Share

Bab 5

Aвтор: Aura_Aziiz16
last update Последнее обновление: 2023-01-09 22:12:27

Part 5

 

"Hai, Bu Donny. Tumben hari ini bisa ikut arisan? Ke mana aja selama ini? Kok nggak pernah kelihatan?" tanya seorang ibu menyapaku saat aku baru saja masuk ruangan pertemuan dinas di mana acara arisan para istri pegawai kantor di mana suamiku bekerja ini dilaksanakan. Kalau tidak salah namanya Bu Lina, istri Pak Anton, teman satu ruangan Mas Donny.

 

"Iya, Bu. Alhamdulillah hari ini bisa hadir," jawabku basa basi. Enggan rasanya jujur mengatakan kalau selama ini aku tak bisa hadir karena tak pernah diberitahu suamiku kalau acara arisan ibu-ibu istri pegawai ini ternyata masih rutin dilakukan setiap bulannya. Apa kata mereka kalau tahu Mas Donny sengaja tak memberitahuku supaya aku tak bisa ikut hadir di acara pertemuan bulanan para istri pegawai ini?

 

"Eh ada Mbak Nisa. Syukurlah Mbak bisa hadir. Nanti jangan lupa isi daftar hadir ya, Mbak soalnya Bu Kadis udah nanyain terus lho dari bulan kemarin," celetuk Mbak Irma yang tiba-tiba datang dari arah pintu ruang aula tempat di mana kegiatan ini dilaksanakan.

 

Aku menganggukkan kepala. "Iya, Mbak. Nanti saya teken daftar hadir ya. Oh ya, Bu Kadis belum datang ya?" tanyaku sambil celingukan. Aku ingin minta maaf selama ini tak pernah datang arisan, tapi sosok istri kepala dinas itu belum juga kelihatan.

 

"Belum, Mbak. Katanya masih dalam perjalanan. Oh ya, uang arisannya bisa dikumpul ke saya nanti ya, Mbak. Soalnya arisan kita kan nggak dipotong dari gaji," beritahu Mbak Irma pula.

 

Aku menjadi sedikit terkejut mendengar penjelasan Mbak Irma itu.

 

Ah, kalau tidak dipotong dari gaji berarti sekarang aku harus membayar sendiri uang arisan itu? Memangnya berapa sih besaran uang setorannya? Kalau banyak ya susah juga soalnya aku tak banyak membawa uang.

 

Sementara sampai pagi ini aku belum juga bisa menghubungi Mas Donny. Ponsel suamiku itu belum juga aktif sejak ia izin lembur malam tadi. Dan sampai jam delapan pagi ini suamiku itu juga belum kelihatan batang hidungnya di kantor ini. 

 

Aku ingin bertanya pada para pegawai yang ada di ruang kerja Mas Donny, ke mana sebenarnya suamiku itu pergi. Tapi tak mungkin rasanya. Bisa-bisa mereka bingung dibuatnya. Masa seorang istri tak tahu ke mana suaminya pergi? 

 

Gaji Mas Donny tidak besar. Itu pun sebagian sudah dipotong angsuran pinjaman bank. Sebulan paling aku diberi dua juta rupiah. Pas-pasan buat makan dan kebutuhan rumah tangga kami selama sebulan. Kalau masih harus ditambah dengan bayar arisan, ya semakin berkuranglah pendapatan untuk memenuhi kebutuhan bulanan kami.

 

"Memangnya arisannya berapa Mbak setiap bulan?" tanyaku pada Mbak Irma.

 

"Oh, cuma seratus ribu rupiah aja kok tiap bulan, Mbak. Tapi masalahnya Pak Donny sudah tiga bulan ini nggak pernah bayar. Sementara uangnya sudah diambil beliau. Jadi ada tunggakan sekitar tiga ratus ribu rupiah. Pak Donny sudah dapat giliran kemarin, tapi sejak dapat, beliau nggak pernah ngisi setoran lagi, makanya Bu Kadis akhirnya minta saya buat hubungi Mbak karena Mbak istrinya. Mau hubungi Pak Donny nggak enak,.Mbak. Maafkan saya, ya Mbak. Uang kas nggak cukup lagi buat nombok pegawai yang belum bayar arisan, jadi kalau bisa mbak selesaikan sekarang ya, Mbak kekurangan yang tiga bulan itu," sahut Mbak Irma menjelaskan.

