Waduh kira-kira pelajaran aoa yang akan diberikan oleh Alvaro? Ikuti terus ya, Sahabat. Jangan lupa dukungan like dan gem-nya. Terima kasih. I love you all 🥰🥰🥰
Bab 58 Memaksakan Kehendak“Kamu benar-benar tidak bisa kuampuni lagi. Kamu harus diberi pelajaran sekarang juga!” Alvaro merengkuh tubuh Ambar agar tetap berdiri lalu tangannya mulai menarik Ambar. Dengan sedikit kasar Alvaro mencekal lengan Ambar dan menyeretnya menuju ujung ruang kerjanya. Di sudut ruangan itu terdapat pintu penghubung menuju kamar tempat Alvaro beristirahat kalau dia sedang malas naik ke kamarnya di lantai dua. Ambar kaget mendapat perlakuan seperti itu dari Alvaro. Selama dia bekerja sebagai baby sitter Afreen, Ambar belum pernah melihat Alvaro berbuat kasar. Mantan majikannya itu memang sering marah, tapi tidak pernah sampai menggunakan tangannya untuk menghukum seseorang. Itu sebabnya saat ini Ambar sangat ketakutan. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cekalan tangan Alvaro. Namun tidak berhasil. Bagaimana mungkin kekuatannya sebagai seorang wanita bisa menandingi ketangguhan seorang lelaki? Apalagi lelaki yang sudah gelap mata sepert
Bab 59 Kekesalan Alvaro “Kamu benar-benar tega! Aku tidak menyangka ternyata kamu seorang bajin**n! Kemana perginya Tuan Alvaro yang terhormat itu? Aku menyesal sudah setuju menikah dengan bajin**n seperti kamu!” Jeritan Ambar membuat Alvaro tersentak. Tepat pada saat bersamaan bibirnya berhasil menyentuh pipi Ambar yang mulai basah oleh air mata. Alvaro pun membeku. Perlahan-lahan Alvaro menutup mata. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Dia melakukannya berulang kali dalam usahanya meredam emosi. Setelah deru napasnya yang memburu berubah menjadi lebih tenang, Alvaro mengangkat tubuhnya yang tadi menind*h Ambar. Lantas dia menjauh dari Ambar dan memilih duduk di pinggir kasur. Karena Alvaro sudah tidak lagi mengungkungnya, Ambar segera beringsut menjauh. Sebenarnya bisa saja Ambar beranjak keluar dari kamar, tetapi dia masih syok. Jadi ketika mencobanya kaki Ambar terlalu lemah sehingga dia tidak sanggup berdiri. Akhirnya gadis itu memilih duduk di uju
Bab 60 Memperbaiki Kesalahan Alvaro menuruni tangga dari lantai dua rumahnya sambil memegangi pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut nyeri akibat kurang tidur semalam. Semua karena isi kepalanya yang terlalu riuh. ‘Kenapa? Kenapa semalam dia bisa lepas kendali? Kenapa juga dia merasa tidak rela disebut bajin**n oleh Ambar? Memangnya apa bedanya Ambar dengan orang lain?’ Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi benak Alvaro hingga dia menjadi sulit tidur karena kesulitan mencari jawabannya. Baru saja sampai di tangga terbawah, telinga Alvaro yang tajam mendengar gelak tawa dari arah ruang makan. Lelaki itu mempercepat langkahnya menuju ruangan tersebut. “Afreen nggak mau minum susu. Afreen maunya minum teh atau kopi seperti Mama.” “Nggak boleh, Sayang. Afreen masih kecil nggak boleh minum kopi. Kalau minum teh boleh, tapi nanti siang pulang sekolah. Sekarang sarapannya minum susu dulu, ya. Biar Afreen sehat dan tambah pinter,” jawab sebuah suara wanita yang dikenali oleh A
Bab 61 Meminta Maaf ‘Mata yang biasanya bercahaya itu hari ini meredup’ batin Alvaro. ‘Aku harus bisa mengembalikan keceriaan Ambar lagi. Tapi bagaimana caranya?’ Alvaro masih terus menatap Ambar, meski saat ini gadis itu sudah beranjak meninggalkan ruang makan. Setelah punggung Ambar tak nampak lagi dari tempat Alvaro berjongkok, lelaki itu mulai mengurai pelukannya. Lalu dia mengajak Afreen duduk kembali di kursi. “Afreen sayang yuk dihabiskan sarapannya. Susunya juga ya biar cepat besar seperti papa,” bujuk Alvaro. “Tapi papa temanin Afreen sarapan, ya,” rajuk Afreen. “Iya Papa temani.” Alvaro pun memberi isyarat kepada salah satu asisten rumah tangganya untuk menyiapkan sarapan buat dirinya. Ketika Alvaro tengah menikmati sarapan sambil mendengar celotehan Afreen, Ambar masuk kembali ke ruang makan. Melihat mama tiri kesayangannya itu Afreen spontan berkata, “Ayo, Mama sarapan juga bareng Papa.” Ambar menatap Afreen sambil melirik Alvaro. Dia tampak enggan duduk seme
