Kaluna"Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar."Samar, aku mendengar suara Mas Langit. Lalu ia memelukku yang sedang berbaring."Mas takut terjadi sesuatu sama kamu, Luna. Alhamdulillah, kamu tidak apa-apa," ucapnya lagi, suaranya terdengar sangat khawatir."Tidak akan terjadi apapun kalau di sini ada aku," sahut Rayan sombong.Sungguh, kalau saja aku sudah sepenuhnya sadar dan badan ini sehat, aku akan langsung memberikannya pelajaran."Semuanya atas kasih sayang Allah, Rayan. Boleh kamu bercanda, tapi jangan keterlaluan," timpal Mas Langit membuatku gembira.Meksipun tidak memukul Rayan, setidaknya sudah mewakili aku untuk bicara begitu."Maksudnya itu, tadi hanya keceplosan," kilahnya.Akhirnya aku berhasil melihat dengan sempurna, tidak seperti tadi yang tidak terlihat jelas."Alhamdulillah, ada hikmah di balik kejadian sulit yang kamu alami tadi malam," ucap Rayan dengan nada suara yang sangat berbeda dengan tadi.Kalau tadi terdengar sangat angkuh, sekarang justru merendah, dan men
Alvaro"Bagaimana keadaan Bella, Dok?" tanyaku panik ketika melihat dokter keluar dari ruangan pemeriksaan."Atas doa tulus Bapak, Bu Bella baik-baik aja. Sekarang, Bapak boleh masuk untuk melihatnya," ujarnya.Aku mengembuskan napas lega ketika mendengarnya. Akhirnya mimpi buruk ini sudah selesai.Selama meninggalkan rumah, pikiranku tidak tenang. Tadi, aku terlalu berlebihan kepada Kaluna dan takut sudah menyakiti. Aku tidak mau perlakuanku yang tadi membuatnya semakin membenciku.Namun, ketika mengingat kalau dia sudah aku kunci di salah satu kamar yang tidak ada kunci cadangannya, aku sangat yakin dia tidak akan bisa keluar, dan setidaknya aku bisa sedikit lebih tenang.Aku sama sekali tidak ada niatan untuk melakukan Kaluna dengan seperti itu, aku melakukannya secara terpaksa karena ternyata anak Bu Rina yang sebenarnya bukanlah Kaluna, melainkan Bella.Bu Rina yang selama ini sudah memberikan aku modal secara diam-diam dan bari kali ini dia menunjukkan wajahnya secara terang-ter
AlvaroTiga puluh menit sudah berlalu, tapi aku hanya bisa maju sebentar-sebentar saja. Kemacetan di sini sungguh tidak seperti biasanya. Seperti yang sengaja diciptakan agar aku mengalami kesulitan.Karena aku tidak punya kesabaran untuk menunggu, aku meminta salah satu orangku untuk datang, dan membawa mobilku pulang. Sementara aku menaiki motor yang dibawanya dan mengendarainya dalam kecepatan tinggi agar bisa sampai di rumah dengan cepat.Hening.Itulah yang aku rasakan ketika membuka pintu gerbang. Karena ingin Kaluna tetap aman, aku bahkan meliburkan penjaga keamanan agar orang-orang menyangka di rumah tidak ada orang. Ditambah dokter gadungan yang ikut tinggal bersama Kaluna juga tidak tidak ada di sini.Setelah pintu rumah terbuka, aku baru sadar ada sesuatu yang beda. Yaitu jendelanya terbuka. Ada seseorang yang masuk, tapi siapa, dan kenapa dia melakukan itu?Ketika menyadari ada yang tidak beres, aku segera berlari ke kamar yang paling ujung. Tempat aku menyekapnya. Namun,
Kaluna"Dia tidak mau tanda tangan!" Rayan datang dengan wajah marah, tapi langsung mengubah ekspresinya ketika duduk di sampingku.Sebenarnya aku kecewa dengan hasil ini, tapi tidak apa. Aku bisa datang ke pengadilan dan menceritakan semuanya. Kalau selama tiga kali berturut-turut dia tidak datang, aku dan dia otomatis sudah berpisah.Tidak ada lagi yang perlu dipertahankan, kenangan pun tidak ada yang pantas untuk diingat."Tidak apa, kita masih punya banyak waktu." Aku berucap pelan. "Istirahatlah, kau kamu sudah lelah sejak kemarin malam."Aku tidak tahu apa jadinya kalau tidak ada Rayan dan Mas Langit. Bahkan di saat seperti ini aku malah tahu kalau wanita yang selama ini bersamaku bukan ibu kandungku, tapi Mas Langit dan Bella. Dalam artian Mas Langit adalah kakaknya Bella. Mereka satu ibu, sedangkan denganku satu ayah. Sungguh hubungan yang rumit."Mas tidak apa-apa membantuku?" tanyaku sambil menatap Mas Langit nanar."Tidak apa-apa. Dari dulu Mas kenal kamu adik Mas, dia buka
