"Eh, Nis. Kenapa lagunya sesuai dengan apa yang ada di hatiku, ya. Bisa aja nih yang memutarnya," aku bernyanyi mengikuti.
"Semoga Mas tidak berubah walau nanti umurku sampai 50 tahun lagi, heee," ungkap Nisa."Salat dulu yuk, Nis.""Ya sudah Mas salat dulu, aku menunggu di sini, aku sedang tidak salat.""Sebentar ya, Nis."Aku meninggalkan Nisa sebentar dan anaknya yang masih tidur di sofa. Mencari mushola di dalam Mal. Setelah selesai beribadah aku kembali lagi."Sudah ya, Mas," sembari Nisa tersenyum."Sudah Nis, terus kita mau kemana, lagi," aku membalas senyum dan duduk lagi di dekatnya.Nisa merapikan lagi rambutku, aku pasrah dan diam saja seperti anak yang mau pergi ke sekolah. Satu sisi merasakan seperti itu dan di sisi lain merasa disayang. Lalu merapikan kemejaku juga. Habis ini sepertinya aku bakal cium tangannya nih, heee. Benar-benar kayak bocil, tapi aku menyenanginya."Kita pulang yuk, Mas, soalnya anak-anakku sudah mengirim pesan, maaf ya, Mas," pinta Nisa."Oh iya, ya udah kalau gitu, Nis, bentar aku bayar dulu kopinya."Aku bangun dan berjalan menuju kasir untuk membayar, kembali lagi dan aku lihat anaknya masih tertidur."Sini Mas gendong saja, Dede."Tanganku mengambil Dede dan menggendongnya, kami keluar bersama-sama."Aku antar ya, Nis," ucapku."Ga usah Mas, nanti di lihat tetangga gak enak, nanti saja ke rumahnya," sahut Nisa."Terus kamu naik apa, angkot ya, ya udah Mas antar sampai naik angkot."Nisa mengangguk dan aku menyiapkan dua lembar uang kertas merah untuknya, sengaja aku telah menyiapkannya sehabis salat tadi. Belajar dewasa dong? Heee. Berucap dalam hati sambil berjalan menelusuri area Mal. "Tas kamu kurang rapat tuh Nis, macet kali," sengaja aku mengatakan itu."Ah, sudah aku tutup rapat kok, Mas," ujarnya."Coba diulang lagi terus tutup lagi dengan benar, secara perlahan." Pintaku.Dia belum mengetahui dan menuruti permintaanku, secara perlahan dia buka tasnya. Nah! Pada saat tasnya dalam posisi terbuka dengan segera tanganku menaruh uang dua lembar itu.Sett ..."Ih Mas, apa ini," tanyanya melihat uang yang aku taruh."Untuk anak-anak kamu jajan, cuma sedikit," sambil tersenyum aku menjawabnya."Ya ampun, co cweet banget, dewasa sekali Mas Farhan, beneran nih Mas, iklash?" Tanyanya lagi menegaskan."Iklash, doakan saja, Mas sehat dan lebih banyak rejekinya, aamiin.""Makasih ya, Mas. Aamiin."Nisa tersenyum dan kami telah keluar dari Mal itu, berjalan lagi ke tempat menunggu angkot. Aku masih menggendong anaknya, semoga saja dia belum bangun hingga naik angkot, karena mungkin bisa menangis.Nisa memegang lengan tanganku mengarahkan tempat menunggu angkot."Ciee ... Pegang tangan nih, ye," ledekku."Ish! Mas diam, nanti orang dengar, aku cuma pegang lengannya Mas," celotehnya "Sama saja, Nisa.""Dah Mas, sini saja nunggu angkotnya."Kami berhenti dan berdiri menunggu angkot lewat. "Nah itu angkotnya, Mas. Sini Dedenya, pelan-pelan ya, Mas. Supaya tidak bangun."Angkot datang dan aku secara perlahan memberikan anaknya, setelah sampai di pelukan Ibunya, aku mengusap pipi Nisa pelan."Duh Mas, Dasar! Curi-curi saja nih, hahaa." Nisa kaget dan tertawa