"Mas, aku mau ngomong serius ini," ucap Nisa mendekatiku.
"Kenapa Nis," aku menggeser posisi anaknya menyamping."Aku takut Mas, jika umurku nanti berkurang dan aku bertambah tua, kamunya bertambah dewasa, apa yang terjadi nanti, apa bila tidak lagi bisa melayanimu," ungkap Nisa dengan perlahan.Sontak aku terdiam dengan perkataannya, berpikir sejenak membayangkan perbedaan umur aku dengannya. Saat ini Nisa berumur 36 tahun, andai menikah di tahun ini. 14 tahun kemudian umurnya jika panjang menjadi 50 tahun dan aku menjadi 38 tahun. Omongannya menggores angan-anganku."Mas, kok diam saja. Nah! Kamu membayangkannya ya, saat nanti aku tua dan kamu baru dewasa matang," Nisa mencolekku yang diam."Eh, gak Nis. Bukan gitu! Aku gak masalah kok, menjalani alur saja," aku menjawab seperti itu."Bohong Masnya, ih! Jujur saja Mas, pentingnya kamu memikirkan ke depannya, bagaimana nanti kalau aku tidak lagi bisa melayani kamu, sedangkan usia kematangan kamu nanti lagi sedang hot-hotnya, apa masih mau melanjutkan? Atau mundur sampai sini saja," tegas Nisa."Lanjut Nis, aku sudah yakin dan benar-benar telah jatuh hati pada kamu," sahutku."Gak apa-apa Mas, kalau kamu mau pikirkan kembali, gak harus bicarakan sekarang, yakinkan dulu, bagaimana?" Nisa meminta agar aku jangan terburu-buru memutuskannya."Pokoknya aku sudah yakin, Nis, tetap pada keinginan hatiku, serius mau menikah dengan kamu secepatnya kalau perlu," aku menjawab sesuai hati."Apa? Kamu mau secepatnya! Serius Mas. Kapan itu Mas, kalau memang sudah yakin ya, kamu tanyakan dulu keluarga kamu, belum tentu jugakan orang tua kamu merestui," Ujarnya."Iya Nis, seriuslah, ya udah nanti Mas coba ngomong dulu sama orang tua Mas," menjawabnya dengan penuh keraguan di hati karena belum tahu apa nanti yang akan orang tuaku katakan."Ya sudah Mas, semoga direstui ya, Mas, biar cepet halal, hee," cetusnya tersenyum membuatku melupakan ketakutanku."Aamiin, iya jandaku, heee.""Kita mau kemana lagi Mas," tanya Nisa."Duduk dan ngopi yuk," aku mengajak mencari tempat untuk ngopi."Ayuk, Mas suka ngopi ya.""Iya Nis, Mas suka kopi.""Kopi apa Mas, hitam, ya.""Apa saja Nis, kadang kopi hitam atau yang lainnya."Masih berjalan mencari tempat duduk dan bisa meminum kopi dengan santai, aku masih menggendong anaknya Nisa, sepertinya ini anak sudah nempel sekali. Apakah ini naluri anak yang membuatku jadi yakin untuk menikahi Nisa."Nah, kita ngopi di situ aja, Nis," aku menunjuk sebuah tempat yang sedang sepi saat itu."Boleh, Mas."Kami lanjut melangkah dan masuk ke dalam, mencari tempat duduk yang paling enak menurutku dan jauh dari kasir.Setelah duduk aku pindahkan Dede, kepangkuan Nisa."Om pesan dulu, ya. Kamu mau kopi apa? Nis," tanyaku."Aku mah, kopi cream saja Mas," cetus Nisa."Ya udah, sebentar ya, De."Aku mengusap Dede dan Nisa tersenyum dengan manisnya, seperti biasa senyumannya itu mampu menembus dengan kecepatan yang luar biasa.Melangkah menuju kasir dan memesan."Mba, kopinya dua, ya. Kopi cream saja," aku memesan."Baik Mas, nanti diantarkan kopinya." Jawab Mbaknya.Lanjut aku kembali ke mejaku, dari kejauhan melihat Nisa tersenyum lagi kepadaku."Ini Nisa, gemesin terus, ih." Ungkapku dalam hati sembari berjalan ikut tersenyum juga memandanginya. Jiwa mudaku meronta-ronta. Rasa nafsu melanda jiwa namun aku mampu mengendalikannya. Selama ini pergaulanku yang penuh kesibukan, bisa melewati semua dengan kegiatan yang positif dan menjauhi pergaulan