KalunaPapa menatap tajam ke arah Rayan, bahkan matanya tidak berkedip. Sementara Rayan malah menundukkan kepalanya. Dia seolah malu ditatap seperti itu. Sungguh seperti bukan Rayan yang biasanya."Ada apa? Kenapa hari ini kamu kalem sekali?" tanyaku heran, tapi Rayan hanya tersenyum tipis. Dia sama sekali tidak menggubris perkataanku."Ada apa denganmu hari ini? Beda banget," gerutuku heran.Mas Langit menepuk lengan kananku. "Jangan katakan apapun dulu, itu tandanya Papa sedang marah," bisiknya membuatku tidak habis pikir."Papa tidak pernah marah kalau ada aku," balasku berbisik juga."Ya, itu, marahnya diam." Mas Lahir kembali berbisik.Aku hanya ber oh ria. Aku pikir papa memang tidak pernah marah padaku atau di depanku, ternyata marahnya diam seperti ini. Baru tahu, aku pikir tempe. Ah, apa, sih, yang aku katakan ini.Efek mendengar Mas Al ditahan dan gak bisa keluar, aku sangat bahagia. Tandanya sekarang aku bisa menjalani hidup dengan bebas. Aku bisa makan apapun yang aku ingi
Kaluna"Di mataku, dia orang baik, Pa. Kalau bukan karena Rayan, aku tidak akan ada di sini, di hadapan Papa. Sudah pasti kalau tidak meninggal, mungkin aku sakit parah, dan terbaring di rumah sakit," sahutku memberitahu.Papa menatapku dan Rayan bergantian, tapi dengan tatapan tidak suka. Papa seolah bukan hanya keberatan, tapi tidak suka kalau Rayan dipanggil orang baik. Padahal, adanya' memang seperti itu."Dia bukan orang yang baik, Luna. Apapun yang dilakukannya padamu, tetap saja tidak bisa membuatnya menjadi orang yang baik," sahut Papa penuh penekanan."Tapi itu memang kenyataan, Pa," timpal Mas Langit, "Rayan memang. Sudah mengorbankan segalanya untuk membantuku menyelamatkan Kaluna. Asal Papa tahu, aku tidak sekuat itu sampai bisa membuat Kaluna terbebas dari Alvaro."Papa langsung terdiam. Terlihat memikirkan apa yang dikatakan Mas langit, tapi gak ini tidak akan berjalan lancar begitu saja. Papa adalah tipe orang yang sulit menerima dan lebih percaya dengan apa yang diliha
Kaluna"Terus orang-orang itu hanya bisa diam ketika melihat ketidakadilan yang ada di depan matanya?" tanyaku tidak habis pikir kalau hal seperti ini masih bisa lolos dari ketelitian Rayan."Begitulah. Papa sendiri tidak tahu bagaimana cara mereka berpikir, tapi Papa tahu kalau mereka memang tidak cocok bersama kita," jawabnya membuatku mengerti.Rayan memang orang yang pengertian dan paham terhadap hal baik dan salah, tapi tidak dengan orang tuanya. Persis seperti Mas Al. Dia memang baik, tidak seperti keluarganya.Aku pikir dia akan selamanya baik karena kita adalah suami istri, tapi ternyata di belakangku dia sudah terhasut oleh keluarganya sampai berbalik menyerangku.Cinta yang dia bilang cinta pun bukan cinta yang normal, tapi obsesi. Dia tidak mau aku sehat dan pergi ketika tahu ada wanita lain di dalam hidupnya, tapi sekarang aku sudah tidak ada niat untuk bertemu dengannya lagi. Mungkin kita memang tidak pernah bertemu karena Mas Al di vonis penjara dua puluh tahun."Tidak,
AlvaroSetelah satu malam masuk ke dalam penjara, aku bahkan kembali dipaksa oleh pria yang aku pikir biasa di rumahku, tapi ternyata serigala, kakaknya Kaluna, dan Pak Adam-mertuaku untuk menandatangani surat perceraian.Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat sikap mereka yang kelewat batas. Aku diam bukan berarti setuju dengan mereka yang menjebloskan aku masuk ke dalam penjara. Tidak. Hanya saja aku benar-benar berada di jalan buntu yang ke sana salah, ke sini juga salah. Sudah kaki pincang, dipaksa bercerai pula, ditambah mereka juga menginginkan kata talak terucap dari bibirku.Lengkap sudah semua penderitaan ini.Aku pikir selama ini Kaluna mencintaiku dengan tulus dan keluarganya pun menyayangiku dengan sepenuh hati. Nyatanya semua itu hanya bualan semata karena mereka langsung menancapkan pisau tajam di dadaku secara bergantian."Ada seseorang yang akan bertemu dengan anda!"Seorang petugas mendekat ke arahku dan berbicara dengan lembut, tidak seperti kepada tahanan yang