 

Mendengar penjelasan itu, aku mengurut dada. Apa? Mas Donny sudah dapat uang arisan? Kok nggak pernah bilang-bilang? Berapa dapatnya? Pegawai di kantor ini jumlahnya lebih dari seratus orang termasuk dengan petugas di lapangan. Kalau semuanya ikut, berarti Mas Donny sudah dapat banyak. Tapi kok seingatku dia nggak pernah bilang dan memberikan uang itu padaku ya? Lalu diberikannya pada siapa? Apa dihabiskan sendiri? Ya, Tuhan Mas Donny ... batinku kesal.

 

"Memangnya, berapa dapat arisannya, Mbak Irma?" tanyaku ingin tahu.

 

"Dua juta lima ratus, Mbak. Karena setiap bulan kan kita ngeluarin untuk empat orang anggota yang dapat. Kali seratus pegawai, jadi dapatnya segitu, Mbak," jawab Mbak Irma lagi.

 

Mendengar penjelasan itu, aku menghembuskan nafas. Sial*n Mas Donny, sudah dapat uang tapi nggak bilang-bilang dan sekarang aku yang ditagih untuk bayar, sementara dianya malah nggak kelihatan batang hidungnya. Ah, di mana sih sebenarnya suamiku itu?

 

"Mbak, maaf aku sekarang lagi nggak bawa uang. Bawa cuma cukup untuk bayar sebulan aja, karena Mbak Irma semalam juga nggak bilang, jadi aku nggak bawa uang, Mbak. Bisa nggak besok aja saya bayarnya? Saya tanya bapaknya dulu, baru bayar," jawabku dengan nada malu, karena ketahuan tak punya uang. Tapi mau bagaimana lagi, saat ini aku memang lagi nggak pegang uang berlebih.

 

Mbak Irma mengangguk-anggukkan kepalanya.

 

"Ya, nggak papa juga Mbak kalau memang belum ada uangnya. Nanti saja kalau sudah ada baru Mbak kasih sama saya ya," jawabnya.

 

"Iya, Mbak. Maaf ya. Tapi nanti kalau misalnya Mas Donny sudah masuk kantor, saya mintain uangnya, terus saya kasih ke Mbak. Ya?" ucapku lagi merasa tak enak.

 

"Nggak papa, Mbak. Santai aja. Yang penting mbak sudah tahu. Oh ya ngomong-ngomong mbak ke sini tadi dengan siapa? Dengan Pak Donny atau sendirian?"

 

"Sendirian, Mbak," jawabku jujur.

 

"Oh, berarti benar. Yang saya lihat bareng Pak Donny di mobil tadi memang bukan mbak. Saya mau negur tapi takut bukan Mbak. Ternyata benar." Mbak Irma terlihat menatapku. 

 

"Memangnya siapa yang sama Mas Donny, Mbak?" Aku bertanya tak enak. Jantungku tiba-tiba berdebar kencang. Mungkinkah perempuan itu adalah perempuan yang mengirim pesan wa pribadi pada suamiku sekaligus perempuan yang menemani Mas Donny lembur malam tadi? Kalau benar, apa mungkin aku bisa mengorek keterangan dari Mbak Irma yang masih berdiri di depanku saat ini?

 

"Hmm ... nggak tahu juga ya. Coba Mbak tanya sendiri aja ke Pak Donny atau ke Bu Lina. Soalnya dia yang kenal sama cewek itu. Saya nggak berani cerita, takut fitnah soalnya, Mbak," ucap Mbak Irma buru-buru, terlihat takut dan tak enak. 