yang negatif.Sampai di hadapan Nisa dan aku duduk kembali berdekatan dengannya."Kamu pesan kopi apa? Mas.""Sama Nis, kopi cream juga, hee.""Dih, ikut-ikut! Sok yes kamu, Mas, haaa.""Supaya jadi sehati, Nis, uhuhhuh.""Ciee, udah Mas, makanya cepetan kalau memang mau sehati, nanti aku yang buatkan kamu kopi dan masakin kamu, haaa.""Hemm, enak kali ya, Nis.""Ya enaklah Mas, saling memberi semangat dan perhatian.""Ah, Mas jadi pengen segera deh, besok deh Mas mau ngomong sama orang tua.""Yakin, Mas, apa gak mau mengenal lebih lama lagi.""Ya sama aja Nis, kalau sudah menikah baru bisa kenal, kalau jauhan gimana kenalnya, yang ada Masnya cemburu terus lihat banyak yang menggoda kamu.""Eh, Mas. Aku gak pernah meladeni buaya-buaya darat itu loh, sebatas komen saja, yang inbox aku acuhkan, apa lagi yang udah mulai rese atau jorok, langsung aku blok. Kalau di komen umum jadi terlihat, aku gak sembarangan Mas chat di inbox."Perkataan Nisa membuat aku semakin yakin dengan pilihan aku ini, rasanya sudah bulat tekatku menikahinya."Bagus itu Nis, Mas suka yang begitu, tidak genit dan tebar pesona.""Ya sudah nanti demi Mas, aku akan hapus foto-fotoku di sosial media, bagaimana?"Nisa mengambil kuputusan membuatku merasa dihormati dan didengarkan."Beneran Nis, kalau memang kamu mau seperti itu lebih baik dan bagus.""Beneran Mas, apa perlu sekarang?" Nisa menantang mau menghapusnya sekarang."Ya jangan sekarang juga Nis, terserah kamu deh, heee.""Ya sudah sambil ngopi aku hapusin foto-fotonya."Ternyata Nisa beneran melakukan itu, aku semakin senang saja."Permisi, kopi creamnya."Pesanan kopi telah sampai, kami menikmati suasana sembari meminum kopi, menghabiskan waktu bersama."Suuts ... Sutts, Nis. Dede ngantuk tuh," lirih pelan suaraku dan mencolek Nisa."Oh iya, Mas," Nisa merebahkan pada sofa di dekatnya.Melanjutkan lagi saling bertanya dan berserita. Aku lupa hingga memegang tangannya."Mas, sabar, nanti Mas nafsu lagi," Nisa melepaskan genggamanku secara perlahan."Ma ... Maaf Nis, gak sengaja," ucapku."Gak apa-apa Mas, aku cuma takut Masnya nafsu," jawab Nisa merapikan rambutku.Gemetar rasanya saat Nisa mengusap rambutku dengan lembutnya, berasa aku diperhatikan dan disayang. Jujur memang hawa nafsu itu telah merengkuh hatiku, hingga tadi aku terlupa menggengam tangannya.… Sekarang atau lima puluh tahun lagiKu masih akan tetap mencintaimuTak ada bedanya rasa cintakuMasih sama seperti pertama bertemuJiah, lagu dan musik terdengar membuat kami berdua semakin menikmatinya.Bersambung."Eh, Nis. Kenapa lagunya sesuai dengan apa yang ada di hatiku, ya. Bisa aja nih yang memutarnya," aku bernyanyi mengikuti."Semoga Mas tidak berubah walau nanti umurku sampai 50 tahun lagi, heee," ungkap Nisa."Salat dulu yuk, Nis.""Ya sudah Mas salat dulu, aku menunggu di sini, aku sedang tidak salat.""Sebentar ya, Nis."Aku meninggalkan Nisa sebentar dan anaknya yang masih tidur di sofa. Mencari mushola di dalam Mal.Setelah selesai beribadah aku kembali lagi."Sudah ya, Mas," sembari Nisa tersenyum."Sudah Nis, terus kita mau kemana, lagi," aku membalas senyum dan duduk lagi di dekatnya.Nisa merapikan lagi rambutku, aku pasrah dan diam saja seperti anak yang mau pergi ke sekolah. Satu sisi merasakan seperti itu dan di sisi lain merasa disayang. Lalu merapikan kemejaku juga. Habis ini sepertinya aku bakal cium tangannya nih, heee. Be