aku menyentuhnya."Aku pulang ya, Mas, makasih Mas, hati-hati pulangnya ya, jangan kemana-mana lagi! Haaaa," Nisa mengingatkan."Iya, Ibu, aku langsung ke kios, kok,"Nisa meraih tanganku dan mencium tanganku "Uhuyyy ... So sweet dah nih," meledeknya lagi."Dada, Mas Farhan, Assalammualaikum.""Walaikum salam."Nisa sudah naik angkot, aku masih berdiri melihatnya dan tersenyum, ia melambaikan tangan dari dalam angkot. Pandanganku masih melihatinya hingga angkot itu sudah tidak nampak.Aku membalikkan badanku dan melangkah ke dalam mal lagi menuju basement. Bahagia rasanya hari ini karena kita sudah berkomitmen dan sepakat.****Sampai sudah di kiosku pada sore hari, bergegas aku menunaikan salat terlebih dahulu.Setelah itu menyapa karyawanku dan mengobrol menanyakan penjualan hari ini. Semua berjalan lancar dan tidak ada masalah katanya.Cling ....Pesan masuk dan aku lihat notif dari Nisa, lekas aku tekan dan membacanya."Mas sudah sampai apa belum?""Sudah Nis, ini habis salat dan ngobrol sama karyawanku, jangan lupa makan Nis," balasku."Iya, Mas juga ya, jangan lupa makan, ya sudah kalau begitu, Mas.""Iya Sayang, nanti Mas w* lagi," meledeknya memanggil sayang."Aku tunggu ya, sayang, heee."Nisa juga membalas demikian, ahay. Senyumku semakin melebar.****Malam hari tiba dan aku telah menutup kios, saatnya menelpon Ibuku untuk menanyakan apakah aku boleh mempunyai calon seorang janda. Agak sedikit gugup tapi aku paksakan saja.Aku menekan tombol panggilan."Assalammualaikum, Bu, apa kabar?" Tanyaku pada Ibu."Waalaikum salam, Nak, sehat. Gimana jualannya Nak, lancarkan tadi," tanya Ibuku, kemarin juga aku sudah menelponnya."Alhamdulillah, lancar Bu, ini Farhan mau ngomong, Bu. Jadikan Farhan kenal seorang Wanita, baik soleha, tapi dia janda anaknya tiga, Bu. Izinkan Farhan ya, Bu."Tanyaku pada Ibuku, kudengarkan handphone hening, aku menarik ponsel dan melihatnya, takutnya terputus panggilan telponnya, tapi masih menyala. Aku mengucap lagi."Bu, kok diam saja, boleh ya, Bu," tegasku lagi memohon."Cari yang gadis saja Nak, Ibu kurang setuju, Nak, banyak pertimbangannya ke depannya nanti, pasti beda jauh ya, umurnya, Nak," sahutnya."Iya, Bu. Beda 12 tahun," aku menjawab apa adanya saja."Hah! Kamu gak salah, Nak. Ibu gak mau ah, masa usianya tidak beda jauh dari Ibu, udah Nak, cari yang lain dulu, nanti Bapak telpon kamu, sudah ya," Ibu memutuskan panggilan telepon.Langsung lemas dan tidak bersemangat akunya, melihat ponsel dan aku menaruhnya kembali. Aku memikirkan bagaimana caranya, ya. Karena aku sudah yakin dengan pilihanku.Sepertinya aku butuh bercerita dengan temanku mengenai ini. Semoga aku bisa mendapatkan pencerahannya nanti."Duh! Kenapa sih, Ibu tidak mengizinkannya."Bersambung."Nak, Bapak mau ngomong, bisa telepon Bapak, sekarang!"Masuk pesan dari Bapakku dan aku membaca pesan itu."Sepertinya Bapak marah nih, duh gimana ya?"Gumamku sambil berpikir kira-kira apa yang akan Bapak katakan, ya. Aku telepon saja deh.Tut ... Tut ..."Assalammualaikum, Pak," Bapak menjawab panggilan teleponku."Waalaikum salam Nak, kata Ibu calon kamu Janda, kenapa cari janda Nak! Yang masih