bersama dengan dirinya mengelilingi taman kecil itu. Ron mengambil sepeda yang disewakan di taman, sementara Rin harus berlari dengan susah payah mengejar Ron, karena Ron tidak begitu tega menaiki sepeda seorang diri, tanpa mengajaknya.“Ron, aku juga ingin sepeda!” rengek Rin sembari menyeka keringat yang bercucuran di dahiny.“Kejar aku dulu kalau bisa! Kau terlalu kurus dan lembek, Rin! Sebaiknya kau lebih rajin berolahraga!” cibir Ron den

  • PENJARA HATI MAFIA   61. Musuh dalam selimut

    Ren nampak tengah berguling-guling di ranjang hotel dengan santainya tanpa melakukan banyak hal. Pria itu masih diperlakukan seperti raja untuk sementara waktu, sampai Ren tidak akan lagi berguna. Ren masih belum memikirkan rencana lain untuk ke depannya. Pikiran pria itu masih dipenuhi dengan kecemasan mengenai Rin yang kini masih berada di luar negeri bersama Ron.“Apa sebaiknya aku menghubungi Rin saja? Mereka masih akan menargetkan Rin atau tidak, ya?” gumam Ren tenggelam dalam pikiranya sendiri dan membuat pria itu tak dapat tidur nyenyak.Akhirnya, Ren pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel sejenak sembari mengirup udara segar. “Rin pasti juga sedang menginap di hotel mewah sekarang, kan? Bukan aku saja yang tengah menikmati ranjang empuk di sini, kan?” oceh Ren sedikit merasa bersalah pada adiknya yang entah sekarang dapat beristirahat dengan nyenyak atau tidak.Pria itu berjalan di lorong hotel dengan langkah gontai dan tanpa sengaja berpapasan dengan salah seora

  • PENJARA HATI MAFIA   60. Kelemahan

    "Sebelum kita pulang ... bagaimana kalau kita pergi berlibur bersama? Berkeliling kota untuk yang terakhir mungkin?" ajak Ron ragu-ragu pada Rin.Ron sudah membulatkan tekad akan pulang ke negara asal bersama dengan Rin. Pria itu sudah tak ingin lagi melarikan diri dari teror, dan akan berusaha menangkap dalang dari peneroran yang dialaminya selama ini."Berlibur?" tanya Rin dengan dahi berkerut."Em, anggap saja ini sebagai ... kenang-kenangan perjalanan pertama kita. Kita tidak bisa mengunjungi banyak tempat karena kau masih diganggu oleh peneror itu, kan?" cetus Ron. "Sekarang kau sudah tidak lagi diganggu oleh orang itu. Kau bisa menikmati waktu liburan kita sejenak dengan nyaman."Setidaknya Ron ingin memberikan kenangan yang berkesan bagi Rin di liburan pertama gadis itu di luar negeri. Ron juga ingin menjadi bagian dari ingatan yang menyenangkan bagi Rin selama mereka bisa menghabiskan waktu untuk bersama."Kapan kita akan pulang?" tanya Rin mengalihkan pembicaraan."Lusa mungk

  • PENJARA HATI MAFIA   59. Kecurigaan

    "Akhir-akhir ini kau terus melamun," tegur Ron pada Rin yang tengah duduk termenung seorang diri di bangku halaman rumah.Rin sontak menyadarkan diri dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Ron yang tengah memegang dua kaleng soda. "Minumlah! Kau sepertinya perlu menyegarkan pikiran," cetus Ron.Rin mengulas senyum tipis, kemudian menyambut minuman dingin yang diberikan oleh Ron. "Terima kasih!" ucap Rin."Apalagi yang kau cemaskan? Ada yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Ron menemani Rin berbincang di malam yang dingin itu.Rin meneguk minuman kaleng soda itu, kemudian mulai membuka suara. "Aku hanya merasa aneh saja. Pria itu tidak lagi menghubungiku. Dia tidak lagi membahas mengenai mengenai Ren dan informasi yang dia inginkan darimu. Aku takut ... terjadi sesuatu pada Ren," terang Rin dengan perasaan kalut."Ren sudah menghubungimu kemarin, kan? Dia baik-baik saja, kan?" tukas Ron."Memang benar kalau Ren baik-baik saja," ujar Rin. "Tapi tetap saja ... aku takut ada sesuatu yang t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status