"Nak, Bapak mau ngomong, bisa telepon Bapak, sekarang!"Masuk pesan dari Bapakku dan aku membaca pesan itu."Sepertinya Bapak marah nih, duh gimana ya?"Gumamku sambil berpikir kira-kira apa yang akan Bapak katakan, ya. Aku telepon saja deh.Tut ... Tut ..."Assalammualaikum, Pak," Bapak menjawab panggilan teleponku."Waalaikum salam Nak, kata Ibu calon kamu Janda, kenapa cari janda Nak! Yang masih Gadis banyak, pokoknya Bapak tidak setuju!" Ucap Bapak dengan nada marah."Yah Bapak, dia baik Pak dan juga masih terlihat muda," rayuku."Kamu ini Nak! Secantik apapun tetap saja namanya umur tidak akan bisa dibohongi, kalau dia bisa melahirkan lagi, kalau gak? Gimana! Memangnya kamu tidak mau punya keturunan dari Istrimu, andai juga dia bisa melahirkan, apa nanti umurnya yang sudah tua bisa mengurus anak-anaknya, sudah pasti akan kerepotan, sebaliknya jadi kamu yang kesulitan mengatur waktu
"Nah, ini kopinya Bro, minum dulu, loe mau curhat apa, Bro."Temanku membawakan dua gelas kopi untuk aku dan untuknya."Gue mau curhat masalah nikah, Bro, cuma gue jatuh hati dengan janda anak tiga, sedangkan keluarga gue gak setuju, kalau gue tetep nikah kata Bapak gue gak bakalan dapet warisan.""Wah! Loe dah, kenapa nyarinya janda, ya jelas aja berat keluarga loe menerimanya, eh! Jandanya pasti umurnya lebih tua jauh dari umut loe, ya?""Iya, waduh! Kok loe tahu sih, Bro.""Ya, kalau umurnya sepantaran loe sih, pasti setuju aja orang tua loe, repot Bro.""Yah Bro, gue udah bener-bener jatuh cinta Bro.""Parah loe dah, kayak apa sih wajahnya sampai loe jatuh cinta begitu, ada fotonya? Gue lihat coba!""Ada ... Bentar."Aku mengambil ponselku di atas meja dan mencari fotonya yang pernah aku ambil dari sosial medianya secara
Pagi ini aku bangun dengan lebih bersemangat lagi, setelah semalam video call Nisa dengan penuh mesranya, ahay.Hingga pagi ini masih sulit dilupakan wajahnya, dasternya dan apa lagi ya, apakah aku semakin cinta? Sepertinya, iya. Masalahnya andai aku melihat wajahnya merasa bahagia dan mendapatkan pesan darinya sudah sangat senang.Cling ....Pesan masuk dan aku melihat pesan itu dari Nisa, segera aku membacanya."Assalammualaikum, pagi Mas, jangan lupa sarapan, ya."Membacanya dengan tersenyum dan aku membalasnya dengan cepat."Walaikum salam Nis, iya nanti makannya, ini mau mandi dulu."Aku membalasnya."Auuu ... Kelihatan nanti Mas, heee, ya dah sana mandi," canda Nisa."Awas jangan ngintip Nis, hee, ya sudah nanti sambung lagi Nis.""Iya Mas, enggak ngintip, ya sudah nanti kabarin kalau sudah sarapan ya, Mas.""Iya Nis."Aku menyudahi dulu senyum-senyumnya, bisa saja Nisa meledekku, a
Aku harus mencari orang untuk sementara menggantikan karyawanku yang akan mudik hari senin nanti, Oh iya! Coba aku tanyakan saudaranya Nisa, mungkin saja ada yang mengganggur. Telepon atau ngomongnya kapan, ya? Hemm ... Sekarang aja kali, deh.Rencana akan bertemu Nisa lagi esok hari. Mungkin akan berbeda lagi dikarenakan anak-anaknya ikut semua. Wah! Harus siap dan bersikap dewasa lagi nih."Nak, kenapa kamu tidak telepon Bapak!" Pesan masuk dari bapakku.Aduh Bapakku tiap hari menanyakan itu terus, jadinya aku malas menelponnya. Aku harus bilang apa, lagian sudah gak mungkin juga aku mau dengan gadis itu lagi.Semoga saja Bapak sadar dengan caraku seperti ini, supaya tidak menjodohkanku terus."Bunda, lagi apa?"Aku mengirim pesan dengan penuh cinta.Pesan dibalasnya dengan cepat."Lagi sama anak-anak nih, Ayah," balas Nisa."Besok jadi ketemuannya, Bun.""Ya, terserah Ayah, Bunda ikut saja."
