Home / Urban / PERJAKA MENIKAHI JANDA / Membahas Perbedaan Umur

Share

Membahas Perbedaan Umur

Author: Erwin Fathar
last update Huling Na-update: 2022-02-07 18:56:45

"Mas, aku mau ngomong serius ini," ucap Nisa mendekatiku.

"Kenapa Nis," aku menggeser posisi anaknya menyamping.

"Aku takut Mas, jika umurku nanti berkurang dan aku bertambah tua, kamunya bertambah dewasa, apa yang terjadi nanti, apa bila tidak lagi bisa melayanimu," ungkap Nisa dengan perlahan.

Sontak aku terdiam dengan perkataannya, berpikir sejenak membayangkan perbedaan umur aku dengannya. Saat ini Nisa berumur 36 tahun, andai menikah di tahun ini. 14 tahun kemudian umurnya jika panjang menjadi 50 tahun dan aku menjadi 38 tahun. Omongannya menggores angan-anganku.

"Mas, kok diam saja. Nah! Kamu membayangkannya ya, saat nanti aku tua dan kamu baru dewasa matang," Nisa mencolekku yang diam.

"Eh, gak Nis. Bukan gitu! Aku gak masalah kok, menjalani alur saja," aku menjawab seperti itu.

"Bohong Masnya, ih! Jujur saja Mas, pentingnya kamu memikirkan ke depannya, bagaimana nanti kalau aku tidak lagi bisa melayani kamu, sedangkan usia kematangan kamu nanti lagi sedang hot-hotnya, apa masih mau melanjutkan? Atau mundur sampai sini saja," tegas Nisa.

"Lanjut Nis, aku sudah yakin dan benar-benar telah jatuh hati pada kamu," sahutku.

"Gak apa-apa Mas, kalau kamu mau pikirkan kembali, gak harus bicarakan sekarang, yakinkan dulu, bagaimana?" Nisa meminta agar aku jangan terburu-buru memutuskannya.

"Pokoknya aku sudah yakin, Nis, tetap pada keinginan hatiku, serius mau menikah dengan kamu secepatnya kalau perlu," aku menjawab sesuai hati.

"Apa? Kamu mau secepatnya! Serius Mas. Kapan itu Mas, kalau memang sudah yakin ya, kamu tanyakan dulu keluarga kamu, belum tentu jugakan orang tua kamu merestui," Ujarnya.

"Iya Nis, seriuslah, ya udah nanti Mas coba ngomong dulu sama orang tua Mas," menjawabnya dengan penuh keraguan di hati karena belum tahu apa nanti yang akan orang tuaku katakan.

"Ya sudah Mas, semoga direstui ya, Mas, biar cepet halal, hee," cetusnya tersenyum membuatku melupakan ketakutanku.

"Aamiin, iya jandaku, heee."

"Kita mau kemana lagi Mas," tanya Nisa.

"Duduk dan ngopi yuk," aku mengajak mencari tempat untuk ngopi.

"Ayuk, Mas suka ngopi ya."

"Iya Nis, Mas suka kopi."

"Kopi apa Mas, hitam, ya."

"Apa saja Nis, kadang kopi hitam atau yang lainnya."

Masih berjalan mencari tempat duduk dan bisa meminum kopi dengan santai, aku masih menggendong anaknya Nisa, sepertinya ini anak sudah nempel sekali. Apakah ini naluri anak yang membuatku jadi yakin untuk menikahi Nisa.

"Nah, kita ngopi di situ aja, Nis," aku menunjuk sebuah tempat yang sedang sepi saat itu.

"Boleh, Mas."

Kami lanjut melangkah dan masuk ke dalam, mencari tempat duduk yang paling enak menurutku dan jauh dari kasir.

Setelah duduk aku pindahkan Dede, kepangkuan Nisa.

"Om pesan dulu, ya. Kamu mau kopi apa? Nis," tanyaku.

"Aku mah, kopi cream saja Mas," cetus Nisa.

"Ya udah, sebentar ya, De."