 

Aku hendak mencecarnya dengan pertanyaan lebih lanjut tapi batal karena Mbak Irma tiba-tiba ke luar ruangan seolah takut kutanyai lebih jauh lagi tentang perempuan yang dilihatnya berada di dalam mobil Mas Donny tadi.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Комментарии (2)
goodnovel comment avatar
Keyla Putri
mantaf thor alur nya
goodnovel comment avatar
Bong Novi Namuk Kraton
bgus banget
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Latest chapter

  • PERHIASAN DI DALAM TAS KERJA SUAMIKU    Bab 29 (TAMAT)

    POV DONNYSetelah diperintahkan hakim untuk melakukan mediasi, kami berdua pun akhirnya menghadap hakim mediasi di ruangan kerjanya.Kulihat Nisa menatap garang saat aku berjalan lebih dulu menuju ruangan tersebut. Aku memang berharap hakim mediasi dapat menyatukan kami berdua kembali. "Jadi, Pak Hakim, saya ingin rujuk lagi dengan istri saya ini. Saya memang sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengkhianati perkawinan kami, tapi saya sangat menyesali hal itu, Pak Hakim.""Saya juga kasihan sama Nisa, istri saya ini. Kalau dia jadi janda, pasti namanya akan buruk di mata masyarakat. Dia akan jadi bahan gunjingan tetangga. Orang-orang akan takut kalau Nisa merebut suami mereka. Lagi pula, zaman begini banyak laki-laki suka seenaknya saja. Mereka berpikir janda itu perempuan yang mudah digoda dan diajak berbuat yang tidak-tidak.""Makanya saya ingin mengajak Nisa rujuk. Apalagi, Nisa ini hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak punya banyak pilihan. Hanya laki-laki yang benar-benar baik s

  • PERHIASAN DI DALAM TAS KERJA SUAMIKU    Bab 28

    POV DONNY"Saudari Nisa, Saudari yakin hendak melanjutkan gugatan perceraian pada suami Saudari, yakni Saudara Donny ini? Sudah dipertimbangkan masak-masak? Kami masih memberikan kesempatan bila mana Saudari hendak membatalkannya," ucap salah seorang hakim pada Nisa yang kemudian mengangguk yakin sebagai jawaban."Yakin, Yang Mulia. Sudah saya pertimbangkan masak-masak, saya akan tetap melanjutkan gugatan saya ini," jawab Nisa dengan nada tegas."Baik." Hakim mengangguk-anggukkan kepalanya lalu meneruskan pertanyaan kembali."Apa alasan dan dasar hingga Saudari memutuskan untuk menggugat cerai suami Saudari?" lanjut hakim pula."Karena suami saya sudah menikah lagi tanpa izin dari saya maupun izin atasan tempat ia bekerja sehingga saat ini status kepegawaian suami saya pun terancam dipecat dan berakhir. Bukan itu saja, saat ini suami saya juga sudah memiliki seorang putri dari pernikahan keduanya itu, Yang Mulia dan sebagai seorang istri, rasanya saya tidak bisa menerima dan mentoleri

  • PERHIASAN DI DALAM TAS KERJA SUAMIKU    Bab 27

    POV DONNYSetelah dengan terpaksa meninggalkan rumah ibu NIna, aku pun melajukan roda dua menyusuri jalanan kota yang mulai sepi di jam tengah malam seperti ini.Hampir semua rumah penduduk sudah tutup. Hanya warung kopi dan warung pinggir jalan saja yang tampaknya masih buka.Aku pun membelokkan kendaraan ke sebuah warung kopi yang terlihat ramai.Kubiarkan saja tas pakaian berada di jok motor sementara aku duduk di bangku santai yang berjajar di sepanjang pinggir trotoar."Kopi, Mas. Satu," ucapku pada pelayan.Pelayan mengangguk. Aku pun menunggu, tetapi hingga beberapa saat lamanya, pesanan kopiku tak juga kunjung datang.Aku pun memanggil pelayan itu kembali dan dengan tak sabar, meminta pesananku segera dibuatkan.Pelayan tampak grogi. Namun, sesaat kemudian ia membawakan juga pesanan kopi yang kuminta. "Maaf ya, Mas. Kami kurang anggota, jadi pesanan lama nunggu," ujarnya sambil menundukkan kepala, meminta maaf."Kekurangan anggota? Maksudnya kurang pekerja?" tanyaku dengan na