"Ini surat pengunduran diri saya, Tuan."Ambar meletakkan sebuah amplop berwarna putih di meja kerja majikannya, lalu berdiri menunggu balasan. Tangannya memainkan pita baju terusan model A line yang dikenakannya, kentara gugup."Pengunduran diri? Apa maksud kamu?" tanya lelaki yang duduk di balik meja kerja kayu jati itu dengan suara baritonnya. Alis hitam tebal yang membingkai wajah lelaki berahang kokoh itu nyaris bertaut ketika sepasang mata kelamnya menatap Ambar dengan nanar. Ambar menunduk. Dia merasa gamang dan bingung harus menjawab apa. Tubuhnya merasa tertekan di bawah sorot tajam majikannya yang terkenal dingin dan pemarah. "Jelaskan Ambar! Kamu jangan menunduk terus!" sentak majikan Ambar lagi. Ambar menutup mata dan menarik napas dalam sebelum akhirnya menatap sang majikan, Alvaro Hadinata, lurus. "Saya mau menikah, Tuan."Mata Alvaro terbeliak. "Menikah? Kamu?" "Betul, Tuan. Saya akan segera menikah. Itu sebabnya saya perlu mengundurkan diri," jelas Ambar.Kening
Bab 2 Ambar tak elak melongo mendengar ucapan Alvaro. Apa dia tidak salah dengar? Majikannya baru saja mengajaknya menikah, bukan?“Kenapa kamu diam? Saya bilang, ayo kita menikah!”Sungguh, Ambar tidak salah dengar. Majikannya benar-benar sedang mengajaknya menikah!Dengan senyum yang dipaksakan, Ambar berujar, "Tuan, jangan bercanda ….”“Apa kamu pernah melihat saya bercanda?” balas Alvaro dengan wajah serius.Sudut bibir Ambar berkedut. “T-tapi, saya tidak mungkin menikah dengan Tuan …." Alvaro mengerutkan keningnya. "Kenapa tidak mungkin? Saya kurang baik untukmu? Atau wajah saya terlalu buruk dan bukan seleramu?”Kurang baik sih tidak, buruk rupa juga tidak. Bahkan, bisa dikatakan Alvaro luar biasa tampan. Akan tetapi …. siapa yang mau menikah dengan singa galak seperti ini!? Walau tampan, tapi yang ada Ambar bisa mati muda karena sakit hati diomeli terus!‘Selain itu ….’Belum sempat Ambar bahkan menyelesaikan ucapan batinnya, dia tersentak begitu melihat Alvaro berdiri dari
Ambar terpaku mendengar kata-kata Alvaro. Kepalanya mendongak dan matanya balik menatap Alvaro dengan agak melotot."Apa?!" tanya Ambar setengah berseru."Saya bilang, saya setuju menikahimu secara sah! Apa ada masalah dengan telingamu, Ambar?!” bentak Alvaro yang sungguh sudah kehilangan kesabarannya.Tidak, Ambar tidak tuli. Akan tetapi, bagaimana bisa majikannya itu berakhir menerima permintaannya!? Apa pria tersebut sudah kehilangan akal sehatnya?!“Tuan, pikirkan kembali! Saya adalah bawahan Anda, bagaimana mungkin Anda menikahi saya secara sah?! Apa kata keluarga besar Hadinata nanti!? Bagaimana dengan reputasi Anda?!” ujar Ambar dengan agak panik. Menikahi sang majikan mungkin terdengar sangat luar biasa, terlebih karena dirinya seakan menjadi tuan putri dalam sekejap. Akan tetapi, mengenal sifat seorang Alvaro Hadinata, itu sama saja seperti masuk ke gua singa!“Entah itu reputasi saya ataupun reaksi keluarga Hadinata, itu urusan saya. Kamu tidak perlu ambil pusing. Yang jela
Alvaro memasang wajah gelap melihat kedatangan salah satu wanita yang dibencinya di dunia ini. Dia mengisyaratkan pada Adi dan sekretarisnya untuk pergi.Setelah Adi dan sekretaris Alvaro melangkah keluar dan pintu kantor ditutup, Alvaro menatap tajam wanita paruh baya itu dan berkata dengan ketus, "Apa kamu tidak tahu sopan santun?" "Alvaro, Mama terpaksa melakukannya karena ingin mencegah perbuatan konyolmu itu." Siska, ibu tiri Alvaro, menjawab dengan wajah khawatir yang dibuat-buat.Alvaro mendengkus. "Aku tidak mengerti ucapanmu. Apa yang konyol?""Jangan berpura-pura lagi. Mama sudah dengar kalau kamu ingin menikahi pembantu kamu sendiri!" Alvaro mengepalkan tangannya dan menatap tajam sang mama tiri. Dia sudah menyembunyikan segala prosesnya agar tidak ada gangguan, tapi ibu tirinya itu masih bisa mengetahui hal ini. Sepertinya, orang-orang di kediaman harus ‘dibereskan’ lagi."Apa yang aku lakukan dan siapa yang akan aku nikahi bukan urusanmu. Pergi dari ruangan ini,” balas