Aku mengusap Dede dan Nisa tersenyum dengan manisnya, seperti biasa senyumannya itu mampu menembus dengan kecepatan yang luar biasa.

Melangkah menuju kasir dan memesan.

"Mba, kopinya dua, ya. Kopi cream saja," aku memesan.

"Baik Mas, nanti diantarkan kopinya." Jawab Mbaknya.

Lanjut aku kembali ke mejaku, dari kejauhan melihat Nisa tersenyum lagi kepadaku.

"Ini Nisa, gemesin terus, ih." 

Ungkapku dalam hati sembari berjalan ikut tersenyum juga memandanginya. Jiwa mudaku meronta-ronta. Rasa nafsu melanda jiwa namun aku mampu mengendalikannya. Selama ini pergaulanku yang penuh kesibukan, bisa melewati semua dengan kegiatan yang positif dan menjauhi pergaulan yang negatif.

Sampai di hadapan Nisa dan aku duduk kembali berdekatan dengannya.

"Kamu pesan kopi apa? Mas."

"Sama Nis, kopi cream juga, hee."

"Dih, ikut-ikut! Sok yes kamu, Mas, haaa."

"Supaya jadi sehati, Nis, uhuhhuh."

"Ciee, udah Mas, makanya cepetan kalau memang mau sehati, nanti aku yang buatkan kamu kopi dan masakin kamu, haaa."

"Hemm, enak kali ya, Nis."

"Ya enaklah Mas, saling memberi semangat dan perhatian."

"Ah, Mas jadi pengen segera deh, besok deh Mas mau ngomong sama orang tua."

"Yakin, Mas, apa gak mau mengenal lebih lama lagi."

"Ya sama aja Nis, kalau sudah menikah baru bisa kenal, kalau jauhan gimana kenalnya, yang ada Masnya cemburu terus lihat banyak yang menggoda kamu."

"Eh, Mas. Aku gak pernah meladeni buaya-buaya darat itu loh, sebatas komen saja, yang inbox aku acuhkan, apa lagi yang udah mulai rese atau jorok, langsung aku blok. Kalau di komen umum jadi terlihat, aku gak sembarangan Mas chat di inbox."

Perkataan Nisa membuat aku semakin yakin dengan pilihan aku ini, rasanya sudah bulat tekatku menikahinya.

"Bagus itu Nis, Mas suka yang begitu, tidak genit dan tebar pesona."

"Ya sudah nanti demi Mas, aku akan hapus foto-fotoku di sosial media, bagaimana?"

Nisa mengambil kuputusan membuatku merasa dihormati dan didengarkan.

"Beneran Nis, kalau memang kamu mau seperti itu lebih baik dan bagus."

"Beneran Mas, apa perlu sekarang?" 

Nisa menantang mau menghapusnya sekarang.

"Ya jangan sekarang juga Nis, terserah kamu deh, heee."

"Ya sudah sambil ngopi aku hapusin foto-fotonya."

Ternyata Nisa beneran melakukan itu, aku semakin senang saja.

"Permisi, kopi creamnya."

Pesanan kopi telah sampai, kami menikmati suasana sembari meminum kopi, menghabiskan waktu bersama.

"Suuts ... Sutts, Nis. Dede ngantuk tuh," lirih pelan suaraku dan mencolek Nisa.

"Oh iya, Mas," Nisa merebahkan pada sofa di dekatnya.

Melanjutkan lagi saling bertanya dan berserita. Aku lupa hingga memegang tangannya.

"Mas, sabar, nanti Mas nafsu lagi," Nisa melepaskan genggamanku secara perlahan.

"Ma ... Maaf Nis, gak sengaja," ucapku.

"Gak apa-apa Mas, aku cuma takut Masnya nafsu," jawab Nisa merapikan rambutku.

Gemetar rasanya saat Nisa mengusap rambutku dengan lembutnya, berasa aku diperhatikan dan disayang. Jujur memang hawa nafsu itu telah merengkuh hatiku, hingga tadi aku terlupa menggengam tangannya.