Gadis banyak, pokoknya Bapak tidak setuju!" Ucap Bapak dengan nada marah."Yah Bapak, dia baik Pak dan juga masih terlihat muda," rayuku."Kamu ini Nak! Secantik apapun tetap saja namanya umur tidak akan bisa dibohongi, kalau dia bisa melahirkan lagi, kalau gak? Gimana! Memangnya kamu tidak mau punya keturunan dari Istrimu, andai juga dia bisa melahirkan, apa nanti umurnya yang sudah tua bisa mengurus anak-anaknya, sudah pasti akan kerepotan, sebaliknya jadi kamu yang kesulitan mengatur waktu
"Nah, ini kopinya Bro, minum dulu, loe mau curhat apa, Bro."Temanku membawakan dua gelas kopi untuk aku dan untuknya."Gue mau curhat masalah nikah, Bro, cuma gue jatuh hati dengan janda anak tiga, sedangkan keluarga gue gak setuju, kalau gue tetep nikah kata Bapak gue gak bakalan dapet warisan.""Wah! Loe dah, kenapa nyarinya janda, ya jelas aja berat keluarga loe menerimanya, eh! Jandanya pasti umurnya lebih tua jauh dari umut loe, ya?""Iya, waduh! Kok loe tahu sih, Bro.""Ya, kalau umurnya sepantaran loe sih, pasti setuju aja orang tua loe, repot Bro.""Yah Bro, gue udah bener-bener jatuh cinta Bro.""Parah loe dah, kayak apa sih wajahnya sampai loe jatuh cinta begitu, ada fotonya? Gue lihat coba!""Ada ... Bentar."Aku mengambil ponselku di atas meja dan mencari fotonya yang pernah aku ambil dari sosial medianya secara
Pagi ini aku bangun dengan lebih bersemangat lagi, setelah semalam video call Nisa dengan penuh mesranya, ahay.Hingga pagi ini masih sulit dilupakan wajahnya, dasternya dan apa lagi ya, apakah aku semakin cinta? Sepertinya, iya. Masalahnya andai aku melihat wajahnya merasa bahagia dan mendapatkan pesan darinya sudah sangat senang.Cling ....Pesan masuk dan aku melihat pesan itu dari Nisa, segera aku membacanya."Assalammualaikum, pagi Mas, jangan lupa sarapan, ya."Membacanya dengan tersenyum dan aku membalasnya dengan cepat."Walaikum salam Nis, iya nanti makannya, ini mau mandi dulu."Aku membalasnya."Auuu ... Kelihatan nanti Mas, heee, ya dah sana mandi," canda Nisa."Awas jangan ngintip Nis, hee, ya sudah nanti sambung lagi Nis.""Iya Mas, enggak ngintip, ya sudah nanti kabarin kalau sudah sarapan ya, Mas.""Iya Nis."Aku menyudahi dulu senyum-senyumnya, bisa saja Nisa meledekku, a
Aku harus mencari orang untuk sementara menggantikan karyawanku yang akan mudik hari senin nanti, Oh iya! Coba aku tanyakan saudaranya Nisa, mungkin saja ada yang mengganggur. Telepon atau ngomongnya kapan, ya? Hemm ... Sekarang aja kali, deh.Rencana akan bertemu Nisa lagi esok hari. Mungkin akan berbeda lagi dikarenakan anak-anaknya ikut semua. Wah! Harus siap dan bersikap dewasa lagi nih."Nak, kenapa kamu tidak telepon Bapak!" Pesan masuk dari bapakku.Aduh Bapakku tiap hari menanyakan itu terus, jadinya aku malas menelponnya. Aku harus bilang apa, lagian sudah gak mungkin juga aku mau dengan gadis itu lagi.Semoga saja Bapak sadar dengan caraku seperti ini, supaya tidak menjodohkanku terus."Bunda, lagi apa?"Aku mengirim pesan dengan penuh cinta.Pesan dibalasnya dengan cepat."Lagi sama anak-anak nih, Ayah," balas Nisa."Besok jadi ketemuannya, Bun.""Ya, terserah Ayah, Bunda ikut saja."