  • PERHIASAN DI DALAM TAS KERJA SUAMIKU    Bab 26

    POV DONNY"Nina, apa ini? Keterlaluan kamu! Kamu selingkuh ya! Atau ... jangan-jangan kamu ju*al diri! Kamu gila! Baru saja selesai nifas, sudah berbuat seperti ini! Bukan sama suami, tapi sama orang lain! Dasar perempuan jal*ng!" bentakku kalap saat melihat keadaan Nina yang demikian.Kurenggut kimono yang dikenakan perempuan itu hingga sobek di beberapa bagian.Nina berusaha mempertahankan dan menutup bagian atas tubuhnya yang terbuka dengan telapak tangan, tapi percuma sebab tangan itu pun kurenggut paksa."Percuma kamu tutupi! Aku sudah melihat semuanya, Nina! Kamu selingkuh, kan! Iya, kan!" bentakku lagi dengan kalap.Nina hanya mampu menatapku nanar."Apa kata kamu! Hentikan, Mas! Apa-apaan kamu!" dengkusnya keras."Kamu yang apa-apaan! Kenapa badan kamu merah-merah begini! Kamu habis ngapain! Jelaskan!" bentakku untuk ke sekian kalinya dengan nada penuh curiga dan emosi.Nina hendak membuka mulutnya, tapi urung saat Naura tiba-tiba tersentak bangun dari tidurnya lalu memekik ke

  • PERHIASAN DI DALAM TAS KERJA SUAMIKU    Bab 25

    POV DONNY"Bu, memangnya Nina mau ke mana sih? Hari sudah sore, apa nanti nggak kemalaman di jalan?" tanyaku pada ibu mertua saat Nina sudah keluar dari rumah, menggunakan ojek online yang dipesan oleh istriku itu untuk pergi. Entah ke mana."Nina ke mana nggak perlu kamu tanyakan lagi, Don. Biar aja dia pergi. Doakan saja istrimu itu selamat! Yang penting nanti pulang bawa uang. Kamu nggak bisa ngasih istri dan anakmu makan lagi, jadi nggak usah banyak tanya deh!" jawab ibu mertua dengan ketus sambil berlalu ke belakang."Kok ibu ngomong gitu? Sebelum SK pemecatan Donny keluar, Donny kan masih bisa dapat gaji, Bu. Lagi pula gajian kemarin semua uangnya sudah Donny kasih ke Nina, kok dibilang Donny udah nggak bisa ngasih makan Nina dan Naura lagi sih, Bu!" protesku sedikit keras pada beliau sambil membuntuti langkah ibu mertua ke belakang. Namun, beliau mengibaskan tangannya."Iya, bulan ini mungkin masih bisa makan. Tapi itu juga pas-pasan, karena sembako sekarang naik semua. Minyak

  • PERHIASAN DI DALAM TAS KERJA SUAMIKU    Bab 24

    POV DONNY"Bu, maaf apa lowongan pekerjaan ini masih ada, Bu?" tanyaku pada ibu pemilik warung yang baru saja mengantarkan teh dingin yang kupesan.Ibu tersebut menganggukkan kepalanya."Masih. Siapa yang butuh pekerjaan? Tapi gajinya kecil ya, cuma lima ratus ribu sebulan. Kerjanya cuci piring sama ngantarin makanan ke meja tamu," sahut sang ibu dengan wajah datar."Lima ratus ribu, Bu? Kecil sekali ya," ucapku tanpa sadar. Membuat sang ibu pemilik warung makan mencebikkan bibirnya tak suka. Hari gini mencari pekerjaan memang susah. Sejak pandemi Corona melanda, hampir semua sektor usaha terdampak. Apalagi rumah makan yang notabene jam operasinya dibatasi sebab pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat."Gajinya kecil? Namanya juga kerja di rumah makan, Mas. Kalau mau gaji besar, situ ngelamar aja jadi menteri apa presiden sekalian. Ya, sudah. Nanti es tehnya nggak usah dibayar! Hitung-hitung saya sedekah sama sampean. Pengangguran aja sok minta digaji besar. Belum tentu juga saya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status