… Sekarang atau lima puluh tahun lagi

Ku masih akan tetap mencintaimu

Tak ada bedanya rasa cintaku

Masih sama seperti pertama bertemu

Jiah, lagu dan musik terdengar membuat kami berdua semakin menikmatinya.

Bersambung.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PERJAKA MENIKAHI JANDA   MENDATANGI RUMAH ORANG TUA MEMINTA IZIN MENIKAH

    Aku dan Nisa telah sampai pada sebuah rumah yang terlihat lumayan cukup luas, dengan warna cat kuning terkesan jelas bentuknya. Pekarangan halaman dengan berbagai macam pepohonan menambah mendamaikan hati. Ya, aku tengah berdiri di depan rumah Bapakku. Di wilayah ini Bapakku merupakan orang terpandang karena memiliki sawah yang luas serta perkebunan, memperkerjakan para petani yang berasal dari lingkungan daerah ini juga.Aku menoleh memandangi Nisa yang sedikit takjub melihat rumah Bapakku, jantung ini semakin berdegub kencang. Sempat aku hentikan langkahku untuk menghela nafas, mencoba menenangkan diri sebelum masuk ke rumah.Nisa merapikan dirinya dan mengusap serta membersihkan wajahnya."Yah, aku kok deg-degan, ya," lirih Nisa melepaskan genggaman tanganku."Sama Bun, Ayah juga nih, heee," cetusku mengelus dada."Dih Ayah, kok Ayah ikutan sih, masa sama orang tua sendiri Ayah takut, hayoo ... Karena aku seorang janda, ya," Nisa melontarkan kata-kata yang membuatku kaget."Eh, gak

  • PERJAKA MENIKAHI JANDA   Kenikmatan Sesat

    Aku membayar dan memberikan kartu identitasku, lalu kami di arahkan menuju ke kamar. Aku lihat Nisa hanya diam saja, masih aneh! Gumamku dalam hati. Kenapa ia tidak seperti biasa yang ada rasa takut jika terjadi suatu hal karena berdua dalam satu kamar, seringnya Nisa yang selalu mengingatkan supaya menjauhi agar menjaga sampai menikah. Tapi, ini kok malah ia yang mengajak, senyumnya serasa menghilang.Krek ...."Silahkan masuk Pak, mau ada pesanan lain, teh panas atau kopi mungkin?" tanya staff penginapan."Boleh deh Pak, teh manis panas dan kopi panas, ya," jawabku dan memesannya."Baik Pak, sebentar, ya," staff itu meninggalkan kamar kami.Aku merapatkan pintu kamar menunggu pesanan minumanku diantar."Ya udah, kamu tiduran dulu, Bun, Yah dah pesan teh manis," ucapku pada Nisa.Perlahan Nisa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, aku menunggu duduk di bangku, sembari mengecharge ponselku."Tok ... Tok, permisi," suara dari lu

  • PERJAKA MENIKAHI JANDA   Rumah Nisa Horor

    Aku memberanikan diri mengajak Nisa menemui kedua orang tuaku di kampung. Berhubung karyawanku sudah kembali. Jadi, kios sudah ada yang menjaganya.Rencananya besok aku dan Nisa berangkat. Sementara anak-anak di titipkan kepada saudaranya.Segera aku mempersiapkan semuanya."Semoga saja, Bapak dan Ibu menyetujuinya," gumamku sembari mengemas beberapa pakaian untuk aku bawa."Bunda, kamu udah siap-siap belum," tanyaku pada Nisa."Udah Yah, jam berapa kita berangkat Yah, menitipkan anak-anak dulu ya, Yah," cetus Nisa."Sore ini kali ya, Bun, jadi Ayah bermalam dulu di rumah kamu, besok pagi baru kita berangkat, gimana?" Pintaku."Ya udah Yah, Bunda bergegas kalau gitu," Nisa mengiakan.Aku memberi penjelasan pada karyawanku dan mempercayai semuanya untuk beberapa hari saja dan menekankan agar menjaga kesehatan, jangan paksakan jika sudah letih atau kondisi warung ramai, tidak harus tutup malam."Ayo Bun, kita berangkat," cel

