Dari pandangan pria itu Zuhra tahu Dirgam sedang mengamatinya mulai dari ujung rambut hingga kaki. Langkah lambat pria itu dalam menipiskan jarak antara mereka membuat Zuhra gemas. Napas Dirgam terlihat memburu, jemarinya perlahan terangkat merapikan anak rambut Zuhra yang berantakan. Cara Dirgam menatapnya membuat Zuhra tersenyum geli, seperti bocah kecil yang takjub akan sesuatu.Dengan gerakan lembut Dirgam menangkup pipi Zuhra menggunakan kedua tangan. Jujur saja saat ini jantung Zuhra di dalam sana sudah berdetak liar tak karuan, apalagi di saat bibir seksi suaminya itu mulai mendarat halus di keningnya, lalu turun bergantian di kelopak matanya. Dan terakhir mendarat sempurna di bibir.Oh my gosh ....Yeah, Zuhra harus merasa puas karena hanya bisa merasakan kecupan singkat itu sebab detik selanjutnya Dirgam kembali menjauhkan wajahnya.“Wow ....” bisiknya takjub. Pria itu menatap tak percaya wajah istrinya.Zuhra semakin merasa geli karena tingkah lucu Dirgam. Apa sih yang ada
Cukup lama Zuhra tercenung, ucapan Dirgam mengandung banyak arti yang sulit diterjemahkan untuk ukuran gadis bodoh seperti dirinya.Dengan langkah tergesa ia menyusul Dirgam, kali ini tanpa berlari karena ia sangat-sangat sadar itu tidak baik bagi kesehatan kandungannya.Namun, Zuhra harus merasa kecewa karena Dirgam tak lagi ada di kantornya. Pria itu hanya meninggalkan pesan pada supir untuk mengantarkan Zuhra pulang ke rumah.Bukannya menurut, wanita itu malah bertanya pada siapa pun yang ditemuinya, bahkan petugas kebersihan sekalipun., dan tentu saja mereka semua menggelengkan kepala, bos mereka tak seramah itu hingga bisa membagi hal khusus pada mereka. Bahkan Winda yang notabenenya adalah sekretaris Dirgam tak tahu menahu ke mana bosnya itu pergi karena jadwal Dirgam saat ini memang sedang kosong.Zuhra jengkel, Dirgam ini lama-lama seperti perempuan, selalu lari dari masalah. Pengecut!Dia belum tahu saja apa yang bisa dilakukan oleh wanita hami
Zuhra duduk menyilangkan kaki, tangannya terlipat di dada, matanya menuntut penjelasan. Di depannya Dirgam duduk dengan tenang, tanpa rasa tegang sedikit pun yang terlihat.“Rumah pohon yang selalu kamu lewati setiap pulang sekolah ingat?” tanya pria itu.
Zuhra terbelalak kaget, gerakannya terhenti seketika. "Adik kandung
Zuhra merasakan sengatan sakit di kepalanya menusuk seperti ribuan jarum, membuatnya langsung mengerutkan dahi menahan pusing. Matanya perlahan terbuka meski masih terasa begitu berat. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah seorang Dirgam Arhab yang sedang menundukkan kepala begitu dalam. Ia melirik ke sekelilingnya membuat Zuhra sadar bahwa saat ini dia sudah berada di dalam kamar mereka. Zuhra mengernyit bingung, seingatnya tadi dia masih berada di rumah keluarga besar Dirgam, sedang memandangi foto ... ah, ya foto.“Mas ....”
Zuhra duduk termenung sendiri di kamar. Makanan yang dibelinya di supermarket tadi pun tak tersentuh sama sekali.Kely Adriana, nama itu terus saja berputar di pikirannya. Bahkan sampai jarum jam menunjukan pukul sembilan malam kantuk tak juga menghampirinya. Ditambah lagi sang sumber masalah kegelisahan Zuhra belum juga pulang, siapa lagi kalau bukan Dirgam Arhab.
Dua puluh tahun lalu Dirgam masihlah seorang bocah kecil yang begitu ceria dan semangat. Dia selalu menikmati apa saja pelajaran baru yang didapatnya dari ayah, ibu, dan lingkungan sekitarnya.Hidup di desa membuatnya selalu mencintai udara segar di pagi hari, hangatnya cahaya mentari, serta ramahnya lingkungan sekitar. Ayahnya adalah seorang petani yang begitu hangat dan penyayang, ibunya yang begitu cantik dan murah senyum membuat suasana rumah selalu tenteram meski hidup mereka pas-pasan.
“Kamu nipuin saya?” desis Dirgam kesal karena mengira Zuhra mengelabui dirinya dengan pura-pura tidur.Zuhra tersenyum geli, hilang sudah rasa kesal dan amarahnya tadi karena perdebatan mereka.