Setelah menutup kios aku mengambil ponselku. Masuk pada aplikasi hijau dan mengklik histori chat paling atas, siapa lagi kalau bukan seseorang yang saat ini dekat denganku yaitu Nisa. Kemudian aku mengirimkan pesan hendak menanyakan kelanjutannya besok."Bunda kok belum ada kabar? Jadi bagaimana," pesan aku tambahkan emot harapan.Tidak lama kemudian masuk pesan balasan."Maaf ya Ayah, tadi Bunda sibuk mempersiapkannya , dah gitu mau tahu enggak Yah, anakku yang Gadis ngambek ingin ikut juga, ini Bunda dari tadi membujuknya agar engggak usah ikut dan di rumah saja. Terus gimana Yah? Boleh enggak, soalnya kekeh mau ikut juga."Hemmm ... Ya sudah ajak saja Bun, tapi enggak apa-apa gitu tidurnya nanti, soalnya Ayah sewa kontrakannya kecil."Yah enggak masalah Ayah, yang penting bisa tidur, besok mau jemput jam berapa Yah atau Bunda naik mobil online saja.""Nah, bener tuh Bun, ide bagus naik online saja, jadi Ayah ya
Pagi ini langit nampak cerah, secerah hatiku yang sedang menantikan kedatangan Nisa bersama ketiga anaknya. Bagaikan bunga yang tumbuh mekar di taman, sedap dipandang dan indah dimata. Semua terlihat mempesona, menenangkan hidup dan mendamaikan hatiku.Aku telah memberikan alamat lokasi yang akan di tuju. Ya, kontrakan rumah nantinya Nisa dan anak-anaknya tempati, mereka jadi lebih dekat dari kios dan tempat tinggalku.Ting ....Bunyi pesan masuk dan segera aku membukanya."Ayah, sebentar lagi Bunda berangkat, ya."Pesan itu dari Nisa, wanita yang sedang aku tunggu dan nantikan. Segera aku membalasnya."Ya sudah Bun, hati-hati ya, jangan sampai ada yang tertinggal, kabarin ya Bun, kalau sudah mau sampai.""Iya, Ayah."****"Kalian nanti kalau di sana jangan minta ini itu ya, sama calon Ayah kamu."Tanya Nisa kepada anak-anaknya saat hendak menunggu mobil online yang telah dipesan."Iya B
Memulai hari ini dengan bismillah, karrna hari ini aku berjualan dengan ditemani Nisa, karyawanku sudah pulang kampung berangkat dini hari tadi. Aku juga telah memberikannya uang dan ongkos transportasi, semoga hari ini ramai seperti biasanya. Hasil penjualan bukan hanya untuk aku saja, melainkan ada beberapa kepala yang insya Allah menjadi ladang pahala untukku dan mudah-mudahan berjalan dengan lancar.Jarak kontrakan Nisa dan rumahku serta kios hanya 500 meter, tetap saja aku masih komunikasi lewat ponsel, heee."Bunda, sudah bangun belum?" Aku mengirim pesan pagi hari sekali."Udah, Yah, Bunda jam berapa ke kios, Yah," balasan Nisa cepat."Anak-anak buatin sarapan dulu Bun, Ayah tunggu di depan ya, kita belanja sayuran dan lain-lain, yuk," pintaku pada pesan."Ya udah Yah, sekarang Bunda ke depan ya, Yah," balasnya mengiakan."Oke Bun, Ayah sekarang ke depan."Asik, senangnya pagi-pagi sudah bersama dengan orang yang tercinta. Kemudian aku
"wadaw, ganti nih Mas, beda yang melayaninya, Saudaranya, ya."Pelangganku datang dan bertanya karena melihat seorang Wanita yaitu Nisa yang membantu melayani di kiosku. Aku yang sedang menyiapkan pesanan pelanggan lain, balas dengan tersenyum terlebih dahulu."Oh ini calon Istri Pak, sementara bantuin, soalnya lagi mudik yang biasa bantu di sini.""Selamat ya, Mas gitu dong, segera deh menikah, jangan lama-lama, hee."Perkataan pelangganku membuatku tambah ingin cepat menikah."Iya Pak, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini, Pak.""Ini uangnya, Mas."Pelangganku membayar dan tersenyum."Terima kasih, Pak."Sahut Nisa berterima kasih, Nisa sopan juga ya, bagus deh. Aku berucap senang dalam hati.Jam makan siang ini lebih ramai dari biasanya, baik pelanggan atau pembeli orang baru juga datang. Aku dan Nisa bersamangat walaupun sedikit agak repot, karena Nisa masih belajar. Prosesnya tentunya menjadi agak lama menyiap