  • PERJAKA MENIKAHI JANDA   Pelet Dan Sihir Dari Mantan Suami

    Pov : Yudi"Lihat aja! Gue, enggak akan tinggal diam, pokoknya berbagai cara pasti gue lakukan untuk mendapatkan Nisa kembali atau gue, buat Nisa tidak tidur nyenyak."Yudi berucap dalam hati, langkahnya dengan penuh kebencian karena kekecewaan seusai ke luar dari kontrakan Nisa. Hatinya telah tertutup kabut hitam, bisikkan jahat telah merasukinya."Ayo Pak, kita pulang," pintanya pada Supir yang telah menunggu cukup lama."Oke, Pak," Pak Supir tidak banyak berkata, melihat raut wajah Yudi yang terlihat berubah penuh dengan amarah.Pak Supir masuk ke dalam mobil, menyalakan mobil. Yudi duduk di bangku depan. Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya, membuka menu kontak dan menskrolnya mencari sebuah nama kontak teman lamanya. Yudi membutuhkan bantuan perihal infornasi masalah pelet dan sihir. Berapapun biayanya akan ia bayar, asalkan mampu dan berhasil, apa yang menjadi keinginannya terwujud.Yudi telah menemukan kontak temannya lalu mengirim pesan

  • PERJAKA MENIKAHI JANDA   Ribut Dengan Mantan Suaminya(2)

    Hari yang paling tidak mengenakkan adalah disaat mantan Suaminya bertemu anaknya dan bersama itu juga aku melihatnya serta duduk bersama. Apa lagi dengan cara bodoh yang ia lakukan menguntil diam-diam, rasa cemburu ditambah terbakar lagi karena kini, ia mengetahui rumah kontrakan yang di tempati Nisa dan anak-anaknya.Aku emosi dan segera menghampirinya."Ayuk Bun, kita ke kontrakan, maunya apa sih mantan Suami kamu itu, enggak punya etika banget," ucapku."Ya udah yuk, Yah. Tapi jangan ribut ya Yah, ingat tetangga berdempetan, kalau kita diusir gimana? Wilayah ini juga kan tempat Ayah cari rejeki," tutur Nisa."Iya, ya. Bener juga kamu Bun," gumamku dalam hati sambil memikirkan perkataan Nisa, ada benarnya juga, ya. Bisa jelek di mata pelangganku nantinya."Oke, Bun, Ayah enggak akan marah-marah, kok," sahutku.Aku dan Nisa berjalan keluar kios, langkahku terasa malas dan berat. Panas mentari semakin menampakkan sinarnya, seiring bara di hatiku

  • PERJAKA MENIKAHI JANDA   Ribut Dengan Mantan Suaminya(1)

    Aku telah sampai dan berhenti tepat di gang rumah kontrakan Nisa. Kemudian aku membayar tarif taksi online, aku turun terlebih dahulu untuk menggendong anaknya Nisa, membuka pintu belakang mobil dan meraih anaknya yang tengah tertidur. Disusul kedua anaknya turun melalui pintu belakang mobil sebelah kanan.Terlihat wajah yang masih mengantuk diantara anak-anaknya, kami berjalan masuk melalui gang bersama-sama."Yah, tumben rame sih, Ibu-ibu," bisik Nisa."Udah biarin saja, permisi saja Bun, lirihku perlahan."Permisi, Bu ...," Aku dan Nisa berucap."Wah, habis jalan-jalan nih, Mas Farhan dan Mba Nisa," celetuk salah satu Ibu-Ibu."Iya Bu, persiapan nikah," aku menjawabnya dengan sengaja dan Nisa tersenyum mengangguk."Oh ya udah kalau gitu, cepat-cepat deh, Mas," Ibu itu menjawab.Jawabannya mengandung makna yang tidak mengenakkan."Insya Allah, Bu," ujarku sambil melangkah melanjutkan berjalan.****Kembali ke Yudi.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status