Setelah menutup kios aku mengambil ponselku. Masuk pada aplikasi hijau dan mengklik histori chat paling atas, siapa lagi kalau bukan seseorang yang saat ini dekat denganku yaitu Nisa. Kemudian aku mengirimkan pesan hendak menanyakan kelanjutannya besok."Bunda kok belum ada kabar? Jadi bagaimana," pesan aku tambahkan emot harapan.Tidak lama kemudian masuk pesan balasan."Maaf ya Ayah, tadi Bunda sibuk mempersiapkannya , dah gitu mau tahu enggak Yah, anakku yang Gadis ngambek ingin ikut juga, ini Bunda dari tadi membujuknya agar engggak usah ikut dan di rumah saja. Terus gimana Yah? Boleh enggak, soalnya kekeh mau ikut juga."Hemmm ... Ya sudah ajak saja Bun, tapi enggak apa-apa gitu tidurnya nanti, soalnya Ayah sewa kontrakannya kecil."Yah enggak masalah Ayah, yang penting bisa tidur, besok mau jemput jam berapa Yah atau Bunda naik mobil online saja.""Nah, bener tuh Bun, ide bagus naik online saja, jadi Ayah ya
Pagi ini langit nampak cerah, secerah hatiku yang sedang menantikan kedatangan Nisa bersama ketiga anaknya. Bagaikan bunga yang tumbuh mekar di taman, sedap dipandang dan indah dimata. Semua terlihat mempesona, menenangkan hidup dan mendamaikan hatiku.Aku telah memberikan alamat lokasi yang akan di tuju. Ya, kontrakan rumah nantinya Nisa dan anak-anaknya tempati, mereka jadi lebih dekat dari kios dan tempat tinggalku.Ting ....Bunyi pesan masuk dan segera aku membukanya."Ayah, sebentar lagi Bunda berangkat, ya."Pesan itu dari Nisa, wanita yang sedang aku tunggu dan nantikan. Segera aku membalasnya."Ya sudah Bun, hati-hati ya, jangan sampai ada yang tertinggal, kabarin ya Bun, kalau sudah mau sampai.""Iya, Ayah."****"Kalian nanti kalau di sana jangan minta ini itu ya, sama calon Ayah kamu."Tanya Nisa kepada anak-anaknya saat hendak menunggu mobil online yang telah dipesan."Iya B
Memulai hari ini dengan bismillah, karrna hari ini aku berjualan dengan ditemani Nisa, karyawanku sudah pulang kampung berangkat dini hari tadi. Aku juga telah memberikannya uang dan ongkos transportasi, semoga hari ini ramai seperti biasanya. Hasil penjualan bukan hanya untuk aku saja, melainkan ada beberapa kepala yang insya Allah menjadi ladang pahala untukku dan mudah-mudahan berjalan dengan lancar.Jarak kontrakan Nisa dan rumahku serta kios hanya 500 meter, tetap saja aku masih komunikasi lewat ponsel, heee."Bunda, sudah bangun belum?" Aku mengirim pesan pagi hari sekali."Udah, Yah, Bunda jam berapa ke kios, Yah," balasan Nisa cepat."Anak-anak buatin sarapan dulu Bun, Ayah tunggu di depan ya, kita belanja sayuran dan lain-lain, yuk," pintaku pada pesan."Ya udah Yah, sekarang Bunda ke depan ya, Yah," balasnya mengiakan."Oke Bun, Ayah sekarang ke depan."Asik, senangnya pagi-pagi sudah bersama dengan orang yang tercinta. Kemudian aku